DutaIslam.Com – Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS), artinya gandrung (rindu mendalam) nya para pencari ilmu kepada khazanah ulama salaf. Dari namanya saja, Madrasah TBS Kudus sebetulnya memang didirikan untuk mewadahi orang yang rindu akan kebenaran, pencari kebenaran ilmu.
Demikan uraian yang disampaikan Dr. Abdul Muhayya dalam
acara Tasyakuran Haflah Madrasah TBS ke-90 di Masjid Al Falah, Komplek BPI
Utara, Ngaliyan Semarang, Jumat (15/04/2016) malam.
Pada agenda yang diselenggarakan oleh Ikatan Santri Abiturien
(IKSAB) TBS Kudus Cabang Semarang ini, Muhayya juga mengingatkan agar para alumni TBS bisa menjadi
intelectual curiosity, yaitu sosok yang cenderung dan gandrung kepada ilmu. Harus
punya rasa ingin tahu yang sangat tinggi tanpa membedakan sumber ilmu dan
tempatnya, karena semua ilmu milik Allah.
“Saya pernah mondok di Barat selama 2 tahun 2 bulan. Saya
sebut mondok karena ngliwet sendiri. Pertama kali masuk hotel ya pas ke Kanada
dan naik pesawat juga ketika itu. Semuanya berkat rasa ingin tahu
saya yang sangat tinggi akan ilmu, sebagaimana tokoh pendahulu kita di TBS yang memiliki
semangat tasywiq,” papar Muhayya yang kini menjabat Ketua LPM UIN
Walisongo Semarang itu.
Yang terpenting, lanjut Muhayya, alumni bisa menjadi inspirasi
bagi yang lain. “Saya sering dipanggil oleh almarhum guru saya Kyai Mansur.
Bukan untuk berceramah, tapi untuk cerita pengalaman saya di luar negeri,”
jelas alumnus McGill University Kanada itu.
Ia juga menambahkan agar alumni TBS tetap meniru sifat
ulama, yakni yang abidan (ahli ibadah), arifan (bijaksana), faqihan
bi mashalihil khalqi fid dunya (pintar memberikan maslahat urusan dunia), muridan
bi fi’lihi wajhallah (mengharap apa yang dilakukan hanya untuk Allah).
“Jangan dalil yang dipakai kullu bid’atin dhalalah wa
kullu dhalalatin finnar saja. Hapal hadits ini saja kok mudah mengafirkan
orang lain hanya karena beda jidat dan beda celana,” terang Muhayya.
Sifat ulama itu pintar menebar kemaslahatan kepada umat
manusia. Tidak menebar kebencian dan kerusakan di mana-mana. Ini yang menurut
sesepuh IKSAB Semarang tersebut bagian dari manfaat gandrung kepada ilmu, semangat
Tasywiq Madrasah TBS Kudus.
Mbah Kyai Asnawi Kudus salah satu contohnya. Walaupun beliau
alim, semangat maslahat cinta tanah air tampak dalam shalawat Asanawiyah yang
terkenal itu.
“Shalawat Asnawiyah itu belakangnya ada kata ‘aman-aman
Indonesia Raya aman’. Sikap keindonesiaan dan nasionalisme Mbah Raden Kyai Asnawi
nampak bisa dibaca dari sini. Inilah ulama,” tandas Muhayya.
Menjadi sosok intelectual curiosity itulah yang
harus dijadikan cermin oleh alumni TBS dalam Harlah ke-90 ini, yakni ulama
yang tasywiq dan tahu bagaimana cara menebar kemaslahatan kepada makhluk,
alam raya ini.
Hadir dalam acara Tasyakuran Harlah TBS ratusan alumni dari
pelbagai perguruan tinggi. Berdasar data hadir dari panitia, anggota IKSAB yang
datang antara lain dari UIN Walisongo Semarang, Undip, Unwahas, Unissula, PGRI
Semarang, UMK Kudus, STAIN Kudus dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. “Yang hadir
mulai alumni tahun 2012 hingga 2015,” tutur Umar, Ketua IKSAB Semarang.
Sebelum penutupan dan makan malam lesehan bersama, hadirin diajak Dr.
Abdul Muhayya melantunkan shalawat Asnawiyah bersama-sama. “Meriah sekali, saya
masih punya banyak teman alumni di Semarang. Di Kanada dulu saya sendirian,”
ucapnya. [dutaislam.com/abdullah]
