10 Modus Kristenisasi yang Membahayakan Keutuhan NKRI
Cari Berita

Advertisement

10 Modus Kristenisasi yang Membahayakan Keutuhan NKRI

Rabu, 05 Oktober 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh: Muhammad Faisal, S.Pd, M.MPd

DutaIslam.Com - D.W. Ellis menyatakan bahwa kewajiban mengabarkan Injil adalah tanggung jawab setiap orang Kristen yang telah menerima Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamatnya. Menurutnya, setiap orang percaya wajib mengabarkan Injil sesuai kemampuan dan karunia-karunia yang dianugerahkan Roh Kudus kepadanya.

Berdasarkan hal ini, orang Kristen yang tidak melakukan Kristenisasi berarti berkhianat kepada Tuhan mereka. Oleh karena itu, Kristenisasi akan senantiasa muncul selama masih ada orang Kristen dan menjadi problem bagi bangsa yang akan dikristenkan, termasuk umat Islam. Berikut ini sebagian dari modus-modus Kristenisasi yang terjadi pascareformasi.

1. Membangun Gereja Ilegal

Keberadaan gereja bagi orang Kristen tidak hanya berfungsi sebagai tempat ritual Kristen. Gereja tidak hanya dipandang sebagai sebuah bangunan. J. Darminta, S.J. mengatakan bahwa pada dasarnya Gereja dibentuk untuk melaksanakan misi dari Yesus Kristus, yaitu untuk evangelisasi.

Keberadaan Gereja untuk evangelisasi ini ialah seperti yang dipesankan oleh Yesus Kristus pada akhir Injil Matius, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28: 18-20).

Menurutnya, yang hakiki dan unsur utama evangelisasi ialah pewartaan Yesus Kristus sebagai Penyelamat dan membentuk komunitas para murid Yesus. Lebih lanjut, J. Darminta menegaskan bahwa evangelisasi sungguh merupakan tantangan utama Gereja yang mendesak di Indonesia. Evangelisasi juga menjadi tantangan bagi mereka yang menjadi bagian hidup dan kesucian Gereja, yaitu Tarekat religius-tarekat religius.

Berdasarkan penjelasan J. Darminta, pembangunan dan pembentukan gereja juga mempunyai tujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Pembangunan dan pembentukan gereja akan menjadi masalah jika dilakukan di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Oleh karena itulah, pada 1969 dikeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/MDN-MAG/1969 yang di antaranya menyatakan bahwa setiap pendirian rumah ibadat perlu mendapatkan izin dari Kepala Daerah atau pejabat Pemerintah di bawahnya.

Peraturan ini diperbarui pada 2006 dengan dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 εt 8/2006. Oleh pihak Kristen, peraturan ini dianggap merugikan mereka. Dalam banyak kasus, mereka juga tidak mengindahkan peraturan ini.

Banyak gereja didirikan atau baru akan didirikan pada era reformasi dengan tidak mengindahkan peraturan tadi, bahkan dilakukan dengan cara manipulasi. Misalnya saja, pihak Katolik berencana mendirikan gereja di Kampung Kramat, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dengan cara menyuap warga. Aksi ini nyaris memicu konflik antarwarga pada Idul Fitri 1426 H (November 2005).

Pihak Katolik mengundang warga untuk menandatangani surat pernyataan tidak keberatan atas pendirian gereja Katolik di RW 04 Kampung Kramat dan mengumpulkan fotocopy KTP dan KK. Sebagai imbalannya, warga yang sebagian besar berpendidikan rendah dan tidak mengetahui apa isi surat tersebut diberi dana kompensasi sebesar satu juta rupiah oleh orang yang mengaku bernama Tarmizi. Khusus untuk ketua RT, seperti pengakuan Amir ketua RT 01, ditawari uang 20 juta rupiah. Padahal 99% warga Kampung Kramat beragama Islam.

Pertengahan tahun 2005 menjadi catatan hitam keberadaan gereja-gereja liar. Di Jawa Barat, puluhan rumah yang disalahfungsikan menjadi gereja liar ditertibkan warga setempat. Umumnya, gereja liar tersebut berada di perkampungan yang mayoritas Muslim. Misalnya, pada 14 April 2005, masyarakat Bandung yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) mengunjungi Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Jl. Kebon Jati untuk menuntut penghentian kegiatan penyebaran agama Kristen di pemukiman Muslim dan penertiban gereja-gereja liar.

Pada 8 Mei 2005, masyarakat Lembang Bandung menuntut pejabat pimpinan HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) “Persiapan Lembang” di Jl. Jayagiri 26 Lembang untuk mengembalikan fungsi garasi yang dijadikan sarana kebaktian.

Pada 21 Mei 2005, masyarakat bersama AGAP menutup dan meratakan gereja ilegal di Cisewu, Garut, atas izin dari Gereja Kristen Pasundan Bandung sesuai kesepakatan yang dibuat pada 21 April 2005. Gereja liar ini selama itu dijadikan tempat pemurtadan Muslim Garut.

Bekasi menjadi ladang subur bagi gereja liar. Banyak gereja ilegal tersebar di berbagai perumahan, rumah kontrakan, ruko, mall, dan hotel. Menurut Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Ustadz Bardruzzaman Busyairi, jumlah gereja liar di kabupaten dan kota Bekasi mencapai 224 lokasi. Di Perumahan Taman Galaxi RT 05 RW 17 terdapat 7 gereja permanen, namun hanya satu yang mengurus IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Perkembangan jumlah gereja di Indonesia memang luar biasa. Berdasarkan laporan Kementrian Agama RI bahwa sejak 1974 hingga 2004, jumlah gereja di Indonesia naik hingga 231 %. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008 mengungkapkan, Kristen memiliki 47.106 gereja di seluruh Indonesia. Persebaran gereja Kristen pada sepuluh daerah terbesar adalah Sumatra Utara (11.158 gereja), Papua (4.648 gereja), Sulawesi Utara (4.247 gereja), NTT (3.974 gereja) dan Jawa Tengah (2.519 gereja), sementara DKI Jakarta sebanyak 555 gereja. Lima lainnya yaitu Kalimantan Barat (2.351 gereja), Sulawesi Selatan (2.302 gereja), Jawa Timur (1.947 gereja), Sulawesi Tengah (1.833 gereja) dan Kalimantan Tengah (1.487 gereja).

Masih dari data BPS, jumlah gereja Katolik di seluruh Indonesia tak sebanyak gereja Kristen, yakni 12.242. Persebaran di sepuluh daerah terbesar terdapat di Kalimantan Barat (2.245 gereja), Sumatra Utara (2.194 gereja), NTT (1.842 gereja), Papua (978 gereja), dan Jawa Tengah (569). Lima lainnya, yakni Sulawesi Selatan (439 gereja), Jawa Timur (415 gereja), Kalimantan Timur (412 gereja), Lampung (361 gereja), Kalimantan Tengah (346 gereja), sementara di DKI sebanyak 188 gereja.

Merujuk pada data BPS itu, jika jumlah gereja Kristen dan Katolik digabung, maka jumlah gereja di seluruh Indonesia sampai tahun 2008 mencapai 59.348. Jumlah ini belum termasuk gereja liar yang bertaburan di rumah-rumah penduduk dan rumah took (ruko) di hampir semua wilayah Indonesia. Gereja-gereja liar ini muncul tanpa izin resmi dari pemerintah daerah setempat.

Sementara itu, umat Islam yang “katanya” mayoritas (sekitar 80 %) dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, dari sumber data yang sama hanya memiliki 243.091 masjid di seluruh Indonesia. Artinya, jumlah gereja yang terdaftar di seluruh Indonesia mencapai sekitar 25 % dibanding masjid. Jumlah ini dipastikan membengkak jika ditambahkan dengan gereja liar di seluruh Indonesia. Pertanyaannya, dari hasil sensus BPS 2010 ini, apakah jumlah gereja juga akan terkerek naik lagi?

Sepuluh propinsi yang memiliki jumlah masjid terbanyak di seluruh Indonesia adalah Jawa Barat (53.019 masjid), Jawa Tengah (41.340 masjid), Jawa Timur (39.130 masjid), Sulawesi Selatan (11.043 masjid) dan Lampung (10.505 masjid). Lima lainnya antara lain Banten (8.313 masjid), Sumatera Selatan (7.570 masjid), DIY (6.625 masjid), Riau (5.718 masjid), dan NTB (5.203 masjid), sementara DKI Jakarta memiliki 3.037 masjid.

2. Kristenisasi melalui pendidikan

Kristenisasi melalui pendidikan dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberi bantuan biaya sekolah dan beasiswa, berkedok kampanye antinarkoba di kalangan pelajar, dan mewajibkan siswa Muslim untuk mengikuti pendidikan agama Kristen. Para pelajar dan mahasiswa pun menjadi sasaran para misionaris.

Pada pertengahan Maret 2001, kelompok misionaris yang menamakan diri Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI) membagi-bagikan paket gratis kepada para pelajar di Surakarta berisi sebuah kaset mengenai kisah Yesus menurut Injil Lukas dengan ditutup kampanye antinarkoba bertajuk “Say No Drugs!” dan kiat belajar efektif. Dalam paket itu juga terdapat obat-obatan dan permen produksi sebuah perusahaan obat dan permen terkemuka. Banyak siswa-siswi SMA Negeri 1, 2, dan 3 Surakarta yang menerima paket tersebut.

Di kampung Kamasan di kawasan Anyer Propinsi Banten, gerakan Kristenisasi mendompleng Kementrian Pemberdayaan Perempuan dengan berkedok bantuan dan misi pendidikan. Pada Maret 2004, instansi ini melakukan Bakti Sosial berupa pembagian buku dan alat tulis. Bahan-bahan bacaan agama Kristen yang meliputi Injil dalam versi komik, buku mewarnai bergambar gereja, dan alat-alat lainnya yang bersimbol salib memenuhi paket bantuan. Padahal paket bantuan ini disebar ke beberapa sekolah dasar, bahkan ke madrasah-madrasah yang tersebar di pelosok-pelosok kecamatan Anyer.

3. Kristenisasi Melalui Bantuan dan Kegiatan Sosial

Bencana dan kesusahan yang menimpa umat Islam menjadi kesempatan emas bagi pihak Kristen untuk melakukan Kristenisasi. Mereka menawarkan bantuan, namun berbuntut dengan pemurtadan. Banyak kasus Kristenisasi melalui bantuan dan kegiatan sosial terjadi berulang kali. Misalnya, ketika terjadi bencana dan gempa bumi di Aceh pada Desember 2004, banyak misionaris Kristen datang sebagai relawan membawa bantuan sosial sekaligus melakukan pemurtadan. Scott Binner, misalnya, seorang pastur berkewarganegaraan Amerika.

Dia menceritakan keberhasilan para misionaris di Aceh pascatsunami. Menurutnya, ada sekitar 300 anak asli Aceh yang pada Februari 2005 telah berada di sebuah sekolah Katolik di Medan, Sumatera Utara. Di sekolah yang tidak disebutkan namanya itu, Binnet mengatakan, 300 anak asli Aceh akan dirawat, diobati dan nanti disekolahkan.

Kasus Kristenisasi melalui bantuan dan kegiatan sosial juga terjadi ketika gempa bumi menimpa Yogyakarta pada Juni 2006, lalu Padang pada Oktober 2009. Demikian juga ketika Gunung Merapi meletus pada Nopember 2010. Banyak pengungsi menjadi korban pemurtadan, terutama mereka yang mengungsi ke gereja-gereja.

Beberapa kasus lain terjadi di Bekasi dan Jakarta. Pertama, acara Bekasi Berbagi Bahagia (BBB) yang diselenggarakan Yayasan Mahanaim tahun 2008. Izin acara hanya perlombaan tumpeng dan pernikahan massal. Akan tetapi, Yayasan Mahanaim yang ternyata adalah Yayasan Kristen telah menyiapkan kolam berisi air. Setelah acara berlangsung, seluruh peserta tiba-tiba diminta masuk ke dalam kolam, kemudian diberi roti dan minuman. Ritual ini sebenarnya adalah pembabtisan. Tapi karena acara ini menggunakan logo Pemkot Bekasi, tanpa memunculkan logo gereja atau Kristen, peserta dan masyarakat pun tak menyadarinya, apalagi berbagai hadiah telah disiapkan.

Kedua, masih di Bekasi, dengan memanfaatkan momen hari pendidikan nasional, sebuah yayasan Kristen menggelar acara karnaval Bekasi Anti Narkoba. Selain mencatut Pemkot Bekasi, acara ini juga menempel pada Badan Narkotika Kota (BNK) Bekasi. Tapi faktanya, acara ini merupakan upaya Kristenisasi dengan membuat formasi Salib di halaman masjid Al-Barkah Bekasi dan menggunakan simbol-simbol Kristen. Kegiatan jelas melanggar kode etik penyiaran agama yang sudah diatur pemerintah.

Ketiga, pada momentum kebangkitan nasional sebuah acara nasional digelar oleh LSM Kristen di Monas dengan tajuk “Bangkitlah Indonesiaku”. Tak kurang dari 300 ribu orang dari berbagai kota di sekitar Jakarta terlibat pada acara ini. Bahkan hadir juga utusan dari misi Kristen asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Selain itu, beberapa pengurus majelis taklim diangkut menggunakan bus. Semua acara dikemas dalam bentuk peringatan kebangkitan nasional dan pasar murah.

Beberapa tahun belakangan, Bekasi memang menjadi ladang subur Kristenisasi yang dilakukan dengan berbagai kegiatan, termasuk kegiatan sosial. Ev. Iin Tjipto, salah seorang aktivis Yayasan Mahanaim, menulis, “Begitu pun dengan Bekasi, kota dimana Tuhan menempatkan saya dan teman-teman di Mahanaim. Sejak kami tinggal di Bekasi, secara intens/terus menerus Tuhan membawa dan mengajari kami masuk dalam peperangan rohani untuk mengubah kota Bekasi seperti yang Tuhan mau. Dan kami melihat dampaknya sangat nyata, membawa perubahan dalam suasana kehidupan kota kami.”

4. Kristenisasi Melalui Politik
Pihak Kristen berusaha menguasai politik Indonesia untuk melemahkan pengaruh Islam dan mewujudkan negeri ini sebagai “kerajaan Allah”. Hal ini mereka lakukan sejak Indonesia merdeka hingga pascareformasi. Pada awal reformasi, mereka menggalang opini untuk meruntuhkan kredibilitas pemerintahan Habibie. Bersama kelompok Marxisme-Leninisme, kelompok Katolik Jesuit aktif melakukan demo dan tindakan brutal.
Kemudian pada 2003, kalangan Kristen menurunkan ribuan massa menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi UU di DPR. Undang-Undang ini mewajibkan sekolah agar mengajarkan agama sesuai agama anak didiknya. Mereka pun menunggangi Fraksi PDIP memboikot Rapat Paripurna DPR dengan agenda pencegahan RUU menjadi UU.
Di daerah yang dikuasai oleh mayoritas Kristen, seperti di Manokwari Papua, pihak Kristen melakukan tindakan diskriminatif terhadap umat Islam. Bantuan pemerintah untuk pembangunan tempat ibadah hamper 70% dialokasikan untuk pembangunan gereja, sedangkan untuk masjid dan peribadatan umat lainnya paling besar 30%.

Pada 2007, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Manokwari sempat memfasilitasi rancangan peraturan daerah (Raperda) pembinaan mental dan spiritual berbasis Injil. Ide Raperda ini berasal dari sekelompok orang Kristen yang tergabung dalam Gereja Kristen Indonesia. Mereka ingin Manokwari menjadi kota Injil. Raperda ini jelas ditolak oleh umat Islam.

5. Kristenisasi Melalui Hiburan

Kristenisasi melalui hiburan dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, mengamen dengan lagu-lagu gereja di bis kota , menyusupkan video klip berisi propaganda tentang Yesus pada VCD bajakan lagu-lagu Islami Haddad Alwi dan paket wisata seperti yang terjadi di Garut pada awal Januari 2009. Sebanyak 34 orang dari Kecamatan Kadungora dan 1 orang dari Kecamatan Leles dibaptis dalam acara wisata ke Pangandaran. Setibanya di Pangandaran, mereka dibawa ke sebuah gereja dalam keadaan lapar dan diminta menandatangani surat pernyataan kesiapan pembaptisan. Setelah surat itu ditandangani, mereka dimandikan kemudian dibaptis.

6. Melecehkan Islam dan Memanipulasi Ayat Al-Quran dan Al-Hadits

Tujuan modus ini adalah untuk merusak citra Islam dan meragukan umat terhadap kebenaran ajarannya. Sejak reformasi digulirkan, banyak orang Kristen berani melecehkan Islam dengan terang-terangan. Pada pertengahan 1999, beberapa brosur dan buletin Dakwah Ukhuwah terbitan Nehemia Centre tersebar di kalangan masyarakat Muslim.
Di antara judul brosur tersebut: Siapakah Yang Bernama Allah Itu, Membina Kerukunan Hidup Umat Beragama, dan Rahasia Jalan ke Surga. Ada juga yang berbentuk buku kecil, seperti Upacara Ibadah Haji, Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Menyelamatkan, Isa Alaihisalam dalam Pandangan Islam, dan Riwayat Singkat Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Buku-buku tersebut dikarang oleh orang yang sama, yaitu Drs Poernomo Winangun alias H Amos, tanpa penerbit. Buletin, brosur maupun buku-buku kecil tersebut banyak mengutip ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun isinya menyerang Islam. Buku Riwayat Singkat Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, misalnya, menyebut Siti Khadijah sebagai pemeluk Kristen yang sangat patuh dan paham bahasa Arab. Dia menerjemahkan Kitab Injil dari Bahasa Ibrani ke Bahasa Arab (hlm 11). Lalu yang dimaksud dengan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berpegang kepada Alkitab ialah Taurat dan Injil, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, karena Al-Qur’an pada waktu Muhammad SAW wafat belum terwujud. Sementara itu, yang dimaksud dengan Sunnah Rasul-Nya adalah perintah dan perbuatan Nabi yang tercantum dalam Alkitab, yaitu perintah dan perbuatan Nabi Isa as putera Maryam (hlm 44).

Kemudian pada Ramadhan 1424 (Nopember 2003), umat Islam resah dengan tersebarnya buku Islamic Invasion dan Who is This Allah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta komik yang melecehkan Islam. Komik ini di antaranya menceritakan bahwa kaum Muslimin menyembah Dewa Bulan dan menyuruh untuk membunuh orang lain yang mengatakan demikian. Di beberapa tempat, buku dan komik tersebut dibagi secara gratis oleh para aktivis Kristen kepada para mualaf, bahkan ke murid dan guru Muslim. Aktivis Kristen itu meminta agar guru tersebut membaca buku itu secara tuntas dan menghayati isinya.

Di Malang, pada 17-19 Desember 2006, sekelompok orang Kristen dengan berpakaian Muslim mengadakan training doa. Dalam acara ini, seorang trainer memegang mushaf Al-Qur’an sambil berceramah dengan kata-kata hujatan. Dia lalu mengangkat Al-Qur’an itu tinggi-tinggi sambil berkata, “Di dalam buku ini (maksudnya Al-Qur’an) terdapat ajaran yang menyesatkan berjuta-juta orang. Kemudian, orang itu meletakkan Al-Qur’an di lantai, sedangkan jemaat lain mengitarinya sambil mengeluarkan kata-kata kutukan. Acara yang diadakan oleh Lembaga Pengembangan Mahasiswa (LPMI) wilayah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara itu selanjutnya disebarkan lewat VCD dan mengundang protes umat Islam.

7. Mengklaim Beberapa Tokoh Islam Telah Masuk Kristen

Untuk meragukan umat terhadap Islam, pihak Kristen memfitnah beberapa tokoh Islam telah masuk Kristen. Seorang pendeta yang mengaku bernama Mohammad Filemon pada 2003 rajin memberikan ceramah kesaksian yang cukup spektakuler. Dia mengaku telah membaptis KH Zaenuddin MZ. Ceramah kesaksian itu direkam dalam VCD dan dijual di gereja. Setahun berikutnya, giliran pelawak Muslim asal Sunda, Kang Ibing, yang difitnah telah dibaptis masuk Kristen. Dalam acara Diklat Antisipasi Pemurtadan di Masjid Al-Fajr Buah Batu Bandung pada 26 Desember 2004, Kang Ibing menolak tuduhan itu.

8. Merekayasa Aliran Sesat

Pihak Kristen turut berperan dalam memunculkan aliran sesat untuk memalingkan umat dari ajaran Islam yang benar. Pada Juni 2005, Robert Paul Walean, rohaniawan Kristen Advent, meramaikan media dengan ide agama Islam hanif. Agama baru yang mencatut nama Islam ini jelas bukan Islam, tapi doktrin Kristen Advent yang diberi label Islam dengan mencomot ayat-ayat Al-Qur’an secara serampangan sehingga mengandung banyak kesalahan. Upaya Robert Paul Walean tidak berhenti sampai di sini. Dia kemudian mendukung Ahmad Moshaddeq agar tampil menjadi rasul dengan ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

Pada 17 Mei 2007, diadakan pengajian antara Robert Paul Walean dengan Ahmad Moshaddeq. Dalam pertemuan yang disaksikan para pengikut Al-Qiyadah yang mengaku sebagai Hawariyyin ini, Robert menyampaikan ceramah berjudul “Firman Allah dalam Dimensi Sejarah”. Dalam ceramahnya, Robert menegaskan dan membenarkan kerasulan Moshaddeq sesuai tanda-tanda yang ada dalam Alkitab (Bibel). Polda Jawa Timur akhirnya menangkap Moshaddeq dan anggota Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Dalam proses penangkapan tersebut, aparat kepolisian menemukan Bibel dan buku pegangan yang mengutip ayat Bibel.

9. Memacari, Memperkosa, Menghamili, lalu Memurtadkan (Modus Sandi Air Mata 3 M)
Korban Kristenisasi dengan modus seperti ini adalah para remaja Muslimah. Pada akhir 1998, umat Islam Indonesia digemparkan dengan kasus penculikan dan pemurtadan seorang siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Gunung Pangilun Padang Sumatera Barat yang bernama Khairiyah Eniswah (Wawah). Berawal dari perkenalannya dengan seorang gadis Protestan berjilbab yang pandai berbahasa Arab dan Inggris, Wawah kemudian menjadi target Kristenisasi jaringan Gereja Kristen Protestan Indonesia Barat (GPIB). Dia diculik, lalu dibaptis, diperkosa, dan dilarikan ke Malang Jawa Timur untuk menghilangkan jejaknya dari upaya pencarian keluarganya. Kasus serupa juga terjadi di tempat lain.

Majalah Sabili edisi Mei 2000 menampilkan berita mengenai Kristenisasi dengan modus ini. Di Jakarta Timur, seorang Muslimah asal Sukabumi menjadi korban pemurtadan hingga diperdaya menikah di gereja. Masih di Jakarta Timur juga, seorang Muslimah anak Ketua Masjid telah melangsungkan pernikahan di gereja. Di Tambun Bekasi, seorang Muslimah anak mubaligh minum racun serangga hingga mati setelah dihamili dan diajak menikah di gereja, serta aktivis Muslimah anak dari LDK-Lembaga Dakwah Kampus yang sehari-harinya memakai jilbab panjang di Kampus PUSPITEK Tangerang, Banten inisial S mengajari seorang pria yang ingin mempelajari Islam nyatanya sekarang malah Perempuan yang inisial S tersebut pindah agama dan ke kampus tidak pakai pakaian muslimah lagi, malah pake pakaian you can see, inillallillahi wa innalillahi rojiun.

Hati-hatilah banyak pria kafir yang seolah-olah ingin mempelajari Islam dengan seorang muslimah padahal dia itu adalah srigala berbulu domba yang siap menerkam mangsanya, dan lelaki tersebut masih berkeliar di kampus tersebut dan mencari mangsa baru, jadi apabila ada seorang pria kafir ingin masuk Islam lebih baik diserahkan saja ke seorang Ustadz/Da’i jangan gegabah mengajari agama kepadanya, wallohu’ alam.

10. Menggunakan Bantuan Jin

Usaha pemurtadan dan Kristenisasi lewat sihir, jin dan hipnotis terjadi di beberapa daerah. Pada akhir 2003, sembilan santri putri Pesantren Khairu Ummah mengalami kesurupan. Dalam proses penyembuhan atau ruqyah, jin-jin yang merasuki tubuh anak-anak santri tersebut meminta tolong kepada Bunda Maria dan Yesus serta terus menerus menyebut Haleluya.

Selain itu, jin-jin yang merasuki para santri belia itu menyebut nama seseorang sebagai pengirim mereka. Namanya adalah Donarius, salah seorang warga sekitar yang beragama Kristen. Kasus lain yang tidak kalah menghebohkan juga terjadi di kampus Politani Universitas Andalas, di Payakumbuh. Sebanyak 23 mahasiswi berjilbab kesurupan dan menyebut-nyebut nama Bunda Maria, Yesus dan kata-kata Salib. Hampir pada waktu bersamaan, peristiwa serupa juga menimpa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Payakumbuh. Pada 23 September 2003, sebanyak 11 siswi kesurupan dan menunjukkan perilaku yang tidak berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya.

Penutup

Kristenisasi yang marak terjadi pascareformasi sebenarnya merupakan kesinambungan dari Kristenisasi yang telah dimulai sejak para penjajah Barat masuk ke negeri ini. Hal ini bukan saja ancaman bagi umat Islam, namun juga merupakan tantangan untuk senantiasa meningkatkan dakwah dan mempererat ukhuwah Islamiyah. Sebuah nasihat bijak disampaikan oleh pendahulu kita, HM Rasjidi, mengenai pentingnya ukhuwah Islamiyah.

Ukhuwah Islamiyah pada waktu ini sangat penting, karena umat Islam sedang dirongrong oleh kekuatan Internasional yang sangat besar, yaitu misi Katolik dan zending Kristen. Ini adalah soal hidup atau mati. Tetapi kalau Ukhuwah Islamiyah di Indonesia pada waktu sekarang ini disamaratakan dengan Ukhuwah Wathaniyah, maka akan berarti bahwa tidak ada bahaya Kristenisasi, marilah kita berbondong-bondong masuk agama Masehi, toh semua agama sama saja, bahkan mungkin agama Kristen si A lebih baik daripada agama Islam si B. Persoalannya adalah melihat keadaan dan kedudukan.

Ukhuwah Wathaniyah adalah baik, tetapi dalam keadaan ribuan kalau tidak jutaan umat Islam menjadi mangsa Kristenisasi, kita harus tunggu dulu, kita harus menginsafkan saudara-saudara kita yang ber“ukhuwah wathaniyah” agar sadar bahwa mengkristenkan umat Islam akan mengganggu ukhuwah wathaniyah. Kalau tiap-tiap soal, tiap-tiap kata kita bahas sendiri, tanpa melihat hubungannya dengan keadaan dan realitas yang kita hayati, maka ke mana kita akan memimpin umat kita, Umat Islam?

Umat Islam harus mengambil hikmah dan pelajaran dari kasus-kasus Kristenisasi yang telah terjadi. Dari kasus-kasus tersebut, mungkin saja ada yang terjadi karena kesalahan dan kelalaian umat Islam sendiri. Misalnya saja, umat Islam mudah berpecah belah, gampang diprovokasi, kurang peduli terhadap sesama Muslim, kurang peka terhadap lingkungan sekitar dan kurang gigih dalam berdakwah. Dalam kondisi demikian, misi Kristen datang untuk memurtadkan umat Islam. Bukankah ini kelalaian umat Islam sendiri? Mari kita introspeksi diri! [dutaislam.com/ ab]

Keterangan: 
Sumber data dari Ustadz Drs. H. Abu Deedat Syihab MH (Pengamat Kristologi, Penulis Buku Membongkar Gerakan Pemurtadan Umat Islam Dokumen Kristenisasi, Penerbit: Pustaka Tazkia Az Zahra, Jakarta), Data dari FAPB-Front Anti Pemurtadan Bekasi dan dari Ustadz Drs. Bernard Abdul Jabbar, M.Pd (Mantan Misionaris tinggal di Bekasi, Ketua Kamra-Komite Advokasi untuk Muslim Rohingnya Arakan, Ketua Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia/DDII Bekasi. 
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB