Melalui lembaga yang diberi nama Pendidikan Anak Usia ini, wanita-wanita perkasa ini setiap hari mengasuh bocah-bocah ingusan anak para tetangga. Tangan-tangan lembut mereka yang telah kehabisan energi mengerjakan urusan domestik, seolah penuh daya kala berjumpa dengan anak-anak didik mereka. Riang gembira dan serba senang.
Mereka dibimbing dengan sabar dan telaten, agar bisa berkata baik dan sopan, menghormati guru dan menyayangi teman. Juga diajari mengenal diri sendiri dan lingkungan, dilatih mandiri mulai cebok sampai mandi, dari cara bersuci hingga tidur kala sendiri.
“Ayo anak-anak. Sini kumpul di samping Bunda. Mari kita bermain mewarnai kerang dan mencampur warna,” ucap Indria Fajar Rini menyebut dirinya Bunda, seraya melambaikan tangannya kepada para murid-murid TK PGRI 118 Genuksari Semarang tempat ia mengabdikan diri sepenuh jiwa dan raga.
Wanita cantik beranak dua ini langsung bergoyang-goyang tubuhnya karena dikerubuti para muridnya yang berebut ingin mendekat padanya. Badannya yang langsing serta-merta tak kelihatan karena dirubung begitu banyak bocah di rumah orang tuanya yang dijadikan TK tersebut.
Tak jauh darinya, sang ibu, Wartini, mengajak anak-anak didiknya bermain pencampuran warna melalui media air dalam rangkaian botol berpipa yang dibuat tiga tingkat sedemikian rupa.
Ibu dan anak kandung yang sama-sama menyenangi momong anak, ini setiap hari mengasuh tak kurang 41 anak para tetangganya. Sebagian diantaranya dititipkan orang tua mereka hingga sore hari.
Sebuah rumah sederhana berdinding kayu dan tripleks yang dibuat bersama sang suami, dipersembahkan untuk pendidikan anak usia dini yang menurutnya adalah bekal terbaik mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ia dan suami rela tidur di kamar sempit di ruang paling belakang rumahnya, sebab hampir seluruh ruang di rumahnya itu dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak TK yang dia lekatkan pada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sementara anaknya, Rini bersama suami dan anak mereka, rela mengontrak rumah di dekat rumah ibunya itu dan setiap hari ikut mengasuh anak-anak di TK milik ibundanya tersebut.
“Alhamdulillah, kami sekeluarga mendapat anugerah bisa mengasuh dan mendidik anak-anak di lingkungan sini. Ini kesempatan mencari ridho Allah Ta’ala,” tuturnya berbinar-binar penuh bahagia.
Senada dengan Rini dan Wartini, Eko Riyanti dan Sumiyati menyatakan, menjadi guru TK, memberi pendidikan untuk anak usia dini, sungguh membahagiakan. Menurut keduanya, hati selalu diliputi rasa syukur dan pengharapan indah kepada kasih sayang Tuhan.
“Hanya kebahagiaan yang saya rasakan. Sungguh rasanya selalu dekat dengan Tuhan apabila berkumpul anak-anak kecil yang mereka ini pemilik masa depan,” tutur Eko Riyanti yang mengabdikan diri untuk TK-TK di kampung nelayan Bonang, Demak sejak masih remaja.
Wanita energik pandai menyanyi yang suka menyebut dirinya Macan Ternak (Mama Cantik nganTer Anak) ini mengaku sangat bangga pada suaminya karena mendukung penuh kiprah dia menjadi guru PAUD hingga memimpin HIMPAUDI tingkat kecamatan.
Di balik istri yang ikhlas mengabdi di PAUD, pasti ada kerelaan dari suami. Sebab istri pasti tidak bisa sepenuhnya mengurus rumah dan ngopeni anaknya sendiri, juga kehilangan kesempatan bekerja profesional untuk membantu suami mencari rejeki. Karena memang tak ada imbalan materi yang bisa diharap dari lembaga PAUD.
Itulah yang dikatakan Sumiyati mendukung pernyataan Eko Riyanti. Guru TK Ceria Kecamatan Mranggen Demak ini mengungkapkan, di balik setiap istri yang rela jadi guru TK, pasti ada suami yang luar biasa pengertiannya.
“Pepatah lama, di balik suami yang sukses ada istri yang setia mendampingi, kalau bagi kami, di balik istri yang mengabdi di PAUD, pasti ada suami yang penuh pengertian. Hahaha,” terang ibu muda cantik ini sambil tertawa. [dutaislam.com/ichwan]
