Imam Condro, Pejuang dari Pekalongan yang Anti Bom Belanda
Cari Berita

Advertisement

Imam Condro, Pejuang dari Pekalongan yang Anti Bom Belanda

Senin, 23 Januari 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Di Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, dulu ada seorang pejuang kemerdekaan sekaligus bernama Imam Condro, komandan brigade Samber Nyawa. Lahir pada tahun 1926 dan wafat pada tahun 1966.

Imam Condro merupakan anak pertama dari 14 bersaudara. Sejak kecil dikenal memiliki kelebihan dibandingkan anak sebayanya. Adiknya, Kolonel Syamsul Hadi mengisahkan, semasa kecilnya, Imam Condro gemar mencari ikan dan ular.

"Suatu saat beliau Imam Condro mencari ular dan digigit, namun gigitan itu tidak membekas di tubuhnya dan justru ular itu dapat dilumpuhkan," ujar Syamsul berkisah kehebatan kakaknya itu. 

Pada masa perjuangan, atas perintah Pemerintah Indonesia waktu itu, Imam Condro diangkat menjadi seorang Brigadir dan membentuk pasukan dengan nama Brigade Samber Nyowo, yang berhasil mengusir kolonial Belanda dari wilayahnya.

"Namun setiap Imam Condro berjuang, ayahanda selalu ditangkap dan dimasukan ke penjara Kedungwuni masa itu," ungkap Syamsul Hadi.

“Belanda menangkap dan memenjarakan ayahanda karena ingin agar Imam Condro menyerahkan diri. Namun Imam Condro seperti yang pernah diamanatkan oleh ayahanda, agar tetap berjuang membela tanah air, apapun yang terjadi," kenang Syamsul Hadi dengan meneteskan air mata.

Atas pesan tersebut, Imam Condro tegar tidak mau menyerahkan diri ke penjajah walau apapun yang akan terjadi, termasuk soal keselamatan ayahnya. Justru yang terjadi, kata Syamsul, Imam Condro semakin ganas mengusir penjajah Belanda dari tanah air tercinta. 

Suatu ketika Brigade Samber Nyowo dibombardir oleh Belanda. Saat itu anak buahnya kocar-kacir dan lari tunggang langgang. Namun dengan keberanian dan kelebihan yang dimilikinya, Imam Condro justru maju ke arah tentara Belanda yang membombardir dengan mortir, dan Imam Condro memegang mortir itu agar tidak mengenai anak buahnya. 

"Dan aneh tapi nyata, mortir itu meledak digenggaman Imam Condro, pakaiannya compang-camping akibat ledakan mortir tersebut, namun badan Imam Condro tidak terluka sedikitpun," tandas Syamsul Hadi. "Sejak kejadian itu Imam Condro ditakuti oleh pasukan Belanda," imbuhnya. 

Kolonel Syamsul Hadi juga mengatakan bahwa Imam Condro meninggal dunia pada tahun 1966. Disaksikan oleh seluruh keluarga, Imam Condro menghembuskan nafas terakhir pada saat berzikir setelah selesai sholat.

Imam Condro meninggalnya seperti ayahanda yang juga wafat kala sedang melakukan ibadah sholat. Bedanya, kalau ayahanda saat itu meninggal pada rakaat terakhir pada waktu sholat. [dutaislam.com/ ab]

Source: Kisah di atas disadur Dutaislam.com dari tulisan Ustadz Amin Nur, santri senior PP. Attaufiqy Wonopringgo, Pekalongan, Jateng. 

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB