Bantahan Kepada Yang Mengkafirkan Orang Tua Nabi
Cari Berita

Advertisement

Bantahan Kepada Yang Mengkafirkan Orang Tua Nabi

Rabu, 18 November 2015
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Orang-orang yang katanya paling beriman dan paling mengikuti sunnah, memang tidak bisa menjaga lidah dari ucapan mengkafirkan orang sembarangan tanpa pilih kasih, bahkan mudah saja mengatakan ayah ibu Rasulullah adalah kafir/musyrik dg dasar Hadits riwayat Muslim:

حدثنا يحيى بن أيوب ومحمد بن عبادواللفظ ليحيى قالا حدثنامروان بنمعاوية عن يزيد يعني بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استأذنت ربي أن أستغفر لأمي فلم يأذن لي واستأذنته أن أزور قبرها فأذنلي


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun untuk ibuku maka Dia tak mengizinkanku, kemudian aku minta izin untuk menziarahi kuburnya maka Dia mengizinkan aku. (HR. Muslim 976).

Mendengar hadits ini, maka kita jangan tergesa-gesa megatakan bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah kafir. Wal ‘iyadzubillah. 

Harus kita teliti dulu pendapat para ulama tentang pemahaman hadits itu sebenarnya bagaimana.
Mari kita dengar apa kata Imam Suyuthi, penutup amirul mukminin fil hadits:
"Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang di istighfarkan Rasul di belakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan).
Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliau pun tertahan dari surga di dalam barzakh karena ada sesuatu yang lain diluar kufur." (Lihat At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi, hlm. 29).

Tidak-kah mereka pertimbangkan ayat Allah: “sesungguhnya orang2 musyrik adalah najis” (QS. At-Taubah: 28). 

Kata 'kafir' itu tentu sangat menyakiti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin seorang Rasulullah yang suci dilahirkan dari pada orang-orang yang beraqidahkan najis atau dilahirkan dari daging dan darah yang najis. La haulun wa la quwwatun illa billah.

Lihatlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم


Artinya: Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak-anak Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak-anak Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada BaniHasyim. (Hadits riwayat Muslim)

Cobalah pikir pakai otak, jangan pakai dengkul, apakah mungkin Allah mensucikan mereka, dari generasi ke generasi, sementara mereka adalah orang-orang kafir? Dan kemudian apakah kalian lupa dengan firman Allah:

إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً


Artinya: "Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan najis dari ahlul baitmu dan mensucikan mu dengan sesuci-sucinya."

Inilah kesalahan para pembenci keturunan Rasulullah. Mereka tidak pernah melihat dalil-dalil lain yang lebih kuat dan lebih qoth’i. Cara mereka sangat tekstual dalam memahami nash ditambah pula tak mau melihat dan menggabungkan dalil-dalil lain yang ada.

Maka hancurlah istimbath mereka dalam segala bidang, baik fiqih, tauhid maupun tasawuf. Inilah yang menjadi sebab kenapa mereka mengharamkan isbal, pembangunan kubur, pemahaman tentang makna bid’ah dan banyak lagi.

Dalam sebuah kisah Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi salah seorang ulama muhaqqiqin besar Malikiyah, pernah ditanya tentang adanya orang yang mengatakan orang tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam di neraka. 

Apa jawab Ibnu Al-Arobi? Beliau mengatakan: "TerlaknatLah orangyang mengatakan orang tua Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُاللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْعَذَابًا مُهِينًا .


Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina". (QS. Al-Ahzab 57). 

Yang kedua, mereka yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka berdalil dari hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ


Artinya: Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah "Ya, Rasulullah, di mana keberadaan ayahku?" Rasulullah menjawab: "dia di neraka". Maka, ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata, "sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka".

Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal, banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh:

“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”


Artinya: Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW "dimana ayahku? Rasulullah SAW menjawab: "dia di neraka", si A’robi pun bertanya kembali "di mana Ayahmu?", Rasulullah pun menjawab, "sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka". 

Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka. Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.

Dalil mereka yang lain adalah hadits yang berbunyi:

لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ


Artinya: Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku?

Kemudian turun ayat yang berbunyi:

{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }


Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.

Jika mau meneliti, ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu:

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ


Artinya: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. al-Baqarah: 40), sampai ayat 129:

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ


Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (Yahudi). Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا


Artinya: “Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.

Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ ayat 218-219, yang berbunyi:

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ


Artinya: Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagian ulama menafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.

Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrahim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhnya yang juga pamannya.

Hadits Nabi SAW bersabda: 

قال رسول الله (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))


Artinya: Aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula. 

Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis. (QS. At-Taubah: 28). 

Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala. Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab ‘Masaliku al-Hunafa fi Waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.

Syubhat yang ditujukan kaum wahabi yang pelaknat orangtua Nabi kepada kaum Ahlussunnah adalah tentang apakah kedua orang tua Rasulullah muslim atau tidak adalah tiadanya dasar hadits yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk salah satunya adalah hadits ini: 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: حَجَّ بِنَا رَسُوْلُ اللهِ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَمَرَّ بِي عَلَى عَقَبَةِ الْحَجُوْنِ وَهُوَ بَاكٍ حَزِيْنٌ مُغْتَمٌّ فَنَزَلَ فَمَكَثَ عَنِّي طَوِيْلاً ثُمَّ عَادَ إِلَيَّ وَهُوَ فَرِحٌ فَتَبَسَّمَ فَقُلْتُ لَهُ فَقَالَ: ذَهَبْتُ إِلَى قَبْرِ أُمِّي فَسَأَلْتًُ اللهَ أَنْ يُحْيِيْهَا فَآمَنَتْ بِي وَرَدَّهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ


Artinya: "Dari A’isyah rda. ia berkata: ‘Rasulullah bersama-sama kami melaksanakan haji wada’. Saat lewat di Aqabah Hajun bersamaku beliau menangis sedih dan susah, kemudian beliau turun dan tinggal beberapa lama, kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gambira dan tersenyum, lalu aku katakan kepadanya dan beliau menjawab: ‘Aku pergi ke makam ibuku, lalu aku minta supaya Allah menghidupkannya kemudian ibuku beriman kepadaku dan Allah mengembalikannya lagi."

Hadits ini adalah dha‘if menurut Imam as-Suyuthi serta diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam an-Nasikh wa al-Mansukh, meskipun oleh Ibnul Jauzi dikatakan maudhu’.

Al-Ajhuri mengatakan bahwa yang benar, hadits masyhur tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulallah itu adalah termasuk hadits dha‘if, dan bukan maudhu’ ataupun shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Syahin, Ibnu Asakir, as-Suhaili dan Ibnu Nashir.

Al-Habib Abdullah Ba-Alawi dalam Is’ad ar-Rafiq syarah kitab Sullam at-Taufiq, mengatakan, "yang haq (pendapat yang benar untuk diikuti) sebagaimana yang di tahqiq-kan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain bahwa ayahanda (atau ayah leluhur) Rasulullah tidak ada yang berstatus kafir. Hal itu adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan nubuwwah. Begitu juga dengan ibunda (atau ibu leluhur) beliau, seperti halnya leluhur Rasulullah yang semuanya tidak ada yang kafir begitu juga leluhur para Nabi-Nabi lain. Adapun Azar yang di kenal sebagai ayahanda Nabi Ibrahim, sebenarnya adalah bukan ayah, tapi paman sebagaimana pendapat para ulama kita".

Menurut al-Bajuri dan Hasan al-Adawi hadits riwayat Aisyah di atas shahih menurut ahli hakikat, sebagaimana tertuang dalam syair-syair mereka:

أَيْقَنْتُ أَنَّ أَبَا النَّبِيِّ وَأُمَّهُ حَتَّى لَهُ شَهِدَا بِصِدْقِ رِسَالَةٍ هَذَا اْلحَدِيْثُ وَمَنْ يَقُوْلُ بِضُعْفِهِ أَحْيَاهُمَا الرَّبُّ الْكَرِيْمُ اْلبَارِي صِدْقٍ فَتِلْكَ كَرَامَةُ الْمُخْتَارِ فَهُوَ الضَّعِيْفُ عَنِ الْحَقِيْقَةِ عَارِي


Artinya: Aku meyakini bahwa ayah dan ibu Nabi dihidupkan kembali oleh Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia. Hingga mereka berdua bersyahadat akan kebenaran risalah yang benar. Maka itu adalah suatu kehormatan bagi Rasulullah. Hadits tentang ini dan yang mengatakan dha‘if adalah orang yang dha‘if sendiri dan tidak tahu hakikat sebenarnya.

Asy-Sya'rani mengatakan, bahwa Imam as-Suyuthi banyak menulis kitab yang berkenaan dengan status orang tua Nabi yang selamat dari siksa neraka, termasuk satu risalah yang ditulis dalam Al-Hawi lil Fatawi. Dan di antara yang menyutujui hadits tersebut (tidak menyebut maudhu’ seperti penilaian al-Hafizh Ibnul Jauzi) adalah al-Khathib al-Baghdadi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Syahin, as-Suhaili, al-Qurthubi, ath-Thabari, Ibnu Munayyir, Ibnu Nashiruddin, Ibnu Sayyid an-Nas dan ash-Shafadi.

Kemudian akhir dari kesimpulan pendapat-pendapat ulama dalam lingkungan Ahlussunah adalah, orang tua Nabi Muhammad termasuk orang-orang yang selamat dari neraka, dengan alasan, 1). Hadits di atas dapat diterima, karena meskipun dha‘if secara ilmu riwayat atau musthalah, tapi shahih secara kasyf. Adapun penilaian maudhu’ Ibnul Jauzi tidak dibenarkan ulama. 2). Orangtua Nabi termasuk ahli fatrah (hidup masa kekosongan utusan yang menyampaikan risalah). 

Maka, jagalah lidah Anda jika tidak ingin disebut menyakiti Rasulullah. [dutaislam.com/ ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB