Diaspora NU dan Tantangan Terorisme
Cari Berita

Advertisement

Diaspora NU dan Tantangan Terorisme

Jumat, 01 Januari 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Oleh A Helmy Faishal Zaini

Semakin mengemukanya isu radikalisme dan terorisme akhir-akhir ini membuat kita semakin prihatin sekaligus dibuat waswas. Dunia seolah semakin tidak kondusif dan karut marut adanya.

Puncaknya adalah bahasa kekerasan yang digunakan. Hanya ada satu kata yang layak digunakan untuk melukiskan keadaan: mencekam. Rasa aman sudah tak ada lagi. Padahal jika kita pelajari lebih dalam, ada lima kebutuhan atau hajat hidup manusia yang harus terjamin: Pertama, nyawanya. Kedua, hartanya. Ketiga, akalnya. Keempat, keturunannya, dan Kelima, martabatnya. 

Lima hal tersebut dalam terminologi ushul fiqh disebut dengan kulliyatul khoms. Rumusan tersebut bukan lahir dari ruang kosong. Ia didasari filosofi pemikiran dan juga perdebatan akademik yang sangat matang dan komprehensif, sehingga kemudian hari terbakukan menjadi lima kebutuhan dasar manusia yang harus terjamin dalam kehidupan ini. 

Berangkat dari kerangka berpikir kulliyatul khoms tersebut saya ingin menarik dalam konteks kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara baik dalam skala nasional maupun internasional yang sedang kita alami hari ini. Hal ini saya rasa sangat diperlukan guna mengurai apa yang sejatinya hari ini mesti kita lakukan untuk memperbaiki keadaan, terutama dalam soal keamanan dan stabilitas internasional. (Baca Duta Islam: 9 Alasan Mengapa Harus Fanatik ke NU)

Pada hemat saya, ada tiga hajat hidup utama yang negara harus hadir memberikan jaminan kepada rakyatnya. Pertama, nyawa, kedua harta, ketiga martabat. Tiga hal tersebut menurut saya adalah tanggungan dan kewajiban negara yang harus ditunaikan kepada setiap rakyatnya. Keamanan adalah kata kunci utama yang mau tidak mau harus hadir dan dirasakan oleh seluruh rakyat. 

Negara harus memberi rasa aman nyawa dari segala ancaman dan teror yang kian hari kian merebak dan meresahkan. Terorisme hari ini bisa terjadi kapan, di mana, oleh dan kepada siapa saja. Teror yang sedemikian menjamurnya adalah PR besar bagi negara untuk lebih intens sekaligus serius dalam usaha-usaha deradikalisasi atau usaha-usaha peredaman teror lainnya. 

Sebab, tanpa usaha itu berarti negara sudah ”tidak hadir” di kehidupan rakyatnya. Ini persoalan serius. Sebab, keamanan adalah sebuah hal sangat prinsip. Soal betapa pentingnya keamanan ini, saya teringat mendiang John Lennon dalam lagu legendarisnya Imagine. Dalam lagu tersebut terdapat lirik yang sangat dalam dan layak untuk kita renungkan kembali yang berbunyi ”Imagine there’s no countries it isn’t hard to do nothing to kill or die for”. 

Lennon dengan sangat tajam mengatakan bahwa tak akan ada alasan untuk membunuh dan terbunuh. Dibunuh, membunuh hari ini adalah peradaban kita. Teror- meneror adalah wajah kehidupan kita. Tak ada lagi rasa aman dan tenteram dalam menjalani kehidupan. Semua serba diancam, semua serba-merasa terancam. 

Islam Ramah 
Kita tahu bahwa dalam menunaikan tugasnya mewujudkan rasa aman kepada rakyatnya negara tidak harus berjuang sendirian. Negara boleh bekerja sama dengan pihak mana pun, termasuk yang paling strategis menurut hemat saya adalah bekerja sama dengan organisasi masyarakat (ormas). 

Salah satu ormas yang konsen dalam memerangi radikalisme dan juga terorisme adalah Nahdlatul Ulama (NU). NU dalam beberapa tahun terakhir sangat serius menggalakkan pelbagai macam program deradikalisasi bagi masyarakat. Hal ini bisa dipahami, sebab NU sendiri adalah ormas pemegang teguh ajaran Islam ahlussunnah waljamaaahlussunnah waljamaaah yang memiliki empat prinsip utama yakni tawassuth (moderat), tasamuh (toleran) tawazun (seimbang), adalah (adil). 
Empat prinsip ini merupakan alas pijak dasar gerakan dakwah NU. Oleh karenanya, wajar sekali jika NU sangat menolak paham yang ekstrem. Baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Baik yang konservatif maupun yang liberal. NU sangat menjunjung tinggi caracara dakwah santun. NU selalu menggunakan cara-cara kelembutan dalam berdakwah. 

Tidak menggunakan paksaan apalagi ancaman. Hal ini menurut hemat saya karena didasari kepahaman yang sangat dalam dari para ulama NU bahwa sikap lembut adalah sebaik-baiknya sikap dalam berdakwah. Bukankah bunyi kalimat paling tengah dalam kitab suci Alquran berbunyi ”falyatalatthaf ” yang artinya ”berlemah lembutlah”? 

Berdiaspora 
Pada perkembangan mutakhir, saya sangat bersyukur bahwa NU kini sudah menyebar di hampir seluruh benua: Asia, Afrika, Amerika, dan juga Eropa. Melalui PCINU (Pengurus Cabang Istimewa NU) yang berada di sekitar 22 Negara di dunia, NU memiliki peluang dan modal yang sangat besar dalam mengawal perdamaian dan harmoni kehidupan. Hal itu bukan kesimpulan yang berlebihan atau bukan panggang yang jauh dari api. (Baca Duta Islam: Islam Disandera Wahabi)

Sebab, gerakan dakwah yang ditawarkan oleh NU adalah gerakan Islam ramah yang bisa merangkul siapa saja tanpa bermaksud melukai atau bahkan memusuhi. Di banyak tempat, sebut saja misalnya Maroko (Afrika) Amerika, Jerman (Eropa), Jepang (Asia), anak-anak muda NU yang menjadi pengurus PCINU menjelma menjadi motor penggerak ajaran Islam yang santun lagi menyejukkan. 
Mereka melakukan tidak saja kajian akademis, namun lebih dari itu aksi nyata untuk membantu perdamaian kehidupan dunia agar penduduk dunia terhindar dari rasa waswas yang syak wasangka yang mencekam adanya. Ihwal perkembangan NU di seantero penjuru benua ini saya menyebutnya sebagai diaspora NU. Keadaan yang perlu dan patut untuk disyukuri adanya. 

Saya berharap, diaspora NU ini memberi kontribusi yang semakin hari semakin baik dan nyata untuk mewujudkan gerakan- gerakan dakwah yang tidak menempatkan mereka yang berbeda dengan kita adalah ”liyan”. 

Meminjam budayawan Candra Malik (2015), dakwah yang merangkul bukan memukul. Alaa kulli hal, NU via diasporanya ini akan terus berkomitmen untuk menjaga keamanan dunia dari pelbagai macam bentuk terorisme dan juga radikalisme. Hal ini bagi NU adalah sebuah keniscayaan dalam rangka mengemban dakwah Islam yang ramah. Wallaahu alam bishshawab. [ed]

A Helmy Faishal Zaini, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tulisan ini pernah dimuat Koran Sindo
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB