700 Ribu Jamaah Haji Tidak Diterima Allah
Cari Berita

Advertisement

700 Ribu Jamaah Haji Tidak Diterima Allah

Senin, 11 April 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
haji mabrur

DutaIslam.Com - Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al Hanzhali al-Marwazi, seorang ulama terkenal di Makkah menceritakan riwayat ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka:

“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.

“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.

“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”

“Tidak satupun”

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.

“Apa?” ia menangis dalam mimpinya.

“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.

“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”
“Kok bisa”

“Itu Kehendak Allah”

“Siapa orang tersebut?”

“Sa’id bin Muhafah tukang sol sepatu di kota Damsyiq (Damaskus sekarang)”

Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun, Sepulang haji, ia tidak langsung pulang ke rumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Syiria.

Sampai di sana, ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.

“Ada, di tepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. 

Sesampai disana, ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh, “Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” Tanya ulama itu.

“Betul, siapa Tuan?”

“Aku Abdullah bin Mubarak”

Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”

Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya. Akhirnya ia pun menceritakan perihal mimpinya.

“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat sehingga berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”

“Wah saya sendiri tidak tahu!”

Baca: Biografi Sanad Syeikh Zaini Dahlan

“Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini."

Maka, Sa’id bin Muhafah bercerita:

“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar: Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. laa syarika laka/ Ya Allah, aku datang karena panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Segala nikmat dan puji adalah kepunyaan-Mu dan kekuasaan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.

"Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis. Ya allah aku rindu Makkah. Ya Allah, aku rindu melihat kabah. Ijinkan aku datang. Ijinkan aku datang ya Allah. Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji. Saya sudah siap berhaji”

“Tapi Anda batal berangkat haji”

“Benar”

“Apa yang terjadi?”

“Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat”

“Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?"

“Iya, sayang”

“Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku”

"Saya pun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya."

Baca: Kiai Subchi Bambu Runcing

Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan:

“Tidak boleh, Tuan”

“Dijual berapapun akan saya beli”

“Makanan itu tidak dijual, Tuan,” katanya sambil berlinang mata.

Akhirnya saya tanya kenapa?
Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan,” katanya.

Dalam hati saya, bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya. Padahal kita sama-sama muslim. 

Karena itu saya mendesaknya lagi, 

“Kenapa?”

“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak. Bagi kami, daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram."

Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang. Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun menangis.

Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.

“Ini masakan untukmu”

Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.

”Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi. Ya Allah……… di sinilah Hajiku. Ya Allah……… di sinilah Makkahku."

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata. [dutaislam.com/is]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB