Dialog di Tebuireng, Ini Penjelasan Quraish Syihab Soal Jilbab dan Kerudung
Cari Berita

Advertisement

Dialog di Tebuireng, Ini Penjelasan Quraish Syihab Soal Jilbab dan Kerudung

Senin, 26 Desember 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Berdoa bersama: Prof. Quraish Syihab saat silaturrahim ke Tebuireng Jombang,
Senin (26/12/2016). Foto: day.
DutaIslam.Com - Pakar tafsir Al-Quran Quraish Shihab didampingi keluarga besar Pusat Studi Al-Quran (PSQ) Jakarta berkunjung ke Pesantren Tebuireng Jombang, Senin (26/12/2016). Dalam kunjungan tersebut, Quraish mengajak kalangan pesantren dan seluruh masyarakat untuk senantiasa menghormati perbedaan dan mengembangkan budaya Islam yang damai.

Pria yang dikenal luas sebagai ahli tafsir itu menegaskan, menghormati pendapat yang berbeda bukan berarti menerimanya. "Kita hidup dalam masyarakat yang memiliki budaya yang sangat plural. Karena itu, semua pendapat yang berbeda, harus kita hormati. Dan, menghormati pendapat yang berbeda itu bukan berarti menerimanya," tandas ayah dari presenter Najwa Shihab ini. (Baca: Memesona, Ketika Para Guru Mulia Berkumpul)

Quraish lalu mencontohkan bagaimana muslimah Indonesia zaman dulu hanya mengenakan kerudung yang diselempangkan di kepala, dan tetap menampakkan sebagian rambut mereka. Berbeda dengan jilbab yang dikenakan perempuan zaman sekarang, yang menutupi seluruh kepala.

Menurut dia, para ulama zaman dahulu membiarkan praktik tersebut bukan tanpa dasar. Pasalnya, setiap pemikiran dan praktik keagamaan tidak bisa dilepaskan dari budaya yang berlaku di masyarakat. "Pasti para ulama waktu itu mempertimbangkan konteks budaya yang berkembang di masyarakat," ujarnya.

Pendiri Pusat Studi Al-Quran ini pun mengajak kalangan pesantren untuk menjadikan konteks budaya sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan pemikiran dan studi Al-Quran. "Dalam konteks studi dan pengembangan nilai-nilai Al-Quran, jangan sampai penafsiran kita tidak sejalan dengan budaya yang berkembang di masyarakat," imbuhnya.

Meski demikian, menurut lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini, penghormatan terhadap perbedaan juga dibatasi pada budaya dan pendapat yang mengarah pada kedamaian. "Semua pendapat yang berbeda, dari manapun datangnya, selama bercirikan kedamaian, harus kita hormati. Pendapat yang berbeda dengan kita, tapi tidak bercirikan kedamaian, (harus) kita tolak," tegasnya.

Dialog terbuka yang berlangsung di Aula Gedung Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng itu diikuti oleh ratusan kiai dan pengajar Al-Quran dari seluruh Jawa Timur. Quraish Shihab yang datang bersama istri dan sebagian anak cucunya serta didampingi Direktur PSQ Mukhlis M Hanafi disambut hangat oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid beserta Nyai Hj. Farida Salahuddin.

Tampak hadir dalam forum dialog tersebut, Pengasuh PP Roudhotu Tahfidhil Quran Perak Jombang KH Masduqi, Mudir Madrasatul Quran Tebuireng KH Syakir Ridwan dan Mudir Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng Nur Hannan.

Sebelum mengakhiri dialog, Quraish menegaskan bahwa penjelasannya soal jilbab bukan berarti mengajak yang sudah berjilbab untuk melepaskan jilbab mereka. "Saya hanya tersinggung kalau orang tua kita yang dulu hanya berkerudung dianggap tidak menutup aurat. Sebab, ibu saya dulu juga tidak berjilbab (seperti orang sekarang)," ujarnya disambut tawa hadirin.

Menjelang akhir kunjungannya, Quraish Shihab beserta keluarga menyempatkan berziarah ke makam KH Hasyim Asy'ari dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat akan keluar dari Kompleks Maqbaroh Pesantren Tebuireng, Quraish dan istrinya sempat mengalami kesulitan karena ratusan peziarah yang sedang memadati lokasi tersebut berebut menyalami keduanya. [dutaislam.com/ day]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB