Mbah Liem Klaten: Pencetus Slogan NKRI Harga Mati Pancasila Jaya!
Cari Berita

Advertisement

Mbah Liem Klaten: Pencetus Slogan NKRI Harga Mati Pancasila Jaya!

Minggu, 30 April 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Ali Mahbub

DutaIslam.Com - KH. Muslim Rifai Imampuro atau yang akrab dipanggil Mbah Liem adalah kiai yang bersahaja, nyentrik, sering berpenampilan nyeleneh dalam menghadiri acara-acara, dan saat menyampaikan pidatonya di muka umum sering berpakain ala tentara, memakai topi, berdasi, bersepatu tentara, tapi sarungan.

Bahkan pada saat prosesi upacara pemakaman beliau pun juga tergolong tidak seperti umumnya. Saat jenazah dipikul dari rumah duka menuju makam di Joglo Perdamaian Ummat Manusia sedunia di komplek pesantren diarak dengan tabuhan hadroh "Shalawat Thola’al Badrun Alaina". Proses pemakamanya seperti tentara juga, menggunakan tembakan Salto yang dipimpin langsung oleh TNI/Polri. Hal ini dilaksanakan sesuai wasiatnya.

Mbah Lim selalu menutup-nutupi indentitasnya, bahkan hingga kini putra-purtinya tidak mengetahui persis tanggal lahir beliau. Salah satu putra Mbah Lim, yakni Gus Muh mengatakan kalau Mbah Lim lahir pada tanggal 24 April 1924, namun Gus Muh sendiri belum begitu yakin.

Soal identitas, Mbah Lim hanya sering mengatakan kalau beliau dulu bertugas sebagai Penjaga Rel Kereta Api. Tentang silsilah, pada akhir-akhir hayatnya, menurut informasi dari Gus Jazuli (putra menantu), Mbah Lim pernah menulis di kertas yang menyebut kalau ia masih keturunan Keraton Surakarta.

Kiprah Mbah Lim di NU dan untuk NKRI belum banyak diketahui orang, apalagi mendokumentasikannya. Hanya saja, setelah beliau wafat, muncul orang-orang yang mulai menulis artikel atau cerita-cerita mengenai Mbah Lim di web/blog ataupun di medsos.

KH. Muslim Rifai Imampuro atou Mbah Liem dikenal sangat dekat dengan Gus Dur. Bahkan jauh sebelum Gus Dur menjadi presiden, kedua kiai ini sudah saling akrab. Banyak orang mengatakan, Mbah Lim adalah guru spiritual Gus Dur.

Dalam struktur NU, mulai tingkat bawah hingga pengurus besar, nama Mbah Lim tidak pernah tercatat sebagai pengurus. Namun kiprahnya menjaga dan membesarkan NU tidak pernah absen sedikitpun, Walaupun tidak pernah menjadi pengurus NU, Mbah Lim selalu mejadi rujukan para kiai dalam menahkodai NU. Bahkan Mbah Lim hampir pasti selalu hadir dalam setiap acara-acara PBNU, mulai dari Konbes, Munas hingga Muktamar.

Setelah berkelana, nyantri ke berbagai pondok pesantren, terutama nyantri pada Kiai Shirot Solo,
Mbah Liem akhirnya hijrah ke Klaten, tinggal di Dusun Sumberejo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom. Di sana beliau mendirikan pondok pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti. Nama pesantrennya tergolong unik dan sudah pasti merupakan bukti konsistensi Mbah Liem dalam mencintai dan menjaga NKRI Pancasila.

Pada kurun tahun 1983, kelompok Islam radikal atau bisa kita sebut Islam transnasional, sudah mulai mempersoalkan lagi Pancasila sebagai dasar negara. Mereka mempertanyakan lagi relevansi Pancasila dengan Islam.

Gagasan mereka dipandang oleh para kiai NU sangat membahayakan keutuhan NKRI dan Pancasila. Maka, NU segera menyikapi dengan mengadakan Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) di Sukorejo, Situbondo Jawa Timur dengan hasil sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan Agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan Agama.

2. Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila sila yang lain, mencerminkan tauhid menurutpengertian keimanan dalam Islam.

3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syariat, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.

4. Penermaan dan pengalaman pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat ilsam Indonesia untuk menjalankan syariat agamannya.

5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pegertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Semenjak Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai dipersoalkan oleh kelompok radikal itulah, maka para kiai (terutama Mbah Lim) dalam setiap acara apapun terus mengatakan dan mendoakan agar "NKRI Pancasila aman makmur damai Harga Mati".

Kalau berpidato judul utama Mbah Lim selalu tentang kebangsaan dan kenegaraan. Kurang lebih kalimat beliau begini:  "Mugo-mugo NKRI Pancasila Aman Makmur Damai Harga Mati".

Di masjid pondok nya Mbah Lim, setiap setelah iqomat sebelum shalat berjama’ah dilaksanakan, para diwajibkan membaca do’a untuk umat Islam, bangsa dan negara Indonesia. Berikut doanya:

"Subhanaka Allahumma wabihamdika tabaraka ismuka wa ta’ala jadduka. Laa ilaha ghoiruka. Duh Gusti Alloh Pangeran kulo. Kulo sedoyo mbenjang akhir dewoso dadosno lare ingkang sholeh, maslahah, manfaat dunyo akherat bekti wong tuo, agomo, bongso maedahe tonggo biso nggowo becik ing deso, soho negoro kesatuan Republik Indonesia Pancasila kaparingan aman, makmur, damai. Poro pengacau agomo lan poro koruptor kaparingono sadar sadar, Sumberejo wangiberkah ma’muman Mekah"

Dalam buku "Fragmen Sejarah NU" ada kesaksian menarik dari Maulana Habib Lutfi Bin Yahya. Beliau mengatakan, pada saat Panglima TNI Jendral Benny Moerdani datang ke pesantrannya Mbah Lim Al Muttaqien Pancasila Sakti Klaten, Mbah Lim meneriakkan yel, NKRI Harga Mati! NKRI Harga Mati! NKRI Harga Mati! Pancasila Jaya.

Maka sejak itulah yel yel NKRI Harga Mati menjadi jargon. Slogan itu tidak hanya dikenal di kalangan NU, tapi di beberapa pihak seperti di TNI. Jadi slogan atau jargon "NKRI Harga Mati! Pancasila Jaya!" dicetuskan oleh KH. Muslim Rifai Imampuro. Lahul Faatihah! [dutaislam.com/ab]

Ali Mahbub, wakil Ketua PW GP Ansor Jateng

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB