Generasi yang Hanya Senang Melafalkan Al-Qur'an
Cari Berita

Advertisement

Generasi yang Hanya Senang Melafalkan Al-Qur'an

Kamis, 20 Oktober 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Dosen ilmu tasawuf Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Shodiq menyampaikan tujuh hal yang harus dilakukan untuk menghormati Al-Qur’an. Pertama, yang harus dilakukan umat Islam membacanya.

Membaca di sini bukan sekadar membaca. "Kalau membaca Al-Qur’an tanpa remuk redam hatinya atau menangis, berarti ada masalah dalam keimanannya terhadap kitab itu,” katanya saat berceramah di yang diselenggarakan Himpunan Qari' dan Qariah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di gedung Student Center, pada Selasa (18/10).

Kiai Shodiq mengutip pernyataan seorang sufi besar, Malik bin Dinar, bahwa tidak beriman seorang hamba dengan Al-Qur’an ini kecuali akan remuk redam hancur hatinya. Pernyataan ini ia kutip dari kitab Addurarul Mansur karya Imam Suyuti.

“Kalau udah bener imannya, ndak mungkin kamu gak gemetar membacanya,” ucapnya.

Setelah itu, menghafalnya. Dalam menghafal, kita tidak dituntut untuk menghafalkan semuanya. Tidak cukup sampai menghafal, kita juga harus memahaminya. Namun, kita juga jangan berpuas diri sampai pada tahapan memahami.

Di akhir zaman nanti, Kiai Shodiq menjelaskan, akan banyak generasi yang hanya senang melafalkan Al-Qur’an dan Al-Qur’an cuma menjadi wacana diskusi, tetapi tidak merasuk ke dalam hati.
Tentu tidak akan ada gunanya kalau hanya memahami aturan tetapi melanggarnya. 

Maka dari itu, kewajiban kita selanjutnya adalah melaksanakan. Dia mencontohkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi, udzkurullah dzikran katsira. Kita mengetahui, paham, dan hafal ayat tersebut. Tetapi kita tidak berzikir banyak-banyak. “Lah terus untuk apa?” tanyanya dengan nada menyindir.


Selanjutnya membiasakan. Melaksanakan tidak cukup sekali. Lawan nafsu untuk terus melaksanakannya terus menerus.

Membiasakan itu masih bisa goyah. Maka, tahap selanjutnya adalah kita harus mempribadikan Al-Qur’an. Artinya, kita harus menjadikan Al-Qur’an itu sebagai akhlak kita. “Akhlaknya Rasul itu ya Al-Qur’an,” ujar Kepala Pusat Ma'had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengutip pernyataan Sayyidah Aisyah.

“Quran itu bukan lagi dalam pikiran, tapi sudah masuk dalam perasaan,” lanjutnya.
Setelah semua langkah itu terpenuhi, maka tahapan terakhir, menurutnya, adalah kita harus memasyarakatkan Al-Qur’an. Mereka yang melakukan tujuh hal di atas adalah ahlullah fil arld, keluarga Allah di bumi. [dutaislam.com/ syakir/ abdullah alawi]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB