Dr. Ainur Rofiq al-Amin: Dulu Ikut HTI Karena Tidak Sabar Menunggu Imam Mahdi
Cari Berita

Advertisement

Dr. Ainur Rofiq al-Amin: Dulu Ikut HTI Karena Tidak Sabar Menunggu Imam Mahdi

Minggu, 30 April 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto bersama setelah acara dialog "Khilafah dan Wawasan Kebangsaan" di Malang (28/04/2017)
DutaIslam.Com - Dr. Ainur Rofiq al-Amin adalah salah satu santri yang dulu pernah masuk dan aktif di Hizbut Tahrir Indonedia (HTI). Kini, ia telah kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah mendapatkan hidayah bahwa NKRI itu bukan simsalabim ujug-ujug ada dan membesar. NKRI adalah kesepakatan yang dibangun berdarah-darah.

Jika dulu ia memiliki tugas bergerilya dari tokoh ke tokoh, untuk mempengaruhi agar mereka mendukung khilafah, kini dia justru jadi rujukan jawaban atas pertanyaan masyarakat umum yang acapkali dikampanyekan kalangan HTI untuk menggerus kemantapan warga negara Indonesia tetap berada di barisan Pancasila, lalu mengikuti propaganda mereka, yakni khilafah.

Setidaknya, itulah yang terekam dalam dialog "Khilafah dan Wawasan Kebangsaan" yang diselenggarakan oleh tim Harakatuna di Hotel Pelangi 2 Malang, Jumat (28/04/2017). Ainur Rofiq didaulat jadi pembicara bersama Muhammad Sofi dan juga Makmun Rasyid.

Kata Rofiq yang juga penulis buku "Membongkar Proyek Khilafah ala HTI" tersebut, orang-orang perindu khilafah itu sering melontar pertanyaan dungu, misalnya, "Pilih syariat Islam atau Pancasila?" Jika yang ditanya menjawab syariat Islam, maka, mereka akan lanjut "merazia pikiran" dengan kesimpulan ngawur, "berarti harus mendukung khilafah".

Dua kalimat di atas, yakni syariat Islam dan khilafah, bagi Rofiq, merupakan duet maut bila digandengkan. "Jika mereka malu-malu pakai kata khilafah, mereka menggunakan (kata) syariat Islam," ujarnya kepada ratusan hadirin di ruangan itu, sebagaimana dikutip Dutaislam.com dari page Santrionline.

Pertanyaan itu, menurut Rofiq, sama dikotomisnya dengan pertanyaan "pilih Qur'an Hadits atau kembali ke fiqih". Padahal, yang bertanya saja tidak bisa kembali kepada dua sumber utama umat Islam tersebut karena kebodohannya.

Trik itulah yang digunakan HTI untuk mengelabui para santri. "Bahkan (para) santri banyak yang datang ke saya," terangnya. Dari pertanyaan bias itu, seolah-olah umat Islam Indonesia belum menerapkan syariat Islam dan harus menuju khilafah. "Banyak yang tanya begitu," tambahnya.

Ainur Rofiq akhirnya menjelaskan tentang mengapa Mbah Wahab yang juga tokoh NU mau menerima Pancasila dan tidak diungkit-ungkit lagi hingga wafat. Mengenai hal ini, Anda bisa baca artikel Dr. Rofiq Al Amin: Membongkar Kebiasaan Buruk HTI yang Catut NU Untuk Dukung Argumen Khilafah.

Kalaupun ingin tegaknya khilafah, Ainur Rofiq kembali menanyakan, HTI itu mau khilafah menurut konsep siapa? ISIS atau ala Hizbut Tahrir? Terus kalau mau bongkar NKRI diganti khilafah, apa jaminan baiknya untuk manusia?

Jika orang-orang HTI ditanya begitu, lanjut Rofiq, jawaban mereka akan berkelit bahwa memperjuangkan khilafah adalah kewajiban umat Islam. Seakan-akan kalau mereka ikut dukung khilafah, langsung bebas dari dosa-dosa. "Aku juga bisa kalau hanya begitu," tutur Rofiq yang menyebut kalau umat Islam juga tidak boleh mengingkari kesepakatan terbentuknya NKRI.

Karena ditolak dimana-mana, para pendukung HTI sering melempar isu bahwa sesama umat Islam itu harusnya tidak saling bermusuhan. Artinya, biarkan HTI memperjuangkan khilafahnya, toh sama-sama Islam.

Wacana di atas hanyalah propaganda untuk menyetop penolakan gerakan Islam trannasional dimana-mana, sebagaimana marak terjadi akhir-akhir ini. Bagi Rofiq, perkara HTI ditolak bukanlah soal dia muslim atau tidak, melainkan soal sikap bernegara.

Ia akhirnya mengajak peserta yang hadir untuk kembali membuka sejarah penumpasan tentara kepada NII (Negara Islam Indonesia), begitu juga tragedi perang yang terjadi antara Sayyidina Ali dan kaum khawarij dulu, "yang batuknya ireng, suka tahajud dan juga membaca al-Qur'an, apa itu bukan muslim juga?" Tanya Rofiq. Sejarah menunjukkan, para penganggu keutuhan negara harus diperangi.

Menyerap Nilai-Nilai NU
Tidak berhasil memperjuangkan agenda khilafah secara massif, HTI pun akhirnya menghaluskan cara dengan menyerap nilai-nilai yang berkembang di kalangan santri dan kiai NU, "saya tidak mau mengatakan taqiyah," terang Rofiq.

Contoh yang diutarakan oleh doktor asal Jombang itu adalah, misalnya, mereka (HTI) sudah mau pakai bahasa rahmatan lil alamin untuk acara-acara publikasi. Kata "kumpulan para kiai" dan atribut "surban" juga dipakai untuk menghaluskan jalan terjal yang selama ini mendapatkan penolakan diman-mana,

Agar HTI tidak dikejar-kejar, hidup enak bersama tanpa penghalusan cara, Rofiq menyarankan kepada HTI untuk bareng-bareng mengisi NKRI ini dengan misalnya, ikut masuk di parlemen dan atau menggunakan cara lainnya. Itulah cara praktis mengisi kehidupan politik dan berbangsa. Di sinilah, kata Rofiq, orang-orang HTI bisa ikut membuat aturan potong tangan, potong rabut, potong kuku hingga potong bulu kudu.

"Tidak usah menunggu kepemimpinan tunggal, tidak usah mengafir-ngafirkan. Tunggu Imam Mahdi saja lah, bro-bro! Itu lebih enak. Kita tidak tukaran (bertengkar). Siapa dia (Imam Mahdi itu)? Terserah karepe Gusti Allah," timpalnya. '

Ia mengajak kepada bolokurowo HTI agar jangan pakai cara-cara menuduh sistem ini kufur, sistem itu thaghut dan musyrik. "Kalau Allah menjanjikan khilafah tanpa syarat, ya sudah tunggu saja. Karena janji khilafah itu kan tidak bersyarat," terangnya.

Kalau HTI itu menunggu khilafah tanpa tuduhan thoghut dan kafir, sebagaimana umat Islam menunggu kedatangan Imam Mahdi, penolakan tidak akan terjadi dimana-mana. Dan, kedatangan Imam Mahdi itu tidak ada syarat dari Allah, selaiknya persyaratan masuk surga.

"Anda masuk surga, taatlah perintah, itu syarat. Kalau Imam Mahdi, syaratnya apa, kalau ada, tolong saya tunjukkan, wes ngono wae, tak pangan segane," ujarnya.

Sayangnya, Dr. Rofiq Al Amin baru menyadari hal itu setelah sekian lama ikut di HTI hingga sering datang ke rumah-rumah kiai di Pasuruan dan Lamongan untuk mengajak berjuang menegakkan khilafah, yang sebetulnya ilusi dan delusi kuasa.

"Aku ikut HTI kenapa? Aku bodoh waktu itu," ungkapnya. Ternyata, ia masuk HTI karena tidak sabar menunggu datangnya Imam Mahdi hingga terperosok dalam lubang prediksi "khilafah tegak setelah sekian tahun, setelah ini, setelah itu". Padahal, emboh! [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB