Kisah Kriminalisasi Mbah Hasyim Asy'ari di Zaman Belanda
Cari Berita

Advertisement

Kisah Kriminalisasi Mbah Hasyim Asy'ari di Zaman Belanda

Sabtu, 04 Februari 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - "Kami kemari minta keadilan, kiai". Demikian ucap salah seorang opsir dengan nada mengancam dan wajah tak bersahabat. Wajah Kiai Hasyim teduh, dan responnya masih sangat tenang menanggapi tuntutan tersebut. Meskipun wajah para santri yang hadir saat itu nampak kemerahan karena menahan amarah.

Tuntutan itu bermula dari pengeroyokan santri Tebuireng terhadap maling yang kepergok mencuri di pesantren sebakda magrib beberapa hari yang lalu. Maling tersebut ternyata umpan para preman dan muc1kari yang bersekongkol dengan opsir Belanda.

"Kiai, kami berikan pilihan-pilihan sebagai balasan keadilan karena kematian rekan kami. Pertama,  Kiai menyerahkan salah seorang santri kepada kami. Kedua,  kiai sendiri yang menyerahkan diri.
Dan yang ketiga, terpaksa Tebuireng akan kami bakar," gertak opsir tersebut dengan galak.

"Tidak kisanak,  itu semua kami tolak sebelum ada bukti yang kuat meninggalnya maling tersebut". Demikian jawab Hadratusy Syaikh dengan tenang. Beliau sangat paham, dibalik semua ini, ada konspirasi Belanda yang ingin menghancurkan Tebuireng karena sepak terjang beliau sudah dirasa mengusik Penjajah.

"Baiklah Kiai, kami beri waktu satu pekan untuk berpikir dan menimbang-nimbang pilihan-pilihan ini. Kalau demikian kami mohon pamit". Tutup opsir tersebut dan segera melangkah dengan diiringi 25 orang pasukannya.

Memasuki malam keenam dari hari ancaman tersebut, Kiai Hasyim tidak bisa tidur. Ia tatap langit dengan wajah khusyuk dan sangat mengiba kepada Allah ta'ala. Bagaimana bisa ia serahkan salah seorang santrinya untuk dibunuh dengan alasan yang tidak jelas. 

Dan untuk menyerahkan diri sungguh juga bukan pilihan yang tepat. Bukan karena ia pengecut dan tidak berani mati, namun itu bentuk kekalahan kepada kedzaliman. Namun membiarkan Tebuireng dibumi hanguskan juga bukan perkara sepele. Pesantren ini telah dirintis dari nol dengan izin Allah dan saat ini namanya sedang berkibar di seantero Nusantara. 

MasyaAllah, sungguh pilihan-pilihan ini teramat sulit dan hanya kepada Allah lah tempat berserah diri dan mengadu. Maka beliau habiskan malam itu dengan tahajjud dan munajat. Menjelang subuh, ia keliling ke kamar-kamar santri untuk membangunkan mereka seperti kebiasaan yang telah dilakukan selama ini, seolah tidak ada apa-apa.

Pagi harinya, beliau mengumpulkan para santri senior untuk diajak musyawarah mengenai ancaman tersebut. Sebagian besar mengusulkan untuk melawan kedzaliman ini, namun Sang Kiai terlihat tidak setuju. Meski mereka sudah banyak menguasai ilmu beladiri yang diajarkan oleh para kiai Buntet, namun melawan Belanda dalam kondisi saat itu bisa berakibat fatal.

"Saya telah tahajjud, istikharah dan melakukan muwazanat, maka dengan Bismillah saya mengambil keputusan; kita biarkan mereka membakar Tebuireng". Demikian ucap beliau menanggapi masukan dan saran para santrinya. 

"Ingat anakku, yang kita hadapi bukan hanya Belanda, namun juga para preman yang notabene adalah saudara sebangsa kita sendiri, sehingga tidak tepat kita hadapi mereka secara fisik. Dan sungguh saya sangat mencintai pesantren ini. Namun membiarkannya dibakar itu bisa lebih ringan madharatnya karena bagaimana pun kamar-kamar yang kalian huni itu dulunya adalah kamar-kamar para pelacur. Biarlah ia hangus bersama dosa-dosa mereka yang telah taubat dan mudah-mudahan bisa kita bangun lagi dari awal".

Meskipun berat, akhirnya para santri senior itu pun menerima keputusan Sang Penakluk Badai. Persis pada malam kedelapan, para preman dan para opsir itu datang dengan kemarahan yang meluap karena mendapati pesantren telah kosong tanpa penghuni. 

"Dasar kiai teng!k, pengecut, takut mati, kiai tak bertanggung jawab, keluar kau Bangs4t!," demikian sumpah serap4h keluar dari mulut comberan mereka. Namun yang dipanggil tak kunjung tampak karena Sang Kiai telah membawa ratusan santrinya pergi meninggalkan lokasi.

Dan akhirnya dengan sangat garang mereka membumihanguskan pesantren Tebuireng. Api segera melahap pesantren yang sebagian besar bangunannya terbuat dari kayu tersebut.

Dan, dari jarak sekitar dua kilometer, di sebuah tanah kosong yang dikelilingi hutan perdu, Kiai Hasyim dan ratusan santrinya menatap api yang membumbung tinggi dan asapnya menghitamkan cakrawala.
 
Beliau menatapnya dengan wajah penuh duka. Sedangkan ratusan santri tak kuasa menahan tangis melihat tempatnya belajar dihancurkan para penjahat.

Menjelang subuh, ketika api sudah padam dan pesantren telah menjadi abu dan puing-puing, Sang Kiyai dan para santrinya menatap reruntuhan pesantren dengan perasaan yang tak bisa dilukisan. Selesai.

*****
Saudaraku,  kriminalisasi ulama tidak hanya terjadi saat ini. Sejak zaman dahulu hal ini sudah biasa dilakukan oleh para pelaku maksiat dan penguasa yang dzalim. Maka jangan panik dengan kondisi sosial politik kita saat ini. Ingatlah bahwa sejarah selalu mengulang dirinya. 

Yang lebih penting bagi kita adalah, saat kejadian seperti ini terulang dalam sejarah kita berada dipihak mana? Dipihak preman kah, penguasa dzalim kah atau dipihak pejuang?

Seorang ulama adalah pemimpin umat, maka wajib kembali kepada Allah di saat kondisi seperti ini. Serahkan semua urusan hanya kepadanya. Jangan sedikit pun terlintas dalam benak kita bahwa kita bisa mengatasinya dengan usaha dan ikhtiar kita.

Dan terakhir, -menggunakan fiqih muwazanat,- adalah tugas keulamaan yang kadang bagi sebagian orang belum dipahami hikmahnya saat itu.

Maka dalam kelanjutan kisah diatas, dalam hitungan kurang dari enam bulan, Tebuireng sudah berdiri kembali dengan bangunan yang lebih kokoh dan permanen, dan namanya semakin harum di nusantara.

Tebuireng pun akhirnya menjadi markas lahirnya Nahdlatul Ulama, wadah perjuangan para santri dan ulama sejak dulu. Bahkan sejak awal berdiri selalu terdepan dalam memperjuangkan Islam dan umat Islam sehingga kita semua patut berdoa semoga ormas terbesar ini tetap istiqomah dengan khittahnya (1926) dan mewarisi ruh perjuangan para pendirinya. [dutaislam.com/ed]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB