Salah Kaprah Memahami Hadits Merapatkan Barisan Saat Shalat
Cari Berita

Advertisement

Salah Kaprah Memahami Hadits Merapatkan Barisan Saat Shalat

Sabtu, 26 Desember 2015
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
hukum meluruskan barisan saat shalat
Hadits tentang merapatkan kaki saat shalat berjamaah hanya diriwayatkan oleh sahabat yang melihat ada seorang laki-laki tak diketahui namanya merapatkan kaki saat shalat, dan yang meriwayatkan tidak pernah melakukannya.

Oleh Hasan Baroom

Dutaislam.com - Sehabis Shalat Maghrib, ada seorang jamaah di satu masjid curhat kepada saya. "Pokoknya saya tidak mau shalat di samping dia,” katanya. (sambil nunjuk orang bercelana cingkrang)

”Memangnya kenapa?"

”Kakinya itu lho, masak saya dipepet-pepet terus sampai mau diinjak. Shalat saya malah jadi tidak khusyu”

Saya hanya bisa tersenyum.

Masalah ini mari kita bahas dengan kepala dingin, dengan merujuk ke kitab-kitab para ulama yang muktamad. Mari kita telusuri dan dengan seksama apa komentar para ulama dalam hal ini.

Hadits Meluruskan Barisan Shalat
- Riwayat Anas bin Malik

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»

Artinya:
Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shallallah ‘alaih wasallam: "Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku". Ada diantara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. (HR. Al-Bukhari)

Al-Imam Al-Bukhari mencantumkan teks hadits ini dalam kitab As-Shahih, pada Bab Merapatkan Pundak Dengan Pundak dan Telapak Kaki dengan Telapak Kaki, (hlm: 1/146).

Baca: Menginjak Kaki Jama'ah Saat Shalat Beda Tipis dengan Menginjak Al-Qur’an

Riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu menggunakan redaksi (القدم). Sehingga Imam Bukhari pun mengawali hadits dengan judul merapatkan pundak dengan pundak dan telapak kaki dengan telapak kaki.

- Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ

Artinya:
An-Nu’man bin Basyir berkata: "Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf kalian..!!; tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: "Saya melihat laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.

Selain diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits, di antaranya:

- Al-Imam Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, 1/ 178,
- Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad-nya, hlm. 30/378,
- Al-Imam Ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya hlm. 2/28,
- Al-Imam Al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya hlm. 1/123.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah menempelkan mata kaki itu sunnah Nabi shallallahualaihi wasallam atau bukan? Dalam arti apakah hal itu merupakan contoh langsung dari Nabi Saw atau bentuk perintah yang secara nash beliau menyebut “harus menempel”?

Komentar Para Kiai Wahabi Talafi
- Nashiruddin Al-Albani
Syeikh Nashiruddin Al-Albani (w. 1420 H) dalam kitabnya, Silsilat al-Ahadits as-Shahihah, hal. 6/77 menuliskan :

وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه

Artinya:
Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya ilzaq (menempelkan mata kaki, dengkul, bahu) ini. Hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja. Bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil (Pengingkaran) terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil (pengingkaran) dalam Sifat Ilahiyyah.  Bahkan lebih jelek dari itu.

Tak hanya berhenti sampai di situ, Al-Albani juga mengancam mereka yang tidak sependapat dengan Pendapatnya, sebagai orang yang ingkar kepada sifat Allah. Untuk itu pendapat Al-Albani ini didukung oleh murid-murid setianya. 

Dimana-mana mereka menegaskan bahwa Ilzaq ini disebut sebagai sunnah mahjurah. Yaitu sunnah yang telah banyak ditinggalkan oleh orang-orang. Oleh karena itu perlu untuk dihidupkan lagi di masa sekarang.

- Yai Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (w. 1421 H)
Yai Al-Utsaimin pernah ditanya tentang menempelkan mata kaki.  Dan beliau pun menjawab saat itu dengan jawaban yang agak berseberangan dengan pendapat Al-Albani.

أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.

Artinya:
Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, 
agar shaf benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat. (Baca: Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; w. 1421 H, Fatawa Arkan al-Iman, hlm. 1/311)

Ternyata Syiekh Al-Utsaimin sendiri memandang bahwa menempelkan mata kaki itu bukan tujuan inti. Menempelkan kaki itu hanyalah suatu sarana bagaimaan agar shaf shalat bisa benar-benar lurus.

- Yai Bakr Abu Zaid: Imam Masjid An-Nabawi Anggota Hai'at Kibar Ulama Saudi Arabia (w. 1429 H)

Beliau menulis kitab berjudul "La Jadida fi Ahkam as-Shalat". (Tidak ada yang baru dalam hukum shalat), hlm. 13. Dalam tulisannya, Yai Bakr Abu Zaid agak berbeda dengan pendapat Al-Albani:

وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.

Artinya:
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah hal yang susah dilakukan.

Yai Bakr Abu Zaid melanjutkan,

فهذا فَهْم الصحابي - رضي الله عنه - في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق

Artinya:
Inilah yang dipahami para shahabat dalam taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela. Bukan menempelkan bahu dan mata kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah anjuran untuk menutup sela-sela, istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.

Jadi, menurut Yai Bakr Abu Zaid (w. 1429 H) hadits itu bukan berarti dipahami harus benar-benar menempelkan mata mata kaki, dengkul dan bahu. Namun hadits ini hanya anjuran untuk merapatkan dan meluruskan shaf.

Baca: Wali Mastur yang KH Hasyim Asy'ari Ingin Mendengar Suaranya

Jadi pendapat Yai Bakr Abu Zaid seperti itu, jelas sekali telah berseberangan dengan pendapat Al-Albani. Dan bisa jadi Yai Bakr Abu Zaid kena vonis inkar terhadap sifah Allah, seperti saya jelaskan di atas.

Penjelasan
Menempelkan mata kaki dalam shaf bukan tindakan atau anjuran Nabi Saw. Sekilas memang terkesan bahwa menempelkan itu perintah beliau Saw. Tapi keshahihan hadits saja belum cukup tanpa pemahaman yang benar terhadap hadits shahih.

Jika kita baca seksama teks hadits dua riwayat diatas, kita dapati bahwa ternyata yang Nabi Saw anjurkan adalah menegakkan shaf. Perhatikan redaksinya:

أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ

Artinya:
"Tegakkah barisan kalian".

Itu yang Baginda Nabi Saw katakan. Sama sekali Beliau Saw tidak berkata: "Tempelkanlah mata kaki kalian". Dan beliau juga tidak main ancam siapa yang tidak melakukannya dianggap telah kafir atau ingkar dengan sifat-sifat Allah.

Yang bilang seperti itu hanya Yai Nashiruddin Al-Albani seorang. Para ulama sesama wahabi talafi tidak pernah berkata seperti itu, kecuali murid-murid pendukungnya saja.

Coba kita baca lagi haditsnya dengan seksama. Dalam riwayatnya disebutkan:

وَكَانَ أَحَدُنَا
Dan salah satu dari kami....

رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا
Saya melihat seorang laki-laki dari kami...

فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ
Saya melihat seorang laki-laki....

Meskipun dengan redaksi yang berbeda, tetapi kesemuanya merujuk pada makna bahwa 
”salah satu” sahabat Nabi ada yang melakukan hal itu. Maka hal itu adalah perbuatan dari salah satu sahabat Nabi, hasil dari pemahamannya setelah mendengar perintah Nabi agar menegakkan shaf.

Terkait ucapan atau perbuatan shahabat,  Al-Amidi (w. 631 H), salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:

ويدل على مذهب الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض الآخر ولا على غيرهم

Artinya:
Menurut kebanyakan ulama madzhab, perbuatan shahabi menjadi hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua shahabat. Karena perbuatan sebagian tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain. (Lihat: Al-Amidi; w. 631 H, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hlm. 2/99)

Jadi, menempelkan mata kaki itu bisa menjadi hujjah jika dilakukan semua shahabat. Dari redaksi hadits, kita dapati bahwa menempelkan mata kaki dilakukan oleh seorang laki-laki pada zaman Nabi. Kita tidak tahu siapakah lelaki itu.

Lantas bagaimana dengan Imam Anas bin Malik yang telah meriwayatkan hadits?

Jika kita baca teks hadits dari Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir di atas, sebagai dua periwayat hadits, ternyata beliau berdua hanya melihat saja. Beliau malah tidak melakukan apa yang mereka lihat. Kenapa?

Baca: Pernikahan Abah Guru Sekumpul yang Direstui Rasulullah SAW

Karena yang melakukannya bukan Rasulullah Saw sendiri. Dan para shahabat yang lain juga tidak melakukannya.  Yang melakukannya hanya satu orang saja. Itupun namanya tidak pernah disebutkan alias Anonim.

Hal itu diperkuat dengan keterangan Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H) melanjutkan riwayat Imam Anas bin Malik yang menyebut:

وَزَادَ مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ كَأَنَّهُ بغل شموس

Artinya:
Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas. Jika saja hal itu saya lakukan sekarang dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas. (Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hlm. 2/211)

Jika menempelkan mata kaki itu sungguh-sungguh anjuran Nabi, maka beliau berdua sebagai salaf yang shalih tidak akan lari dari hal itu dan meninggalkannya.

Jadi Intinya, tidak ada satu pendapat pun dari ulama madzhab empat yang mengharuskan menempelkan mata kaki dalam shaf shalat. [dutaislam.com/ab]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB