![]() |
Khusyuk: Habib Luthfi bin Ali bin Yahya ziarah ke Makam Mbah Sabilan, Demaan, Jepara |
Oleh M Abdullah Badri
DutaIslam.Com - Berawal dari keinginan warga Demaan, Jepara Kota, agar panitia menelusuri silsilah Mbah Sabilan, Habib Abu Bakar Assegaf, juru kunci makam, berniat melakukan sesuatu. Tapi apa yang harus diperbuat, ia tidak tahu. Menelusuri nasab bagi Bang Abu, sapaan akrabnya, bukan perkara mudah. Yang selama ini dipercaya masyarakat bisa menemukan nasab dan bahkan makam tua para wali adalah Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Tapi untuk langsung menghadirkan Habib Luthfi bukan perkara gampang.
DutaIslam.Com - Berawal dari keinginan warga Demaan, Jepara Kota, agar panitia menelusuri silsilah Mbah Sabilan, Habib Abu Bakar Assegaf, juru kunci makam, berniat melakukan sesuatu. Tapi apa yang harus diperbuat, ia tidak tahu. Menelusuri nasab bagi Bang Abu, sapaan akrabnya, bukan perkara mudah. Yang selama ini dipercaya masyarakat bisa menemukan nasab dan bahkan makam tua para wali adalah Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Tapi untuk langsung menghadirkan Habib Luthfi bukan perkara gampang.
Buntu
menemukan jalan tercepat menjawab keinginan warga yang ingin mengetahui nasab
leluhurnya itu, Bang Abu datang sedirian ke makam Mbah Sabilan. Siang itu tidak
ada orang ziarah. Di makam tersebut, juru kunci tidak membaca tahlil dan
wirid. Yang dilakukan justru meluapkan emosi. Pintu makam digedor sekuat
tenaga. Batu nisan makam Mbah Sabilan diokak-okak (dicongkel).
“Kamu
ini siapa sih mbah kok bikin tugas berat menelusuri nasab. Saya tidak sanggup.
Tapi kok ditunjuk juru makam, kenapa? Ini tugas berat yang bikin saya pusing,
mbah!” katanya di makam.
Pulang
ke rumah, ia merasa ringan. Hanya berharap semoga kelak dapat jawaban. Bagi
Bang Abu, wali sangat welas asih kepada warga. Kemarahan yang kemarin
dilakukan tidak akan dibalas kemarahan yang sama oleh Mbah Sabilan. “Wali itu
memiliki mata kasih,” ujarnya, kepada Duta Islam, Kamis (13/04/2016), di
rumahnya, Jl. Pesajen, Demaan, Jepara.
Sebelum
membakar ikan, Bang Abu berkirim Al-Fatihah khusus kepada Mbah Sabilan. Kamis
(17/03/2016) pagi itu, bau ikan laut yang dibakar menyengat hidung kemana-mana.
Hendak disajikan bersama keluarga, seorang pengurus NU Jepara menelepon jika
posisi Habib Luthfi sedang ziarah di makam Mbah Daeng, Krapyak, Jepara.
Seketika, Bang Abu langsung menuju posisi Habib Luthfi yang kebetulan memang hanya berjarak 5 km dari tempat tinggalnya. Kepada angota Banser yang nderekke Habib Luthfi, ia tanya agenda habib setelah ziarah Mbah
Daeng. Sedikit kecewa karena Habib Luthfi ternyata tidak ada rencana
ziarah ke makam Mbah Sabilan.
Sebelum
niat bertemu dengan Habib Luthfi, Bang Abu sudah ziarah ke makam Mbah Sabilan. Kali ini
tidak marah-marah di makam, tetapi tawassulan dan kirim doa. Saking
semangatnya, Bang Abu ingin langsung menemui Habib Luthfi yang sedang di makam
Mbah Daeng.
Namun, sebelum keluar dari kompleks makam, seekor belalang menclok ke
bahu kanan, lalu terbang lari ke arah makam Abah-nya yang bersebelahan dengan
Makam Mbah Daeng, Krapyak. “Ya, Allah, saya ziarah ke Mbah Sabilan tapi belum ziarah
maqbarah orang tua,” ungkapnya dalam hati.
Baginya,
belalang adalah tanda agar sebelum ketemu Habib Luthfi, harus ziarah dulu kepada
orang tua, Habib Sagaf, sebagai bentuk birrul walidain.
Kebetulan hari Kamis adalah waktu biasanya ziarah ke makam orang tua.
“Kalau
Habib Luthfi memang kassyaf, dia pasti tahu krentek
saya habis marah-marah di makam Mbah Sabilan kemarin karena harus menemukan
nasabnya,” tutur Bang Abu menjelaskan maksud tawassul-nya tadi.
Sementara
itu, keterangan yang didapat, sekeluarnya Habib Luthfi dari makam Mbah Daeng, ternyata
tidak langsung jalan ke sebuah makam di Mlonggo sebagaimana agenda rombongan
yang nderekaken. Kata Bang Abu, Habib Luthfi justru ingin ziarah ke makam
Sayyid Abdurrahman. Rombongan banyak yang bertanya: “Dimana itu, Bib?”
Bang
Abu yang sudah di kompleks makam Mbah Daeng langsung mendekat, menyalami Habib
Luthfi dan bersiap mengantarkan ke Makam Mbah Daeng ketika itu juga.
“Alhamdulillah, Habib Luthfi kasyyaf,
tahu keinginan saya. Mungkin Mbah Sabilan bilang langsung ke Abah Luthfi kalau
saya habis marah-marah tidak karuan di makamnya kemarin,” tuturnya.
Dalam
ziarah pertama Habib Luthfi ke makam Mbah Sabilan itu, apa yang selama ini
digelisahkan Bang Abu terjawab dengan mudah. Tanpa tirakat panjang, nasab itu
diserahkan terbuka kepada Bang Abu dari Habib Luthfi, dicatat Kiai Masduki,
Sowan, Kedung, Jepara.
Nama
asli Mbah Sabilan adalah Habib Abdurrahman Basyaiban. Sabilan adalah nama
samaran yang digunakan untuk menghindari tekanan politik Belanda, yang berarti
jalan. Ketika itu, keturunan Arab dianggap penjajah sebagai orang yang suka
“meracuni” umat Islam. Penamaan tersebut terkait tentang apa, belum diketahui
jelas. Yang pasti, Mbah Sabilan hidup 350 tahun lalu ketika Pahlawan Nasional
yang legendaris bernama Untung Suropati masih hidup (1660-1706 M).
Silsilah
lengkapnya:
- Abdurrahman (Mbah Sabilan), bin
- Abdurrahim, bin
- Abdullah, bin
- Umar, bin
- Muhammad As-Syaibah, bin
- Ahmad, bin
- Abu Bakar Basyaiban, bin
- Muhammad As’adillah, bin
- Hasan Atturabi, bin
- Ali, bin
- Muhammad Al-Faqih Muqaddam, bin
- Ali, bin
- Muhammad Sahib Murbad, bin
- Ali Khala’ Ghasam, bin
- Alwi, bin
- Muhammad, bin
- Ali Alawiyyin, bin
- Ubaidillah, bin
- Ahmad al-Muhajir, bin
- Isa Arrumi, bin
- Muhammad An-Nagieb, bin
- Ali Uraidli, bin
- Ja’far Shadiq, bin
- Muhammad al-Baqir, bin
- Ali Zainal Abidin, bin
- Husain, bin
- Fatimah Zahra (zaujah Ali bin Abi thalib), binti
- Nabi Muhammad Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.
Ini peta makam Mbah Sabilan:
Menurut salah satu pembaca kami, keturunan Mbah Sabilan
Abdurrahman ada yang tinggal di Desa Babalan, Kec. Wedung, Kab. Demak. Namanya
adalah Kiai Ismail bin Umar Hamdan Basyaiban. Keterangan ini dikirim via email redaksidutaislam@gmail.com pada 6
Juli 2016.
Jika
diruntut, Mbah Sabilan adalah keturunan ke 29 dari Rasulullah. Menurut Habib
Luthfi, Mbah Sabilan berasal dari Cirebon. Karena itulah, Bang Abu mengaku
belum mengetahui makam ayahanda beliau, yakni Habib Abdurrahim Basyaiban. “Saya
belum klarifikasi ke Rabithah (organisasi penashih jalur keturunan Rasulullah).
Namun keturunannya ada banyak yang mukim di Magelang, Jawa Tengah,” kata Bang
Abu.
Cerita
yang beredar, dulu di makam Mbah Sabilan ada batu keramat yang disebut watu
bobot. Yakni dua batu dengan berat yang sulit diangkat oleh perorangan jika ia
tidak punya hajat. Panjanganya sekitar 40 cm dengan lebar 50 cm dan tinggi 60
cm. Dua batu itu masing-masing disebut wadah kitab dan wadah gaman.
Bagi
pezirah yang ingin tawassul agar pendidikannya lancar, ia bisa mengangkat wadah
kitab. Jika kuat mengangkat, maka itu isyarah bahwa keinginannya akan
dikabulkan oleh Allah di kemudian hari. Jika tidak kuat mengangkat, maka tanda
harus lebih bekerja keras lagi agar mendapatkan rejeki banyak. Ini untuk watu
bobot wadah gaman.
Kini,
batu itu sudah tidak ditemukan di kawasan makam. Bukan raib, tapi dicuri orang.
Menurut Bang Abu, watu bobot itu ada di sebuah museum di Semarang. Walaupun
begitu, Mbah Sabilan tetap masih diingat warga sebagai waliyullah penyebar
agama Islam tiap minggu akhir bulan Rajab. Pada tahun ini, jatuh pada 1 Mei
2016. [dutaislam.com/ab]
