Berebut Kekuasaan Politik dengan Mengobarkan Permusuhan Pakai Al Maidah 51
Cari Berita

Advertisement

Berebut Kekuasaan Politik dengan Mengobarkan Permusuhan Pakai Al Maidah 51

Sabtu, 08 April 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Fathiya Hamka

DutaIslam.Com - “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim“ (QS: Al Baqoroh 62)

Ayat di atas sedang populer. Ayat itu juga selalu populer menjelang pemilu. Dalam hal pilkada DKI yang salah satu calon kuatnya adalah Nasrani, ayat ini menjadi semakin kuat bergema. Tapi apakah ayat ini soal pemilu? Apakah ini ayat soal pemilihan gubernur? Menurut saya bukan.

Sejarah Islam tidak pernah mengenal adanya pemilihan umum. Juga tak pernah ada pemilihan gubernur atau kepala daerah. Satu-satunya pemilihan yang pernah terjadi adalah pemilihan khalifah. Itu pun hanya 5 kali, dan hanya melibatkan sekelompok orang yang tinggal di Madinah. Gubernur khususnya adalah pejabat yang ditunjuk oleh khalifah. Tidak pernah dipilih.

Jadi ayat ini tentang apa? Wali atau awliya itu soal pemimpin wilayah atau daerahkah? Bukan. Bagaimana mungkin ada ayat yang mengatur tentang pemilihan pemimpin, padahal pemilihan itu tidak pernah terjadi?

Jadi, apa yang dimaksud? Apa makna wali atau awliya?

Wali artinya pelindung, atau sekutu. Ketika Nabi ditekan di Mekah, beliau menyuruh kaum Muslimin hijrah ke Habasyah (Ethopia). Rajanya yang seorang Nasrani, menerima orang-orang yang hijrah itu, melindungi mereka dari kejaran Quraisy Mekah. Inilah yang disebut wali, orang yang melindungi.

Kejadian ini direkam dalam surat Al-Maidah juga, ayat 81. Adapun ayat 51 yang melarang orang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pelindung itu adalah soal persekutuan dalam perang. Tidak ada sama sekali kaitannya dengan pemilihan pemimpin. Ini sudah pernah saya bahas, dan dibahas banyak orang.

Pagi ini, bangun tidur saya menyaksikan berita pilu. Orang-orang Arab dari Syiria dan Irak masih terus mengungsi. Ke mana? Ke Eropa. Siapa orang-orang Eropa itu? Muslimkah mereka? Sebagian besar bukan. Kebanyakan dari mereka, orang-orang Eropa itu, adalah Nasrani, atau ateis (musyrik). Tapi kini mereka menjadi pelindung bagi orang-orang Muslim, persis seperti ketika kaum Muslim hijrah ke Habasyah.

Jadi, cobalah orang-orang yang rajin melafalkan ayat Al-Maidah 51 itu berkhotbah kepada para pengungsi itu. Katakan kepada mereka bahwa meminta perlindungan kepada Nasrani, menjadikan mereka wali atau awliya itu haram hukumnya. Bisakah?

Ironisnya, dari siapa mereka lari? Dari kaum kafir? Bukan. Mereka lari karena ditindas oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri, kaum Muslim. Kaum Muslim yang berebut kekuasaan.

Tahukah Anda bahwa bibit konflik sesama muslim itu sudah terbentuk sejak Rasul wafat? Ketika orang-orang mulai kasak kusuk untuk mencari siapa yang akan jadi khalifah, padahal jenazah Rasul belum lagi diurus. Permusuhan itu abadi, mengalirkan darah jutaan kaum Muslimin sepanjang sejarah ribuan tahun, kekal hingga kini.

Tidakkah kita sebagai kaum Muslim malu ketika saudara-saudara kita dizalimi oleh saudara kita yang lain, mereka meminta perlindungan kepada kaum Nasrani dan kafir? Tapi pada saat yang sama mulut kita fasih mengucap ayat-ayat yang memusuhi orang-orang Nasrani, memelihara permusuhan kepada mereka.

Ingatlah, musuh abadi kita sebenarnya bukan Yahudi dan Nasrani, melainkan rasa permusuhan itu sendiri. Rasa permusuhan itulah yang telah mengalirkan banyak darah kaum Muslimin, mengalir menjadi kubangan darah sesama saudara. Sesama saudara pun bisa saling berbunuhan kalau ada permusuhan di antara mereka. Kenapa mereka berbunuhan? Politik. Perebutan kekuasaan.

Itulah yang sedang dilakukan banyak orang dengan Al-Maidah ayat 51. Berebut kekuasaan politik dengan mengobarkan permusuhan. Mereka sedang mengabadikan kebodohan yang sudah berlangsung 15 abad. Anda mau menjadi bagian dari kebodohan itu? Saya tidak. Karena saya tidak mau menjadi pengungsi seperti orang-orang Irak dan Syiria itu. [dutaislam.com/ab]

Fathiya Hamka, putri Buya Hamka

Source:
Manhajsalafi, judul awal: Konspirasi Jahat Pilgub DKI dengan Menggunakan Al-Maidah 51

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB