Sudah Jual Tambak Garam Untuk Haji Lewat Filipina, Tapi Gagal
Cari Berita

Advertisement

Sudah Jual Tambak Garam Untuk Haji Lewat Filipina, Tapi Gagal

Selasa, 30 Agustus 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Salah Satu Korban “Haji Filipina”, Musyafak (44), mengeluaran selembar kertas kecil nan tipis dari saku kanan celananya. Kertas yang cukup lusuh bertanda sudah seringkali dibuka dan dilipat itu tercetak tulisan salah satu biro perjalanan ibadah haji di Jepara dengan tinta hijau. Kertas itu merupakan kwitansi bukti pembayaran. Dan tulisan yang menunjukan nama salah satu biro jasa merupakan kop dari kwitansi.

Dalam kwitansi itu terdapat coretan tangan bertuliskan pelunasan biaya berangkat haji. Di dalamnya tertera angka Rp 60 juta. Layaknya kwitansi pembayaran lainnya, di pojok kanan bawah terdapat tanda tangan dan nama jelas si penerima. Kwitansi itu tertanggal 6-6-2016. Ternyata, uang untuk berangkat haji itu dari hasil penjualan lahan tambak garam yang dimiliki keluarga.


“Ini merupakan kwitansi pelunasan biaya pergi haji Ibu. Kwitansi satunya yang juga bertuliskan angka Rp 60 juta mungkin dibawa Ibu ke Filipina,” kata Musyafak, anak ketiga dari Karomisah (63), warga RT 4 RW 1 Desa Kedung Malang Kecamatan Kedung yang saat ini masih ditahan pihak otoritas Filipina perihal paspor palsu dan penggunaan kota haji negara setempat.


Salah satu perangkat desa Kedung Malang itu pun berkisah soal kronologi sang ibu berangkat haji dengan memanfaatkan kuota haji negara petinju Manny Pacquiao. Mulanya, Karomisah mendapatkan informasi dari salah satu kerabat di Welahan jika ada salah satu biro haji yang bisa memberangkatkan seseorang tanpa menunggu hingga 20 tahun lebih. Kerabat itu pula yang menghubungkan antara keluarganya dengan pengelola biro.


Tertarik lantaran dengan usia yang cukup senja sehingga tak cukup umur untuk mengantre berangkat haji, Karomisah memakai jasa itu. Segala sesuatu pun diurusi oleh sang suami, Sirajudin.
“Bapak (Sirajudin) mengurusi soal administrasi, pembayaran dan yang riwa-riwi berkomunikasi dengan pengelola biro. Bapak sendiri tahun lalu sudah berangkat haji melalui jalur reguler,” ungkap Musyafak, saat ditemui di Balai Desa setempat.


Setelah lunas pembayaran sebesar Rp 120 juta yang dibayar selama dua kali, pihak keluarga mulai mengurus paspor dan visa di Kantor Imigrasi Pati, saat bulan puasa lalu. Paspor dan visa itu digunakan untuk bisa terbang ke Filipina dan mengurusi segala hal terkait keberangkatan ibadah haji, termasuk mengurus paspor Warga Negara Filipina.


Sekitar pertengahan Juli, Karomisah didampingi pembimbing perjalanan terbang ke Filipina. Selama sepekan, Karomisah beserta 18 rombongan calon jamaah haji yang saat ini juga turut ditahan di Filipina mengurus administrasi. Seluruh biaya untuk terbang ke Filipina itu ditanggung oleh pihak biro.


“Pihak keluarga tidak tahu kalau cara itu dilarang. Terlebih dilakukan pula manasik haji di Gedung Haji Jepara sebagaimana lumrahnya jamaah haji reguler. Manasik haji bahkan dilakukan sebelum proses manasik haji yang dilakukan calon jamaah haji reguler,” ungkapnya.


Hingga tiba waktu pemberangkatan pada Rabu (17/8) malam. Saat itu, dengan moda transportasi mobil sewaan, sejumlah anggota keluarga dan tetangga mengantar Karomisah menuju Bandara Ahmad Yani Semarang. Esok paginya, diterbangkan menuju Jakarta.


Saat berangkat, cerita Musyafak, Karomisah tidak membawa perlengkapan haji. Hanya baju seragam dan kebutuhan seadanya. Sebab baju ihram dan perlengkapan lain untuk pelaksanaan rukun haji dijanjikan di Filipina.


“Ibu memang berangkat sendiri. Baru bergabung dengan rombongan lainnya saat di Bandara Ahmad Yani.”


Saat ini seluruh anggota keluarga pun khawatir dan berharap Karomisah bisa segera dipulangkan. Keluarga pun menomorduakan soal materi yang sudah terlanjur dikeluarkan. Keluarga sepakat menyelesaikan masalah materi itu melalui jalur kekeluargaan.


“Sedih juga jika memikirkan jumlah uang yang sudah dikeluarkan. Terlebih biaya itu didapatkan dari hasil menjual tambak garam seluas 1,8 hektare dengan nilai Rp 350 juta.”


Dia membeberkan, sejujurnya ayahnya (Sirajudin) tak mengetahui jika Karomisah ditahan di Filipina. Pihak keluarga sengaja tak memberitahu sebab kesehatan Sirajudin tengah memburuk. Keluarga sepakat akan terus berdoa dan tiap malam diadakan berjanjenan. “Untuk memohon keselamatan sekaligus menenangan hati keluarga dan Bapak.”


Musyafak berharap masalah ini menjadi bahan pembelajaran. Dia menyarankan agar pemerintah pusat lebih baik mengadakan kordinasi agar kuota negara tetangga bisa dipakai oleh Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Karomisah adalah salah satu dari 19 calon jamaah haji asal Jepara yang ditahan oleh otoritas Filipina. Jumlah itu diyakini lebih banyak sebab ada calon jamaah “haji Filipina” yang memakai jasa biro yang berbeda. [dutaislam.com/ ad-ab]


Ini Kronologi Pemberangkatan “Haji Filipina” dari Jepara:

  1. Calon Jamaah Haji menyelesaikan proses administrasi termasuk mengurus paspor dan visa wisata dengan tujuan Filipina.
  2. Calon Jamaah Haji berangkat terpisah dari rumah masing-masing, Rabu (17/8) malam.
  3. Satu rombongan bertemu di Bandara Ahmad Yani Semarang untuk berangkat bersama-sama ke Jakarta, dan selanjutnya terbang ke Filipina.
  4. Di Filipina, rombongan bertemu dengan pengelola biro di Filipina untuk menukar Paspor dan Visa wisata dengan Paspor Warga Negara Filipina.
  5. Diberikan pula sejumlah perlengkapan ibadah haji.
  6. Jelang boarding pass, 177 WNI termasuk 19 warga Jepara ditahan pihak otoritas Filipina.
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB