(6) Saat Joget Bersama "Mulan Jameela", Wali Ini Justru Melihat Paha Berdzikir
Cari Berita

Advertisement

(6) Saat Joget Bersama "Mulan Jameela", Wali Ini Justru Melihat Paha Berdzikir

Senin, 01 Mei 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ilustrasi Wali Paidi yang ganteng
DutaIslam.Com - Wali Paidi menyusuri jalan, pergi tanpa arah dan tujuan. Dia hanya berjalan dan berjalan, lupa akan makan dan minum. Wali Paidi ingin menghindari orang-orang yang mulai tahu kedudukannya. Mulai banyak orang sekarang yang memanggilnya gus, kiai bahkan ada yang terang-terangan menggangilnya sang wali.

Kehidupan Wali Paidi sekarang tampak ramai. Ada saja orang yang memerlukan bantuannya, soal jodoh, penglaris atau hanya meminta barokah do'a. Dan yang paling berat adalah jika ada yang meminta diakui sebagai murid. Wali Paidi merasa terusik, dia ingin merasakan kehidupan yang dulu yang hanya dikenal sebagai penjual minyak wangi, atau guru pengajar alif ba' ta' di musholla kecilnya.

Dan sekarang banyak orang yang berlomba-lomba hendak membangun mushollanya. Padahal Wali Paidi sangat ingin menghindari itu semua. Dia jengah akan semua pujian yang dialamatkan pada dirinya, terutama sejak datangnya malaikat yang mengunjungi baru-baru ini.

Wali Paidi mulai memasuki hutan belantara. Dia berjalan terus dan berhenti ketika dia melihat di depannya ada sungai. Didekati olehnya bibir sungai, dilihat airnya begitu jernih. Dia menunduk dan mulai membasuh tangan dan mukanya, lalu Wali Paidi memperbarui wudlunya. Wali Paidi diberi kemampuan oleh Allah selalu dalam keadan suci (punya wudlu) atau bahasa ngaji sak paran-parannya: "da'imul wudlu".

Setelah wudlu, Wali Paidi baru sadar kalau jauh di seberang sana, ada orang itu nampak sedang memancing. Wali Paidi mendekati orang itu. Dia merasa orang itu bukan sembarangan. Melihat wajahnya saja, tiba-tiba hati Wali Paidi semakin tentram. Wali Paidi mau mengucapkan salam tapi kedahuluan orang tersebut.

"Assalamu'alaikum, Kang Paidi".

"Waalaikum salam, kalau boleh tahu siapakah Anda?" Wali Paidi memulai tanya.

"Untuk saat ini namaku Syukron Fahmi," jawabnya.

Wali Paidi terdiam. Dia hanya menunduk memikirkan jawaban orang tersebut. Dan tiba-tiba saja sikap Wali Paidi berubah dengan sendirinya tanpa disadari. Wali Paidi bersikap seakan mengahadapi gurunya.

"Kang paidi sampeyan tidak seharusnya menghindari semua itu. Pujian-pujian itu adalah ujian buatmu. Ujian yang berupa pujian itu lebih berat dari penghinaan. Allah mau meningkatkan derajat sampeyan," terangnya.

Tapi Wali Paidi justru semakin menunduk. Ternyata orang yang sedang memancing ini mengetahui kegalauan dirinya hingga harus berjalan tanpa arah.

"Kang Paidi, menghidari pujian-pujian itu sama saja sampeyan menafikan kekuatan Allah karena sampeyan merasa tidak mampu. Padahal Allah lah yang memberi kekuatan," lanjutnya.

Wali Paidi hanya bisa berdiam dan semakin menunduk. Air mata mulai meleleh. "Ingat, La Haula wala quwwata illa billah. Merasa mampu dan merasa tidak mampu itu tidak boleh. Itu bagian dari syirik khofi (samar) bagi orang setingkat sampeyan karena Allah yang memberi kekuatan, Allah meliputi segalanya".

Wali Paidi menangis sesenggukan. Dia yakin orang yang di depannya adalah Nabiyullah Khidir. Dia ingin bersalaman dengannya untuk memastikan. Setelah tangisnya mereda, wajahnya diangkat. Tapi orang yang mengaku bernama Syukron Fahmi itu sudah hilang dari hadapannya.

Setelah bertemu sosok Syukron Fahmi, Wali Paidi masih terdiam dalam duduknya, masih merenungi  ucapan sosok misterius yang menggugah jiwanya itu.

Wali Paidi berdiri membersihkan tempat duduknya dan mulai melaksanakan shalat. Setelah salam, Wali Paidi berdiri lagi dan melakukan shalat lagi, begitu terus sampai malam kira-kira sekitar jam 9 malam. Wali Paidi berhenti dan melanjutkan dengan dzikir dan wirid.

Dia duduk bersila, memusatkan pikirannya, membuang jauh-jauh pikiran tentang dunia, menggerakkan hatinya untuk tetap berdzikir sirr, dan entah berapa lama hal ini terjadi. Tak lama kemudian, Wali Paidi merasakan alam di sekitarnya begitu hampa, tidak ada suara. Semuanya jadi hitam gelap gulita. Wali Paidi seakan menjadi udara yang hampa dan bergerak mengitari alam yang hitam pekat ini.

Setelah berkeliling, tampak di depannya ada dua sosok manusia yang sedang duduk seperti duduknya orang tahiyyat shalat, dan berdiri di samping mereka sosok berjubah putih yang bercahaya. Lamat-lamat Wali Paidi mengenali salah satu sosok yang duduk di depannya tersebut.

"Tidak salah lagi, beliau adalah Imam Ghzzali Mujtahid Islam," batin Wali Paidi.

Sosok berbaju putih itu melangkah ke depan dan mengucapkan sesuatu kepada benda yang di depannya yang tidak terlihat, "Gusti, bagaimana menurut jenengan terhadap kedua kekasihmu ini, Nabi Musa dan Al-Ghazali," ucapnya.

Lalu ada suara yang mengatakan dari entah:

"Musa, dengan ijinku, ia bisa menghidupkan orang yang telah mati. Tapi aku lebih suka terhadap Al-Ghazali karena dengan ijinku pula, ia bisa menghidupkan hati hamba-hambaku yang telah mati. Dia banyak menghilangkan kebodohan dan membuka jalan buat hamba-hambaku untuk lebih mengenalku".

Ketiga sosok itu samar-samar menghilang dari pandangan Wali Paidi. Lamat-lamat terdengarlah adzan subuh, sedikit demi sedikit alam mulai terlihat kembali. Setelah shalat, Wali Paidi bangkit dan kembali pulang.

***

Hari ini Wali Paidi berpenampilan lain dari biasanya. Tampil gaul ala parlente. ia memakai sepatu UNKL347, bercelana jeans pensil Airplane System dan pakai kaos merk Spilis Infection. Semua pakaian itu ia tidak beli, melainkan pemberian dari adik mas kiai mursyid yang kebetulan buka toko pakaian, Distro Kang Santri namanya.

Dengan kaca mata BL hitam Invictus, Wali Paidi berangkat memenuhi undangan mas kiai mursyid dalam rangka tasyakuran dan pembukaan toko onderdil impor. Mas kiai mursyid ini kalau bisnis memang tidak mau setengah-setengah. Sekali terjun, langsung all out, menyelam lebih dalam. Serius tingkat dewa.

Pagi sekitar pukul 09:00 WIB, Wali Paidi sudah sampai lokasi toko mas kiai mursyid. Tampak terop kecil mewah sudah menghiasi depan toko. Di bawahnya berjajar rapi kursi-kursi tamu terbungkus kain putih. Di depan terop itu ada geladak kecil yang juga tertutup kain putih. Pada bagian atas, ada karpet merah. Piano elektone ada di sebelah kiri dan musik Barat Slowrock berkumandang mulai awal acara.

Uniknya, suasana super mewah ala Barat itu, masih saja ada tamu yang datang dan pede memakai kopyah dan sarung dengan merk mencolok: "NU". Padahal banyak tamu lainnya berpaikan ala exekutif muda.

Mas kiai mursyid ternyata memang mengundang seluruh pelaku bisnis yang ia kenal, daerah dan luar daerah. Sengaja ia menyeting acara pembukaan tokonya onderdilnya itu seperti acara pembukaan toko onderdil lain yang penuh hiburan dan glamor walau banyak orang tahu ia ini adalah seorang mursyid.

Wali Paidi tidak lansung duduk di tempat acara. Ia menuju dapur umum. Seperti biasa, mecari kopi lalu mojok mengeluarkan sebatang rokoknya, jedal jedul menunggu kedatangan mas kiai mursyid. Mastna wa tsulasa wa rruba’a, rokok habis disedot Wali Paidi saat "mbanser" mengawasi semua tamu mas kiai mursyid yang datang.

Wali Paidi tersenyum kecil ketika melihat kekikukan para tamu yang memakai kopyah dan sarung NU itu. Mereka tampak rikuh duduk di kelilingi para tamu yang berpenampilan sangat beda dari mereka. Necis, ngota (ala kota).

Dari arah belakang, datanglah seorang pemuda berpenampilan mantap seperti Wali Paidi saat itu. Ia mengahampiri dan duduk disamping Wali Paidi. Pemuda ini adalah adik mas kiai mursyid.

"Sudah lama kang," tanya pemuda ini setelah salaman.

"Gak, barusan saja datang"

"Sebenarnya mas kiai mursyid meminta bantuan kepada Kiai Ahmad untuk mendatangkan santri-santrinya ke sini membantu bagian akomodasi (angkat-angkat meja). Tapi terjadi kesalahpahaman. Yang dikirim malah para ustadz dan penggede-penggede thariqah. Dikiranya mas kiai mursyid sedang mengadakan acara kumpulan thariqah, jadinya ya seperti ini".

Wali Paidi cuma nyengir. Namun tak lama kemudian datang mas kiai mursyid yang berbercelana jeans, diiringi cewek-cewek cantik berpakaian minim. Duh, tampak seksi dan mulus-mulus betul. Mereka adalah para sales promotion girl yang sengaja didatangkan mas kia mursyid untuk membantu acara pembukaan toko barunya.

Para tamu bertepuk tangan menyambut kedatangan mas kiai mursyid, kecuali mereka yang berkopiah dan sarungan. Melihat cewek di samping mas mursyid, mereka melongo dan heran. Sungguh pemandangan di luar kendali imajinasi mereka yang sangat sufi.

Para penggede thariqah yang datang mulai timbul keraguan atas kemursyidan mas kiai ini. Sebagian besar dari mereka memang dulunya adalah murid abahnya. Tapi apa boleh buat, mereka hanya diam dan menyaksikan mas kiai mursyid, gus mursyid mereka.

Acara basi-basi sudah selesai. Hiburan dimulai. Musik mengalun indah. Para penggede thariqah terbelalak hampir tidak percaya kala mas kiai mursyid naik ke panggung mini itu dan mulai berjoget ria bersama 15 orang cewek cantik sales promotion girl.

Mereka semakin geleng-geleng melihat gus mursyid mereka berjoget lalu bersenda gurau dengan para gadis cantik dan seksi tersebut. Wali Paidi hanya tersenyum melihat tingkah dan gaya mas kiai mursyid.

Saat melihat salah satu di antara cewek cantik itu ada yang mirip Mulan Jemeela, Wali Paidi hanya membathin, "ada-ada aja mas kiai mursyid ini. tahu kalau saya suka artis itu".

Mas kiai mursyid turun panggung, menghampiri Wali Paidi. Ditariklah tangannya agar ikut dan jogetan di atas panggung bersama. Oleh mas kiai mursyid, Wali Paidi digandengkan ke cewek yang wajahnya mirip Mulan Jameela tadi. Jleb. Deg. "Rejeki gusti!"

Ketika Wali Paidi memegang tangan cewek itu, detak dzikir jantung Wali Paidi justru makin kencang. Dari tangan cewek manis ini, terdengar kalimat: "Ya, Latief, ya Latief, ya Latief…". Dari paha dan pant4tnya keluar juga kalimat "ya Jamal, ya Jamal…". Begitu pula keluar kalimat-kalimat asmaul husna dari seluruh anggota badan si cewek cantik mirip artis ini.

Wali Paidi seakan berjoget di taman surga, musik dan suasana berubah seperti di surga. Bunga-bunga indah bermunculan di sekitar taman harum dan wangi. Ia masyghul (sibuk dzikir), hingga terus berjoget, berputar putar tanpa terasa mengikuti alunan musik yang dimainkan.

"Wes kang, ayo balik ke dunia lagi. Jangan di surga terus. Ini acara jualan onderdil belum selesei," mas kiai mursyid tiba-tiba menyadarkan Wali Paidi yang sedang nikmat berdzikir. [dutaislam.com/ab]

Di jalanan pulang, Wali Paidi kehabisan bekal. Apa cerita selanjutnya, silakan baca: Garam "Suwuk" Sakti dari Wali Paidi Untuk Begal-Bedugal

Biar paham, baca edisi sebelumnya:
  1. Wali Paidi (Bag. 1) Hanya Wali Indonesia yang Kemana-Mana Bawa Rokok dan Kopi
  2. Wali Paidi (Bag. 2) Gagal Pakai "Doa Lipat Bumi", Wali Ini Balik Pulang Naik Pesawat
  3. Wali Paidi (Bag. 3) Hanya Karena Punya Rokok Tapi Tak Ada Korek, Kerajaan Jin Diobrak-Abrik Wali Sakti Ini 
  4. Wali Paidi (Bag. 4) Sering Shalat di Atas Daun, Pemuda Ini Temui Kiai yang Biasa Jualan Minyak Wangi
  5. Wali Paidi (Bag. 5) Sang Wali Beri Amalan Cepat "Cling" Naik Haji Tanpa Ijazah Doa Wirid
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB