Keutamaan Meninggalkan Sunnah Qunut Untuk Keharmonisan
Cari Berita

Advertisement

Keutamaan Meninggalkan Sunnah Qunut Untuk Keharmonisan

Selasa, 30 Agustus 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Adalah Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits tentang shalat sunnah Qabliyah Maghrib dan menyatakan keshahihannya. Tetapi sungguh aneh, belum pernah para muridnya menyaksikan beliau mengamalkan ibadah tersebut.

"Mengapa?" Tanya mereka.

"Sebab penduduk Baghdad telanjur mengambil pendapat Imam Abu Hanifah," ujar beliau, "yang menyatakan tiadanya shalat Qabliyah Maghrib. Kalau aku mengamalkan hal yang berbeda, niscaya akan menimbulkan keributan di antara mereka," lanjutnya. 

Meninggalkan suatu sunnah yang diyakini keutamaannya demi terjaganya harmoni masyarakat ternyata adalah amal utama.

"Karena itu para Aimmah seperti Imam Ahmad atau yang lainnya," demikian ditulis Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, ia melanjutkan bahwa "menganggap sunnah apabila seorang imam meninggalkan hal-hal yang menurutnya lebih utama, jika hal itu dapat menyatukan makmum."

Inilah mengapa ketika Buya Hamka menyilakan KH Abdullah Syafi'i berkhuthbah di Masjid Agung Al Azhar, adzan beliau minta dikumandangkan dua kali. Ini pula mengapa, KH Idham Cholid tidak berqunut ketika tahu ada Buya Hamka menjadi makmumnya dalam kapal yang mengangkut mereka berhaji, sementara Buya Hamka justru berqunut karena tahu KH Idham Cholid ada di belakangnya.

"Demikian juga orang-orang yang menganggap melirihkan suara ketika membaca basmalah (dalam shalat berjamaah) adalah lebih utama atau sebaliknya," sambung Ibn Taimiyah, "sedangkan makmum berbeda dengan pendapat atau madzhabnya, maka dia boleh mengerjakan yang kurang afdhal demi menjaga kemashlahatan persatuan. Hal ini lebih kuat dibandingkan permasalahan mana yang afdhal dari kedua perkara tersebut, dan ini adalah baik."

Jalan sunnah adalah jalan tak suka ribut tentang khilafiyah furu'iyyah. Jalan sunnah adalah jalan yang meminta kita tak perlu tampil mencolok dan terlihat berbeda.

Adalah Imam Ahmad ibn Hanbal yang menekankan hal ini sampai soal berpakaian. Beliau menegur seorang yang ditemuinya di Baghdad dalam keadaan memakai pakaian penduduk Makkah.

"Tidak cukupkah bagimu pakaian yang biasa dikenakan orang 'Iraq?"

"Bukankah ini pakaian yang baik, pakaian dari tempat bermulanya Islam?"

"Ya," jawab beliau, "akan tetapi aku khawatir pakaian itu menghinggapkan rasa sombong dan aku khawatir ia adalah pakaian kebanggaan (libasusy syuhrah) yang dilarang oleh Rasulullah, karena dikenakan agar pemakainya tampak menonjol di tengah khalayak." [dutaislam.com/ ab]

Catatan: 
Ini adalah tulisan reflektif dari Salim A Fillah setelah ada "pertikaian" antar warga Muhammadiyah yang kurang berkenan karena imam masjid setempat menggunakan Qunut dalam shalat subuh. Sengaja tidak kami sebutkan TKP karena semata hanya untuk renungan bersama para pembaca Duta Islam budiman. 
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB