Oleh Arifin Junaidi
DutaIslam.Com - Sejak jadi “penduduk dunia maya” FB ini, setiap ada notifikasi dari FB bahwa ada teman yang ulang tahun, saya selalu ucapkan selamat ulang tahun, selain untuk ikut mensyukuri nikmat panjang umur teman saya juga untuk mendoakan kebaikan bagi yang bersangkutan. Namun beberapa kali ada yang menolak diberi ucapan selamat ulang tahun. Saya diminta untuk menggunakan kata “met milad”, karena “lebih islami”.
Padahal kata “milad” itu bukan Islami tapi ngarabi! Itu hanya bahasa Arab yang di negeri kita biasa digunakan untuk “ulang tahun”. Dalam bahasa Arab ada kata yang biasa digunakan untuk menyebut hari lahir/ulang tahun, yakni "maulid" dan "maulud" yang berasal dari fi'il madli "walada". Kata "maulid" adalah isim zaman dan makan “walada”, yang artinya "saat kelahiran" dan "tempat kelahiran".
Sementara, kata "maulud" adalah isim maf'ulnya, yang artinya "yang dilahirkan". Sedangkan kata "milad" isim masdar dari “walada” yang artinya "kelahiran". Kata "maulid" dan "maulud" digunakan untuk memperingati hari lahir/ulang tahun Nabi SAW, yang diadakan sejak Sultan Salahuddin Al Ayyubi.
Selain dari segi arti kata, “maulid” lebih tepat juga diduga untuk menghindari tasyabbuh (penyerupaan). Kata "milad", konon dulu digunakan bangsa Arab yang beragama nasrani untuk menyebut hari Natal atau hari lahir Isa almasih, karena itu tahun Masehi disebut tahun Miladiyah. Kalau ini benar, maka yang tasyabuh dan tidak berasal dari agama Islam itu kata "milad" untuk menyebut hari lahir, bukan "maulid" dan "maulud".
Dalam Islam tidak ada perintah/ajaran/anjuran untuk mengucapkan/memperingati ulang tahun/milad. Yang dicontohkan Nabi SAW adalah memperingati hari lahir dengan berpuasa, yakni pada hari Senin. Dalam Hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “Dari Abu Qatadah sesungguhnya Rasulullah ditanya tentang puasa Senin, beliau menjawab: "Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai diturunkannya wahyu".
Ini bisa diartikan, Nabi SAW selalu memperingati hari lahirnya setiap minggu. Dengan demikian dapat diartikan kebolehan memperingati hari lahir/hari ulang tahun. Soal pemberian ucapan selamat, makan-makan, memberi santunan kepada anak yatim piatu, bersedekah kepada fakir miskin, puasa dan lain sebagainya itu hanya soal cara.
Kalau ucapan “selamat ulang tahun” dikatakan tidak Islami, milad pun tidak Islami. Keduanya sama tak Islaminya! Bagi saya, penolakan ucapan selamat ulang tahun itu masalah kecil. Yang masalah besar bagi saya adalah anggapan bahwa sesuatu yang tidak Islami – alias tidak sesuai ajaran Islam, lalu menjadi Islami ketika dibahasa-arabkan. Boleh jadi orang Arab terbahak-bahak mendengar ini. Islam itu bukan Arab dan Arab itu bukan Islam. [dutaislam.com / ab]
Arifin Junaidi,
ketua LP Maarif NU
Source: KBAswaja
