Mbah Datuk Singorojo dan Jejak Buleleng di Jepara
Cari Berita

Advertisement

Mbah Datuk Singorojo dan Jejak Buleleng di Jepara

Senin, 13 Juni 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Oleh Imam Khanafi

DutaIslam.Com - Jarang yang mengetahuinya jika hubungan Buleleng, Bali dengan Jepara sudah terjalin ratusan tahun silam. Menurut catatan sejarah, Kerajaan Buleleng yang berada di wilayah Pantai Utara Bali mulai muncul tahun 1660-an, dengan pemimpin kharismatis Ki Barak Panji Sakti, yang berdarah Majapahit. Aktivitas perdagangan lewat laut pun ditengarai berlangsung di wilayah yang sebelumnya dikenal sebagai Den Bukit itu.

Jepara sebagai kadipaten yang bervisi maritim di Pantai Utara Pulau Jawa pada masanya juga mengandalkan perdagangan lewat pelabuhan.  Hingga memasuki era pemerintahan Belanda, aktivitas pelabuhan itu berangsur meredup.

Jejak Buleleng dengan Jepara melekat pada sosok yang diyakini sebagai cikal bakal desa dan diabadikan jadi nama desa di Mayong, Jepara, itu adalah Mbah Datuk Singorojo (hidup tahun 1500-1600 an Masehi). Nama desanya juga Singorojo (sesuai penyebutan ala lidah Jawa, Singorojo, bukan Singaraja). Sebuah desa yang cukup tua. Sudah ada sejak ratusan tahun silam.

Sosok yang sangat berpengaruh di tiga kecamatan di Jepara. Yakni kecamatan Mayong, Kecamatan Pecangaan dan Kecamatan Kedung. Ratusan tahun lalu, banyak pengikutnya dari ketiga kecamatan tersebut. Bahkan pengaruhnya hingga ke luar Jepara, yakni Kudus.

Jejak Ki Datuk Singorojo
Bagi warga di Troso, Pecangaan, Jepara masih terlihat dan setidaknya sejumlah jejak masa lampau memang masih ada dan terasa. Di Troso misalnya, keterangan yang didapat pun serupa. Bahwa mendiang adalah tokoh yang datang dari Bali. Tepatnya dari wilayah utara Pulau Dewata, Buleleng, Singaraja. Ia diyakini sebagai orang yang mengembangkan kerajinan tenun di wilayah Jawa Tengah ujung utara itu.

Versi kedatangan pun beragam. Versi legenda menyebutkan bahwa Datung Singorojo datang dari Bali dengan naik layangan besar dari Bali dan jatuh di kawasan Pantai Teluk Awur, Jepara. Ada juga yang menyebut kedatangannya naik gentong bersama saudara kembarnya, Ida Gurnada. Tapi Gurnada kembali lagi ke Bali.

Mbah Datuk adalah seorang waliyullah yang juga punya nama sebutan Datuk Gurnadi. Ada yang menyebut Gusti Gurnadi dan Ida Gurnadi. Itu adalah nama sesinglon atau samaran. Gurnadi disebut-sebut sebagai kependekan dari “guru nadi” (guru keutamaan/ pengajar kebajikan).

Ida Gurnadi atau Mbah Datuk Singorojo ini di wilayah Mayong dikenal sebagai penakluk kawanan pengacau keamanan, pengikut Arya Penangsang. Pasca Arya Penangsang atau Arya Jipang terbunuh oleh Danang Sutowijoyo pada akhir periode 1.500-an atau awal tahun 1.600-an, pengikutnya membuat kerusuhan di wilayah Jepara dan Pati. Peredam kerusuhan itu adalah Mbah Datuk Singorojo.

Masjid Datuk Ampel Troso
Selain itu, Masjid Datuk Ampel Troso, Pecangaan menjadi masjid peninggalan Datuk Singorojo. Tempat ibadah itu saat ini sudah direhab beberapa kali dan tampak begitu megah. Masjid tersebut adalah bukti bahwa Mbah Datuk itu seorang ulama yang memang bekerja keras untuk kemajuan wilayah ini. Selain megah, masjid dengan 12 pilar besar itu tampak bersih dan terawat.

Dari 12 pilar masjid itu, 4 di antaranya adalah pilar asli yang sekarang sudah dibalut beton cor semen. Pilar atau tiang atau soko guru penyangga itu disebut-sebut berbahan kayu jati yang terpotong-potong (tatal), yang kemudian disusun ulang seperti puzzle dengan bangun simetris pengunci. Mirip tiang penyangga Masjid Agung Demak.

Sedikit tentang Jepara, Kadipaten Jepara sendiri yang merupakan wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Demak, setelah era kerajaan Majapahit, punya pelabuhan laut yang besar. Penguasa Demak, juga adipati Jepara saat itu, Ratu Kalinyamat pun keturunan Majapahit.

Pelabuhan Jepara pada saat itu adalah salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara. Karena posisi Kesultanan Demak yang tidak di pinggir laut, maka kekuatan armada lautnya ada di pesisir Jepara. Dipimpin Nyai Ratu Kalinyamat.

Hubungan perdagangan Jepara dengan wilayah lain di Nusantara, termasuk dengan Buleleng pun diperkirakan sudah terjalin saat itu.

Masa lalu Jepara bisa dijumpai dalam catatan sejarah asing. Seperti  riwayat  era Ratu Kalinyamat yang disebut penulis buku Da Asia, yakni De Coutu. Dalam buku itu, De Coutu menguraikan sebuah pembahasan, berjudul Rainha de Jepara, Senhora Poderosa e Rica, yang mengisahkan ratu atau adipati Jepara seorang perempuan yang punya kekuasaan besar.

Bukti kebesaran Kadipaten Jepara di bawah Kesultanan Demak antara lain terlihat  tahun 1550 dan 1574 M. Yakni ketika membantu perjuangan Kesultanan Malaka, Malaysia. Jepara membantu menyerang Portugis di Malaka, sekarang bagian wilayah Malaysia. Portugis sendiri mulai datang di Malaka tahun 1511 M.

Disebutkan juga bahwa pada tahun 1550 Ratu Kalinyamat mengirimkan armada tempur angkatan lautnya. Tak kurang 40 kapal perang dikirim beserta prajurit berkemampuan khusus sebanyak 200-an orang. Tahun 1574 ia juga menyerang Portugis  di Malaka bersama 15.000 personel pasukan, 300 kapal perang dan 80 buah jung besar (kapal perang raksasa) . Tapi, akhirnya kalah karena strategi yang tidak efektif dan jumlah pasukan Portugis lebih besar.

Dengan segala kemampuan pemerintahnya di bidang kelautan, Ratu Kalinyamat berpulang. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa penguasa Jepara ini meninggal tahun 1579 Masehi. Setelah kemangkatan Ratu Kalinyamat, maka kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada putra angkatnya, Pangeran Jepara, yaitu putra Raja Hasanuddin dari Banten. Tapi, banyak terjadi pemberontakan di Pajang.

Pasang surut kekuasaan pun terjadi. Patron Kadipaten Jepara, Kerajaan Pajang, akhirnya juga runtuh pada tahun 1578. Hal ini berpengaruh kepada Jepara, yang pada tahun 1600-an tidak lagi sehebat tahun 1500-an. Paling tidak, kekuatan militer seperti era 1500-an sudah tidak ada lagi.

Kedatangan Datuk Singorojo sendiri diperkirakan pada masa kerajaan Mataram yang berdiri tahun 1586. Mataram lebih muda dari era Kesultanan Demak, yang berdiri sekitar tahun 1478 hingga tahun 1568.  Ini antara lain adanya cerita bahwa era Ida Gurnadi ini adalah bersamaan dengan era Raden Ayu Roro Semangkin, yang merupakan anak asuh Ratu Kalinyamat.

Ki Datuk Singorojo sempat berperang dengan Raden Ayu Mas Semangkin, yang kemudian lebih dikenal Ibu Mas, di Mayong Lor, Jepara. Raden Ayu Mas adalah puteri kedua dari Pangeran Haryo Bagus Mukmin atau Sunan Prawoto. [dutaislam.com/ ab]

Imam Khanafi, suka menjelajah di beberapa tempat di Muria.
Tinggal di Mayong (2013 – 2015), kini tinggal di Kudus.







Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB