DutaIslam.Com - Sudah
menjadi tradisi pada umumnya santri yang belajar di pondok pesantren apabila
telah menyelesaikan pelajarannya kembali ke daerahnya masing-masing dan
mendirikan Pondok Pesantren. Demikian halnya K.H. Yusuf Bin Ahmad yang
mendirikan Pondok Pesantren Sabilul Hadi, Surodadi, Kedung, Jepara, pada tahun
1870 M.
Kala itu, warga setempat belum banyak yang memahami syariat
agama Islam. Salah satunya ditandai dengan masih banyaknya masyarakat yang
belum bisa mengerjakan sholat dan baca tulis Al-Qur’an.
Untuk itu, surau dibangun KH. Yusuf bin Ahmad agar bisa
menampung minat belajar dan ngaji masyarakat sekitar. Setiap siang, malam dan
sore tidak kurang dari 20 orang yang datang untuk menuntut ilmu di surau itu
kepada Kyai Yusuf.
Saking ramainya minat ngaji, surau (pondok) tersebut tidak
hanya didatangi oleh masyarakat Surodadi saja. Banyak masyarakat dari luar
daerah berdatangan dan tinggal di pondok tersebut, sehingga setiap tahun mampu meluluskan
lebih dari 15 santri. Merekalah yang dipersiapkan untuk membina masyarakat
ketika pulang kampung.
Generasi kedua setelah KH.Yusuf Bin Ahmad wafat pada tahun
1892 M adalah KH. Makhfud Bin Yusuf, putra Kyai Yusuf, yang mengampu pesantren
hingga 1928 M. Pengasuhan pesantren dilanjutkan kemudian oleh KH. Asro mulai hingga
tahun 1976 M.
Kyai Asro terkenal berdedikasi tinggi dengan landasan
keimanan yang kuat. Pada kepemimpinan generasi ketiga inilah Pondok Pesantren Sabilul
Hadi santrinya berkembang hingga mencapai ratusan orang.
Banyak santri dari luar daerah yang ngangsu kaweruh ke KH. Asro untuk belajar Ilmu Hikmah dan Tasawuf,
selain tentunya belajar sholat, hukum, baca Al-Qur’an dan Ilmu Alat. Sehingga
nama pesantren terdaftar dalam buku Nama
dan Data Potensi Pesantren seluruh Indonesia pada nomor: 512332001021.
Kyai Asro yang punya semangat mengembangkan pesantren
dipanggil ke rahmatullah tanggal 2 November 1976 M/13 Dzul Hijjah 1396
H, tepatnya hari Rabu. Setelah 48 tahun mengabdi,
kepemimpinan Kyai Asro dilanjutkan oleh generasi ke-4, yakni KH. Jasichun.
Pada masa Kyai Jasichun ini, Sabilul Hadi membangun pondok putri.
Asramanya intensif dibangun pada tahun 1999, bertepatan dengan haul Kyai Asro
ke-25. Pesantren putri ini diasuh Kyai Abdullah yang dibantu oleh Ibu Nyai Hj.
Hibatun Wafiroh sampai sekarang. Pada masa inilah, kegiatan-kegiatan yang
sebelumnya tidak ada, diselenggarakan. Misalnya muwadda’ah, haul para perintis pondok dengan agenda acara dialog
interaktif, lomba dan pengajian.
Selain itu pesantren intensif meningkatkan kegiatan ngaji
sorogan beberapa kitab kuning masyhur di pesantren. Antara lain Safinatun Najah, Sulamut Taufiq, Tijan
Darori, Bina’ul Izzy dan lainnya.
Pesantren kian banyak diminati masyarakat. Atas rahmat
Allah, pada tahun 2003, Sabilul Hadi mendirikan TPQ (Taman Pendidikan
Al-Qur’an) dipimpin oleh Usth. Syahiyatus Shofa, A.Ma. Pada tahun ini pula,
pesantren berhak mengeluarkan ijazah setara SMP karena sudah mengantongi ijin
operasional wajib belajar sembilan tahun.
Setelah 3 tahun diakui setara SMP, KH KH. Jasichun wafat.
Tepatnya 3 Desember 2006 M/ 12 Dzul Qo’dah 1427 H, Ahad pagi jam 03.00 WIB.
Masa khidmah beliau 30 tahun ikut mengembangkan pesantren. Allah yarham.
Sepeninggal KH. Jasichun, roda pesantren putra diteruskan
Kyai Samich Asro, putra dari KH. Asro yang dibantu Ust. Alamul Yaqin, putra
ketiga KH. Jasichun, sampai sekarang. Kini, Sabilul Hadi sudah memiliki
Madrasah Diniyah (Madin).
Kyai Samich mendirikan Madin pada 2008. Semoga berkah, bisa
melanjutkan perjuangan muassis Sabilul
Hadi, KH Yusuf bin Ahmad, penulis kitab Tashrifan,
yang kini beredar luas di pasaran itu. Yuk
Mondok! [dutaislam.com/abdullah]
