DutaIslam.Com – Shalawat
identik dengan tradisi Nahdlatul Ulama. Namun, pada Senin (17 Juli 2016) malam,
pagelaran bertajuk “Jateng Bershalawat, Gayeng Syawalan Untuk Jawa Tengah Berkemajuan”
ternyata diinisiasi oleh Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah (MD) Jateng. Lokasi acara di halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jl. Pahlawan No. 9, Mugassari, Semarang.
Ini susunan acara yang didapatkan oleh DutaIslam.Com: 1). Menyanyikan
Indonesia Raya
2). Pembacaan ayat suci Al-Qur'an, 3). Tausiyah oleh Wildan Mauza
Kawali Septiana (Juara III Pildacil RCTI dari SD Muhammadiyah Plus Salatiga), 4).
Tampilan musik religi dari serambi Bagelen Purworejo, 5). Sambutan Gubernur
Jateng, Ganjar Pranowo, 6). Sambutan Ketua PW Muhamadiyah Jateng, Drs. Tafsir,
M.Ag., 7). Launching sadar pajak oleh DPPAD, dan 8). Sosialisasi program kesehatan
ibu dan anak oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Hadir ribuan orang dalam acara yang diselenggarakan berkat
kerjasama dengan pemerintah provinsi Jawa Tengah tersebut. Ketua PW Muhammadiyah (MD) Jateng,
Drs. Tafsir mengungkapkan bahwa acara ini digelar untuk mengundang gubernur
hadir di acara Muhammadiyah. “Tentu tak mungkin Gubernur menyapa warga MD se
Jateng, maka MD yang datang untuk bersilaturahmi,” ungkapnya dalam sambutan.
Tafsir juga sempat memaparkan anggaran belanja MD Jateng
tahun 2016 senilai Rp 10 triliun yang diperoleh dari sumber-sumber unit usaha. Ia
juga menjelaskan PW MD Jateng memperoleh bantuan dari Bank Jateng Syariah Rp. 300
miliar pertahun.
Katanya, dana yang dihabiskan untuk acara yang pertama kali
digelar ini adalah Rp 5 miliar hanya untuk akomodasi 450 bus. Sumber dana
diambil dari PW MD Jateng. “Termasuk mengerahkan 20 unit mobil ambulan dari
Rumah Sakit Muhammadiyah,” aku Tafsir.
Gubernur Ganjar Pranowo berharap agar acara semacam shalawat
ini lebih sering dilaksanakan, tidak hanya setahun sekali.
"Pemprov juga ada program "Jateng Bershalawat
bersama Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf". Kalau bisa, sekarang dibagi
saja dengan Muhamadiyah keliling di wilayah Jateng Barat, Timur, Selatan, Utara.
Buat saya tidak terlalu penting berapa ribu yang datang," kata Gubernur.
Tanpa Gebyar Shalawat
Berlangsung khidmah namun ironis. Gebyar acara shalawat yang
diwarnai hujan itu ternyata tidak terdengung lantunan shalawat babar blas.
Kasidah shalawat tidak dibacakan, grup rebana tidak ada, apalagi sesi acara
khusus membaca shalawat bersama-sama. Nihil. Di panggung acara yang begitu
besar tersebut, hanya ada hidangan snack yang tampak. Tidak ada alat musik yang
digunakan untuk mengiringi shalawat bersama.
Ramainya acara memang diakui oleh Septian, warga Semarang. Ia
menjelaskan ruwetnya lalu lintas karena jalan-jalan protokol dipenuhi kendaraan
bus luar kota. Walaupun simpang lima ditutup, dia yang melaju dari Tugu Muda
nekad menerabas dan akhirnya mampu menembus rapatnya jalan hingga sampai ke depan gedung
RRI Semarang. Karena hujan, ia sempat berhenti “ngiyup” sebentar di sana.
Ketika itu, aku Septian, ia justru banyak menyaksikan warga
Muhammadiyah yang hadir dari luar kota mondar-mandir seperti asik jalan-jalan. “Saya
nguping mereka, ternyata tidak niat menghadiri acara, tapi niat untuk
jalan-jalan dan melihat-lihat simpang lima,” ujarnya kepada DutaIslam.Com.
Ini wajar mengingat dalam susunan acara memang tidak ada
agenda pembacaan shalawat. Beberapa saksi di lapangan mengaku kecewa karena kampanye
acara yang begitu masif ternyata isinya berbeda dari background acara.
“Saya perhatikan sejak awal hingga akhir tidak ada tuh
lantunan shalawatnya. Acara dimulai sekitar jam 8 malam, diawali dengan
menyanyikan lagu Indonesia raya dan mars Muhamadiyah. Kemudian ada hiburan
bernyanyi. Niat berangkat acara shalawatan ternyata hanya acara kumpul-kumpul,”
kata Abu Labbaika, kecewa.
Setelah tausiyah terakhir dari Sekretaris PP Muhammadiyah Dr.
Abdul Mukti, acara sudah lunas dan hadirin bubar masing-masing. “Anggaran acara ini
penuh dari Pemprov, kayaknya disokong DPKAD. Bagi Muhammadiyah, keuntungannya bisa
show of force karena yang datang
cukup banyak. Bagi pemprov, keuntungannya tidak perlu capek-capek mengumpulkan
orang,” ujar Abu yang juga warga Semarang.
Komentar lain juga diutarakan oleh Majidun, warga Magelang. Menurutnya,
kegiatan “Jateng Bershalawat” jelas akal-akalan panitia untuk mencairkan
anggaran. “Jika judulnya tidak ada ‘Jateng Bershalawat’ ya tidak bisa di-SPJ-kan.
Sebab di DIPA/anggaran berbunyi ‘Jateng bershalawat’,” jelasnya dalam bahasa
Jawa.
Penjelasan Majidun tersebut ternyata tidak bertentangan
dengan keterangan Website Sang Pencerang (milik kader Muhammadiyah). Dalam sebuah
status Facebook dari pemilik akun Ari Cangklak, Tema “Jateng Bershalawat”
diakui Sang Pencerah hanya nama yang dilabelkan oleh Pemprov Jateng untuk acara
PW Muhammadiyah Jateng tersebut. “Jateng bershalawat itu hanya nama saja dari
Pemprov. Tidak ada acara shalawatan. Intinya tabligh akbar yang ngisi Pak Mu’thi,”
tulisnya di komentar Facebook.
Acara yang menurut rilis Kepala Biro Humas Pemprov Jateng, Drs
Sinoeng N Rachmadi MM diikuti 10 ribu orang dari seluruh kabupaten/kota di
Jateng itu memang hanya merupakan media komunikasi antara Gubernur dan
masyarakat, utamanya soal sadar pajak dan kesehatan untuk ibu dan anak.
Ini
dagelan untuk pencairan dana atau kampanye politik yah? Apa ini modus Jawa Tengah yang berkemajuan? Kalau benar ini didanai Dinas Pajak, lalu uang siapa yang dibuat untuk kumpulan ormas itu?
"Era 90-an ketika NU mengadakan sholawat mengundang pengurus MD secara resmi pakai surat, mereka menolak dengan alasan tidak mengenal tradisi tersebut. Semoga saja ini bukan karena ada udang dibalik-balik," kata Ihwan, asli Rembang. [dutaislam.com/ ab]
"Era 90-an ketika NU mengadakan sholawat mengundang pengurus MD secara resmi pakai surat, mereka menolak dengan alasan tidak mengenal tradisi tersebut. Semoga saja ini bukan karena ada udang dibalik-balik," kata Ihwan, asli Rembang. [dutaislam.com/ ab]
