![]() |
Suasana unjuk rasa tolak full day school di depan komplek perkantoran Gubernur Jateng. |
Massa melakukan long march dari halaman Masjid Baiturrahman Semarang sampai di depan komplek perkantoran Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan Semarang. Mereka meneriakkan kata "tolak full day school", "batalkan full day school", serta membentangkan sepanduk menolak Permendikbud tersebut.
”Kami menolak dengan tegas Permendikbud yang mengatur lima hari sekolah karena tidak sesuai dengan UUD 1945 serta UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Selain itu, Permendikbud itu telah meresahkan masyarakat,” tegas Koordinator Aksi Hudallah Ridwan, (21/7).
Hudallah menyebutkan, kebijakan full day school lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya. Secara budaya, program sekolah lima hari itu mengancam keberadaan madrasah diniyah. Padahal madrasah merupakan lembaga pendidikan yang mengajar budi pekerti kepada anak didik.
Selain itu, tambah Hudallah, Pemprov Jateng dan Pemkab/kota se-Jateng telah sewenang-wenang memaksakan menerapkan lima hari sekolah di setiap satuan pendidikan, dan tidak memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang selama ini menolak.
”Kami juga menolak kebijakan Pemprov Jateng dan Pemkab/kota di Jateng yang telah sewenang-wenang menerapkan lima hari sekolah di satuan pendidikan. Jelas pemerintah di Jateng tidak mengindahkan permintaan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya mewakili ribuan massa aksi meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang penguatan pendidikan karakter, dengan tidak menghilangkan eksistensi pendidikan keagamaan yang sudah ada di Indonesia.
Demo diakhiri dengan pembacaan doa dan bubar dengan rapi sambil menyanyikan lagu ya lal wathon. [dutaislam.com/gg]
