Oleh M Abdullah Badri
DutaIslam.Com – Makam Mbah Kopek Sentono (Ngopek) atau Mbah Mboyan bersebelahan dengan suaminya, Mbah Nggiri (Syeikh Abdurrahman). Terletak di Rt. 01 Rw. 01, Sowan Kidul, Kedung, Jepara. Pada Ahad (8 Mei 2016) malam kemarin, ratusan warga sekitar datang ke sana untuk mengikuti pengajian umum dalam rangka haul ke-597 wali perempuan Allah tersebut. Hadir sebagai pembicara, KH Masyhud Siraj SH, MH, dari Bae, Kudus.
DutaIslam.Com – Makam Mbah Kopek Sentono (Ngopek) atau Mbah Mboyan bersebelahan dengan suaminya, Mbah Nggiri (Syeikh Abdurrahman). Terletak di Rt. 01 Rw. 01, Sowan Kidul, Kedung, Jepara. Pada Ahad (8 Mei 2016) malam kemarin, ratusan warga sekitar datang ke sana untuk mengikuti pengajian umum dalam rangka haul ke-597 wali perempuan Allah tersebut. Hadir sebagai pembicara, KH Masyhud Siraj SH, MH, dari Bae, Kudus.
Di sela-sela acara, Duta Islam menemui juru kunci dan tokoh
agama setempat. Namanya KH Masduki. Makam Mbah Kopek, menurutnya sudah ada
sejak dahulu. Namun, dari angka batu nisan yang ada, Mbah Kopek wafat tahun
1419 Masehi. Bila ini benar, maka, Mbah Kopek hidup satu masa dengan Mbah Sunan
Ampel Surabaya, yang lahir di Campa pada 1401 M. Wafatnya sama tahun dengan Sunan Giri (1419 M/ 882 H). Lihat Referensinya: Wiki Sunan Giri.
Soal asal usul Mbah Ngopek Setono, Kiai Masduki belum bisa
memastikan. Habib Luthfi Pekalongan pun, yang selama ini dimintai keterangan,
menunda memberikan jawaban. Namun, berdasarkan temuan jenis batu nisan 7 tahun
lalu (2009), lanjut Kiai Masduki, kemungkinan besar asalnya dari daerah Jawa
Timur. Sowan Kidul didatangi karena konon banyak para wali tinggal di sana
waktu itu. Disebut kampung wali.
Ada juga yang menyebut bahwa Mbah Kopek Sentono berasal dari famili kerajaan. Alasannya, nama akhiran Sentono adalah sebutan yang biasa digunakan oleh keluarga besar keraton di Jawa. Bukti lain, pohon yang melingkupi makam Mbah Kopek Sentono dan Mbah Nggiri itu adalah khas pohon makam keluarga raja. Disebut pohon kepoh (kepok) dan pohon ringin yang besar. Kokoh hingga sekarang.
Ada juga yang menyebut bahwa Mbah Kopek Sentono berasal dari famili kerajaan. Alasannya, nama akhiran Sentono adalah sebutan yang biasa digunakan oleh keluarga besar keraton di Jawa. Bukti lain, pohon yang melingkupi makam Mbah Kopek Sentono dan Mbah Nggiri itu adalah khas pohon makam keluarga raja. Disebut pohon kepoh (kepok) dan pohon ringin yang besar. Kokoh hingga sekarang.
“Dulu ketika akan dibangun, makam Mbah Kopek digali hingga 1
meter karena tertimbun tanah dan pohon-pohon besar. Namun, tanpa sengaja, pada
kedalaman 90, nisan ini ditemukan warga,” kata Kiai Masduki sambil menunjukkan
bentuk nisan dimaksud. Ini gambarnya:
Disebut Ngopek karena sosoknya konon dulu sering pakai kemben (pakaian perempuan Jawa kuno)
hingga kelihatan bagian payudaranya. Orang-orang Sowan menyebutnya “kopek”. Ada juga yang menyebut "kopek" berasal dari bahasa Arab kufuwun (cukup). Disebut demikian karena Mbah Kopek selalu mencukupi kebutuhan umatnya. Keseharian Mbah Kopek dulu suka bertani bersama rakyat. Itu
cerita yang didapat dari orang-orang kuno secara turun temurun.
Dalam berdakwah, Mbah Ngopek menggunakan bahasa-bahasa laku.
Menurut Kiai Masduki, Mbah Mboyan alias Mbah Ngopek suka membagi-bagikan kain
rukuh kepada masyarakat sekitar agar mau menjalankan shalat. Tentu yang
menerima adalah kaum perempuan. “Mbah Kopek itu kaya,” ujarnya.
Setelah Dari Sunan
Giri
Sebelum dibangun seperti sekarang, makam Mbah Kopek terkesan
tidak terawat. Begitu pula makam suaminya, Mbah Nggiri. Yang pertama memberikan
pathok makam Mbah Kopek namanya Mbah Sarbini, warga setempat, sekitar tahun
40-an. Lalu dibuat kijing sederhana oleh Mbah Sukawut (alm). Makam Mbah Nggiri
hingga sekarang tidak dikijing dan diatap karena belum waktunya.
Selama tiga tahun, batu bata yang dari Kiai Masduki hanya
nganggur di depan makam. Mbah Kopek belum memberikan ijin makam dibangun. Padahal,
makam itu seharusnya dibangun lebih luas agar antara laki-laki dan perempuan
tidak ikhtilath (bercampur) saat
ziarah. Tentu yang disalahkan masyarakat adalah kiai-nya jika terus demikian yang
terjadi. Begitu kata Kiai Masduki.
Karena tidak segera mendapatkan petunjuk, Kiai Masduki
tawasulan ziarah ke Makam Mbah Sunan Giri, Maulana Malik Ibrahim atau Maulana
Ainul Yaqin, konon Guru Mbah Nggiri, suami Mbah Kopek. Saat ziarah itu, ia
mendapatkan isyarah jelas. Di telinga, terdengar perintah: “Sareane Mbak Ngopek
Dibangun!”
Segera setelah pulang, Kiai Masduki mengumumkan kepada
warga. Sumbangan material mengalir tanpa komando. Warga yang diminta menyumbang
pasir satu dam, banyak yang nambah hingga 3 dam. Awal membangun pondasi dimulai
bulan Sya’ban atau Ruwah, pada bulan Syawwal sudah ngekap (pasang genteng atap). Kayu bangunan makam pun semuanya dari
Bengkire dan Jati.
Begitu atap selesai dipasang, keramik langsung diterapkan
tanpa proposal anggaran kemana-mana. Jadi, hanya butuh 3 bulan Makam Mbah Kopek
rampung dibangun. “Subhanallah, wong
keramat tenan. Saya sendiri juga ajib
kok,” tandas Kiai Masduki.
Soal karomah, jangan diragukan. Makam Mbah Kopek yang ada di
Timur Sungai Kedung Bule ini pada tiap Senin dan Kamis Pon ramai diziarahi
warga setempat dan luar daerah. Banyak tamu yang datang sembari membawa sedekah
dan makan-makan dari rumahnya ke sana. Niatnya ya tawassulan dan tabarrukan.
“Kalau saya dimintai tolong orang, saya suruh ziarah ke
sini, sedekah makan-makan ala adanya dan saya suruh ambil kerikil makam Mbah
Kopek satu untuk dibawa pulang,” ujar Kiai Masduki.
Kesaksian Kiai Masduki, ada orang stres yang tawassulan ke Makam Mbah Kopek, sembuh. Tetangga
desa sebelah, yakni Dongos, ada yang divonis dokter harus operasi. Namun,
berkah ziarah dan tawassulan, vonisnya dibatalkan. Ada juga yang ingin suaminya
kembali setelah sekian lama tidak pulang, ia hasil maksud setelah ziarah.
Bahkan, pernah ada yang kesusahan kena hutang 500 juta akhirnya terbayar berkah
tawassulan ziarah. Semua atas kehendak Allah.
Pernah pula ada tamu dari Kendal yang minta ijin ziarah dan
menginap beberapa malam di Makam Mbah Kopek. “Saya menyarankan banyak orang
yang datang ke saya agar ziarah ke Makam Mbah Kopek niat tabarruk dan tawassul serta nadzar hajat,” papar Kiai Masduki.
Sebelum pengajian, rangkaian acara haul sudah dimulai dua
hari sebelumnya. Jumat (6/05) sore, ada lomba mancing bersama dengan 290
peserta. Tempatnya di Sungai Kedung Bule, sebelah Barat makam Mbah Kopek. Sabtu
(7/05) pagi, diteruskan agenda sepeda sehat bersama 1900 peserta. Malamnya
digelar istighatsah yang dihadiri Habib Abdullah al-Hinduan, Habib Ahmad Al
Jufri (Mayong, Jepara), Habib Abdul Qadir al-Hinduan (Pulodarat, Jepara) yang
dimeriahkan Rebana Polres Jepara.
Siang harinya, (Ahad, 08/05), panitia Haul menggelar Drumband
dan Karnaval Budaya yang melibatkan seluruh lembaga pendidikan di Sowan Kidul. Mulai
dari MI (2), SD (1), TK, RA, PAUD, MTs, MA, Ansor Ranting, hingga organisasi
kepemudaan desa bernama Gerakan Bela Lingkungan dan Taruna Tani. “Ada sekitar 2000
warga ikut berpartisipasi dalam karnaval Haul Mbah Kopek,” ujar ketua panitia,
H Sunaryo, yang juga Carik Sowan Kidul. [dutaislam.com/ m abdullah badri]
