Pilkada DKI Proyek Ujicoba Membesarkan Kelompok Radikal Perindu Khilaf?
Cari Berita

Advertisement

Pilkada DKI Proyek Ujicoba Membesarkan Kelompok Radikal Perindu Khilaf?

Rabu, 22 Februari 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Serangkaian aksi Bela Islam di penghujung 2016 telah melukis kebangkitan kekuatan Islam yang selama ini terpecah dan tercecer. Penistaan agama adalah momentum, dan propaganda Al Maidah 51 adalah alat konsolidasi tokcer mengumpulkan masa Islam.

Koalisi longgar antara kelompok-kelompok Islam, FPI, MMI, HTI serta Ormas lain yang menyisip di dalamnya dapat kita teliti lebih dalam lagi. Terdapat tali-kelindan yang saling berinteraksi secara kokoh menguatkan satu sama lain yang bermuara pada kemenangan Anies di Pilkada DKI.

Kasus Al Maidah 51 yang menyeret Ahok mungkin hanya tuntutan antara. Momon politik DKI adalah pintu masuk radikalisasi Islam menancapkan kekuatannya. DKI Jakarta kemudian dijadikan medan tempur baru bagi kelompok Islam Trans-Nasional menunjukkan kekuatannya. Jakarta adalah kunci.

Untuk mendirikan khilafah memang tidak mudah. Perjuangannya mensyaratkan strategi yang jitu, militansi kader, dana yang besar dan sosok yang mempersatukan. Anies, bagi mereka, merupakan sosok yang tepat diposisikan sebagai tokoh yang “laku dijual” menjadi juara saat ini.

Inilah peluang yang dimanfaatkan secara baik oleh kelompok pendukung Khilafah Islamiyah saat ini. Terlebih lagi Anies adalah sosok yang cerdas, pandai bertutur, dan perawakannnya Arab, semakin cocok dengan selera. Simpelnya, Anies adalah sosok yang berkesuaian dengan kebutuhan gerakan Radikal Khalifah Islamiyah saat ini.

Dalam gerakan politik Islam, sama sekali tak diharamkan melancarkan strategi mengkapitalisasi situasi. Salah satu yang tengah mendapat angin adalah Hizbut Tahrir. Di Indonesia, HTI kini lebih gencar dan bernas menampakkan semangat ideologisnya. HTI didirikan pada 1953 di Al-Quds Palestina, dipelopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Mesir dan pernah menjadi hakim di Palestina.

HTI mengedepankan ideologi Khilafah Islamiyah yang terkoneksi dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Di Indonesia sejak 1980an, HTI lebih dominan bergerak di bawah tanah karena belum memiliki pengaruh ke dalam kekuasaan, kecuali ikut ambil bagian dalam mobilisasi aksi bela Islam (demonstrasi) sebagai taktik menunggang, namun tetap mengusung jargon anti-demokrasi dan nasionalisme.

Pada awal pergerakannya, HTI memanfaatkan dakwah di dalam masjid kampus, perumahan dan perkantoran. Di Indonesia, HTI tetap menganggap Pancasila bertentangan dengan Semangat Khilafah Islamiyah. HTI telah menjadi organisasi ilegal di Libanon, Suriah dan Yordania.

Namun di momentum elektoral DKI Jakarta, HTI tak perlu takut, segan apalagi malu ikut dalam demonstrasi besar atas nama bela agama. Ismail Yusanto, Jubir HTI bahkan terkesan berusaha mengadu domba antara Ahok dan NU. Hal ini menggambarkan adanya pembagian peran yang sistematis antar aktor-aktor dari kelompok mereka.

Aktor berikutnya yang patut dicermati adalah Ikhwanul Muslimin (IM) yang berpusat di Ismailiah, Mesir. IM berdiri sejak 1928 oleh Syaikh Hasan Al-Banna yang mengakomodir kelompok Salafi yang Wahabi sehingga kelompok ini kian besar seiring waktu. Dalam strukturnya terdapat institusi/biro rahasia jihadist bernama Tandhimul Jihad dibawah komando langsung IM.

IM masuk ke Indonesia melalui mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir, kelompok ini dinamakan Usrah. Satu Usrah minimal 7 orang dan maksimal 10 orang dan ada Amir sebagai penanggung jawab. IM memuthakirkan gerakannya di Indonesia melalui gerakan politik yang menamakan dirinya Tarbiyah.

Inilah bibit dari salah satu Partai Islam yang lumayan besar di Indonesia sejak 1998. Secara simbol, HTI, IM dan PKS memang ada kesamaan, yaitu bercelana cingkrang dan berjenggot. Secara paradigmatik mereka menganggap yang paling Islam, di antara kelompok Islam lainnya. Bahkan cenderung menyesat-nyesatkan.

Dalam kelembagaan dan formalisasi berdirinya syariah Islam, Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin bertemu dalam kutub yang sama. Dalam perjuangan dan strategi yang terbatas juga mengalami kecocokan dengan PKS. Semua aktor-aktor ini amat gemar mencari sarana jihad dan bertemu pada titik pintu terakhir, yaitu Istilamul Hukmi (merebut kekuasaan).

Modus operandinya adalah merekrut pemuda-pemudi yang tidak kritis, dan mudah dipengaruhi dan secara struktural tergolong ke dalam masyarakat ekonomi lemah dan memobilisasinya dalam isu sektarian menjadi gelombang aksi yang besar, kemudian mengganti rezim dan sistem sebuah negara.

Potongan-potongan analisis aktor tadi kian utuh menjadi gambaran yang jelas takala, Anies Baswedan bertemu dengan Rizieq Shihab (FPI) pada 1 Januari 2017 lalu. Dari kacamata politik, keduanya memiliki kecocokan visi dan misi yang sejalan. Kalau mau menang, maka Anies harus sowan ke FPI. Begitu kira-kira negosiasinya.

Terlebih HRS telah mendaulat diri sebagai Imam Besar Umat Islam. Padahal, sulit untuk menghindari identitas FPI yang terasosiasi dengan kekerasan dan radikalisme gerakan Islam. Bahkan jubir FPI Munarman konon juga telah membaiat secara massal anggota ISIS di Sudiang, Sulawesi Selatan (01/2015).

Kini tengah beredar foto Anies Baswedan bersama Hidayat Nur Wahid dan Yusuf Qaradhawi di Doha pada tahun 2009. Yusuf Qaradhawi sejarahnya memfatwa mati Qaddafi (Libia), bahkan Qaradhawi telah memfatwa mati semua pendukung Assad, termasuk ulama seperti Syekh Al Buthi (lihat wawancara Yusuf Qaradhawi di TV Al Jazeera (Qatar) 2013). Perlu diketahui, buku-buku Yusuf Qaradhawi adalah bacaan wajib bagi kader PKS.

Anies, Habib Rizieq (FPI), HTI, IM, PKS dan juga ISIS bukan tidak mungkin telah memainkan suatu operasi yang sistematis dalam menjalankan agenda tegaknya Khilafah Islamiyah. Momentum Pilkada DKI adalah proyek ujicoba yang secara ideologis dapat menjadi sarana pembesaran ideologi Radikal Islam.

Peluang sekecil apapun akan dimanfaatkan sebaik mungkin. Posisi Indonesia teramat penting untuk diabaikan dalam agenda perluasan penguasaan ideologi trans-nasional termasuk Khilafah Islamiyah dan kembali lagi, rakyat DKI Jakarta adalah penentunya. [dutaislam.com/ ab]

Source: https://chirpstory.com/li/347898, diedit seperlunya agar tidak terkesan membela Ahokers sotara-sotara!

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB