Oleh Mahmud Suyuti
DutaIslam.Com - Setiap 17 Ramadan
diperingati sebagai nuzul Qur’an, yakni peristiwa diturukannya Al-Qur’an. Nuzul dalam bahasa Arab adalah mashdar
(kata benda) dari fiil (kata kerja) nazala,
yanzilu, nuzulan yang berarti turun, hinggap dan jatuh. Jadi, nuzul berarti turun dari ketinggian. Dengan
demikian, Nuzul Qur’an adalah
diwahyukannya Al-Qur’an dari tempat ketinggian (Lauhul Mahfudz) dan Nabi Saw menerimanya.
Sedemikian
tingginya, Al-Qur’an wajib dimuliakan dan mushafnya hanya boleh disentuh dalam
keadaan suci. La yamassuhu illal
muthahharun (tidak diperkenankan menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang
yang bersih dari hadast). Maksud menyentuh dalam ayat tersebut adalah bertemunya
kulit seseorang dengan naskah Al-Quran secara fisik.
Menjadi
tradisi di masyarakat kita jika hendak menyentuh Al-Qur’an terlebih dahulu
dicium. Mengenai hal itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an berbahan
kertas yang dibuat manusia adalah karya duniawi. Maka, mencium Al-Qur’an
dianggap olehnya bagian dari memberhalakan Al-Qur’an.
Kenyataannya
pula bahwa kalau Al-Qur’an hanya sebagai makhluk maka artinya bisa disamakan
dengan ciptaan Allah Swt yang lain seperti rumput, yang tentunya bisa diinjak. Atas
dasar itu, ada aktivis Islam sebelah yang saat mengkader adik-adiknya
memposisikan Al-Qur’an sebagai makhluk. Ia menjadikan Al-Qur’an sebagai karya
manusia yang kemudian dengan seenaknya ia injak-injak, bahkan dilempar
kiri-kanan. Nauzubillah.
Terlepas
apakah benar Al-Qur’an itu diinjak atau tidak olehnya, konon, sebelum dilempar
kiri kanan, senior aktivis tersebut mengganti mushaf tadi dengan buku lain. Buku
itulah yang diinjak.
Jika
memang demikian, maka ini ibarat dosen yang menulis buku dan bukunya diinjak
oleh mahasiswa. Tentu sang dosen marah karena dianggap menghilangkan
kewibawaannya sebagai pendidik. Dianggap tidak menghargai bukunya atau karya
ilmiah yang ditulisnya.
Naif
dan riskan sekali jika kemuliaan Al-Qur’an yang diturunkan dari-Nya
diinjak-injak. Itu artinya yang bersangkutan tidak mengakui keagungan Allah Swt
yang menurunkan Al-Qur’an serta memuliakan Nabi Saw yang menerima al-Qur’an.
Selain itu, ia juga menghina umat Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai
bacaan mulia dan berpahala.
Inilah
kenyataan sekaligus fenomena yang mencoreng Al-Qur’an sebagai sumber utama
ajaran Islam. Beda tipis dengan ajaran (Islam) baru yang menginjak kaki jamaah
sebelah saat salat.
Pengalaman
saya di sebuah masjid begini:
Seseorang
berjubah dan cingkrang memepetkan kakiknya ke kaki saya, yakni menempelkan jari
kaki kecil (kelingkingnya) ke kaki saya. Spontan saya merasa geli (megele-gele). Menghindari itu, dan demi
kekhusyu’an salat, saya mengambil jarak. Namun tetap saja kakinya
menyeret-nyeret mencari kaki saya sehingga kaki orang tersebut mengangkang-melebar
dan sedikit lagi mendekat ke kaki saya.
Karena
sudah tidak khusyuk lagi, maka dengan terpaksa saya angkat kaki satu, tetapi tetap
juga dia terus memepetkan kakinya itu, mencari kaki saya. Alternatif terakhir,
oleh karena terasa sudah terangkat lama tiba-tiba saya jatuhkan kaki dan
mengenai punggung kaki si jubah-cingkrang tadi. Terdengar suaranya merintih “wadduh”.
Usai
salat, sepertinya dia marah-marah dan bertanya: kenapa ustazd (saya yang
dimaksud) tidak mau merapatkan shaf sesuai petunjuk hadis?
Saya
hanya jawab: tadinya shaf kita sudah rapat sebagaimana tentara, polisi, pramuka
dan selainnya. Jika merapatkan barisan, ya cukup berdekatan, atau dekat sekali,
hampir tidak berantara. Itulah yang dimaksud rapat (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm: 931).
Tapi
Anda ini tidak mau rapat tapi justru melengketkan erat, yakni bersentuhan-menempel
erat (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia,
hlm: 660). Anda ini mulai awal salat (takbiratul
ihram) dan seterusnya hanya konsentrasi ke kaki, bukan konsentrasi khusyu’
untuk mengingat Allah.
Bagi
saya, ketika kita salat dalam keadaan khusyu’, sangat susah setan menyelinap di
antara shaf-shaf. Jadi tadinya setan tidak ada tapi karena kekhusyu’an hilang,
maka setan bukan saja nyelip di
antara shaf kita oleh karena Anda mengangkangkan kaki kanan dan kiri Anda secara
lebar menjauh. Maka dengan mudah setan masuk di tengah-tengahnya, yakni di
tempat yang lebih luas, pas berada di bawah burung kamu. Itu lebih berbahaya! Wallahu
A’lam! [dutaislam.com/ abdullah]
Mahmud Suyuti, ketua
Matan Provinsi Sulawesi Selatan
Keterangan: Tulisan di atas adalah catatan ceramah Tarawih Selasa malam (17 Ramadan
1437 H/ 21 Juni 2016 M) dengan tema Nuzulul Qur’an di Mesjid al-Marhamah
Kemenag Daya, Komplek Perumahan Kakanwil Sulawesi Selatan.
