![]() |
Foto: islamoderat.com |
Okinawa mengakui, bahwa dirinya sempat berpikir orang yang menjalankan Islam murni dan benar ya ala teroris, anti demokrasi karena bikinan barat.
"Namun lambat laun merasa ada yang aneh dan aku sendiri sering debat dengan temen saya ini, semisal masalah walisongo yang dianggap dongeng, Kiai tidak boleh jadi panutan karena banyak sesatnya," lanjut Okinawa.
Bagi Okinawa, meskipun dirinya bukan jebolan Pondok, menghina para Kiai dan Pesantren adalah penghinaan. Ia juga sempat menyesal karena tidak nyantri, padahal dirinya adalah anak Kiai Kampung.
Kemudian ia menceritakan pengalamannya ketika banyak membaca buku agama di toko. Menurutnya isinya banyak yang aneh dan berbeda dengan yang diajarkan Pesantren (setelah tahu -ed). "Belakangan baru nyadar kalau kebanyakan buku agama Islam di toko buku berpaham wahabiyah," pungkasnya.
Arya Cita, salah satu member yang lain juga merasakan pengalaman pernah ikut kelompok lain. "Saya pernah ikut-ikutan HTI waktu kuliah, nyebarin buletin, pernah ikut-ikutan Muhammadiyah, dan diajak berkali-kali Jamaah Tabligh. Alhamdulillah sekarang saya mantab di NU," jelasnya.
Hampir serupa juga dialami M. Khoiri. "Saya dulu pas sekolah ikut didoktrin HTI agar saya ketika dewasa merubah demokrasi jadi Pancsila. Dan setiap kajian-kajiannya itu selalu menjelekkan NU atau tidak sepaham," kata Khoiri.
Setelah mendapat pituduh, mereka semua akhirnya NU pada waktunya. Alhamdulillah. [dutaislam..com/gg]
