DutaIslam.Com – Tiap
Ramadan, katanya setan dibelenggu penuh sebulan. Realitasnya, masih ada orang
yang tidak berpuasa, tarawih dan zakat. Artinya, masih banyak gangguan setan
beredar di bulan Ramadan.
Menurut KH Adib al-Fattah, setan memang dibelenggu di bulan
suci Ramadan, namun nafsu dan tabiat buruk manusia tidak bisa dibelenggu
kecuali oleh dirinya sendiri. Ada tiga hal yang menurutnya menjadi faktor
lalainya seorang muslim menjalankan kewajiban dan kesunnahan di bulan Ramadan.
Pertama, al-adat al-qabihah (ada buruk yang
dilakukan sebelum puasa). Ini dijelaskan oleh Imam al-Qami. Kedua, nafsul ammarah (nafsu yang memerintah kepada keburukan). Ini
diutarakan oleh Imam Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin. Menurut kitab
tersebut, manusia memiliki 4 musuh, yakni setan, nafsu, harta dunia dan
makhluk. Nah, pada bulan puasa, nafsu ammarah
itu yang paling banyak menyeret manusia ke dalam perbuatan buruk.
“Ketiga, yang
tidak puasa memang setan itu sendiri. Ini pendapat yang agak ekstrim namun
benar jika merujuk sejarah para rasul dan nabi yang selalu punya musuh setan
dari kalangan jin dan manusia, syayathinal
insi wal jinni,” terang Kiai Adib kepada ratusan hadirin pada Halal bi
Halal Bani H. Usman – Murdifah, di Rumah Kusman, Desa Troso Rt. 09 Rw. 07,
Pecangaan Jepara pada Ahad (5 Syawwal 1347/ 10 Juli 2016) siang.
Untuk menghapus kebiasaan buruk itu (al-adat al-qabihah), Kiai Adib menjelaskan caranya. Salah satunya
adalah dengan tetap menyambung silaturrahim sebagaimana acara halal bi halal
keluarga. Menurutnya, nyambung silaturrahim itu bagian dari menumbuhkan rasa
cinta kepada orang tua yang sudah wafat.
“Santri dan kiai besok bisa kumpul bersama di surga karena
ada ilaqoh (ketersambungan) berupa
mahabbah (cinta). Begitu pula antara anak dan orang tua, tanpa ilaqoh iman dan cinta, terputus. Santri
dengan kiai itu keturunan ilmu sebab mahabbah,
sementara anak dan orang tua adalah keturunan nasab,” terang Kiai Adib yang
asli Bate, Jepara itu.
H. Usman dan Murdifah
Tambahan, H. Usman adalah suami Murdifah, hidup di masa
penjajahan yang kini anak keturunannya banyak yang menjadi tokoh agama, tokoh
politik, pejabat negara, pengusaha, pendidik, dan lainnya yang tersebar di
Jepara, Kudus, Demak, Tasikmalaya, Kalimantan dan lainnya.
Pusara keduanya ada di komplek pemakaman Nogosari, Troso,
Jepara. Lokasinya 250-an meter masuk ke utara gang sebelah kanan jalan Raya
Pecangan-Bugel dari arah MA Walisongo Pecangaan. Posisi gang tepatnya setelah toko Dewi Shinta Tenun Troso. Konon, H Usman adalah
pejuang kemerdekaan.
Namun sayang, kini ada salah satu dzurriyahnya di Beru,
Gebog, Kudus yang murtad jadi pemeluk agama Kristen karena cinta buta kepada
kekasih yang kini jadi istrinya. Semoga saja kelak ia kembali menjadi muslim
agar punya ilaqah mahabbah dan iman kepada buyutnya itu. Amin. [dutaislam.com/ abdullah]