Kiai Mustandji: Keturunan Tukang Topeng yang Jadi Kiai, Ahli Tirakat, Diyakini Punya Ilmu Rogosukmo
Cari Berita

Advertisement

Kiai Mustandji: Keturunan Tukang Topeng yang Jadi Kiai, Ahli Tirakat, Diyakini Punya Ilmu Rogosukmo

Duta Islam #03
Rabu, 21 Maret 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Kiai Mustandji Yusuf. Foto: Doc putra sulungnya, Kiai Abdil Nuril Mujib. 
DutaIslam.Com - Sosok almarhum Kiai Mustandji Yusuf tidak asing bagi masyarakat Sumenep khususnya masyarakat Desa Errabu Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep-Madura. Beliau merupakan  pengasuh pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah yang terkenal ahli tirakat sejak kecil hingga masa-masa akhir mengasuh pesantren.

Pengembaraan spiritual yang panjang melalui tirakat (baca: tapa) membuat beliau memiliki banyak keistimewaan yang menurut banyak orang di luar jangkauan akal. Diantaranya, beliau diyakini pernah berada di dua lokasi dalam satu waktu (rogosukmo).

Di Desa Errabu, ketika masih hidup, beliau pun kerap menjadi sandaran bagi masyarakat yang membutuhkan untuk memecahkan satu masalah.

Profil Singkat dan Orang Tua
Kiai Mustandji lahir di Errabu, 12 September 1941 dari pasangan suami istri Yusuf dan Surakmi (nama panggilan untuk salah satu putranya). Sebagaimana lazimnya masyarakat Errabu, Yusuf merupakan seorang petani biasa.

Yusuf juga seorang penabuh gendang dalam acara kesenian Panjhek atau Topeng sebagai salah satu kesenian yang disenangi masyarakat pada masanya. Yang perlu dicatat, seni Topeng atau Panjhek saat itu hanya dikenal sebagai hiburan. Bahkan tak jarang dianggap sebagai hiburan yang 'buruk' (menurut salah satu cerita, Surakmi, istri Yusuf pernah marah kepada Yusuf dan tidak makan dari hasil acara menabuh gendang).

Hal inilah yang membuat Yusuf punya keinginan kuat agar anak-anaknya menjadi orang alim dan berilmu. Termasuk K Mustandji.

Namun demikian, meski hanya seorang petani, Yusuf dikenal memiliki keistimewaan dalam menabuh gendang. Yang paling dikenal di masyakat Errabu, begitu Yusuf menabuh gendang, lampu lilin ikut bergerak mengikuti irama gendang (saat itu listrik belum masuk ke desa Errabu).

Kehidupan masa kecil K. Mustandji belum banyak terungkap. Hanya, berdasarkan cerita-cerita dari beberapa saksi hidup, Mustandji kecil menyukai tirakat (meditasi/perenungan). Hal itu dilakukannya di sekitar rumah.

Sampai akhirnya Mustandji kecil di Mondokkan di Pesantren Al Islah Moncek Tengah Lenteng Sumenep di bawah asuhan Kiai Syamsul.

Di pesantren Mustandji dikenal sebagai santri yang taat atas perintah kiai dan menyukai semua kitab yang diajarkan di pesantren. Mustandji termasuk diantara beberapa santri yang sering mendapat kepercayaan kiai untuk mencari kayu bakar dan rumput pakan kuda kiai.

Ia juga hormat dan takdzim kepada kiai. Diceritakan, Mustandji suka bermain dengan putra salah seorang ustad. Ia tidak berani menggendongnya. Namun, hanya ditimangnya dengan alasan takut su'ul adab karena diletakkan di belakang (punggung) dirinya.

Suka Mencari Jati diri Melalui Tirakat 
Selain dikenal sebagai santri yang taat, Mustandji juga dikenal suka tirakat. Hal ini dimulainya sejak kecil, sebelum nyantri dan berlanjut hingga ia menjadi santri di Moncek Tengah.

Mustandji diketahui sering berkunjung ke Buju' Moncek (Makan wali di dekat dengan pesantren). Di sanalah ia melakukan tirakat, bermunajat kepada Allah. Pencarian jati diri di makam wali ini sering dilakukannya hingga dewasa bahkan hingga sepuh. Dari cerita juru kunci makam, tirakat Mustandi paling beda dengan yang lain yang pernah ke makam tersebut.

Diantaranya tirakat dilakukan sambil lalu dengan berpuasa 7 hari hinggal 40 hari. Selama itu hanya buka dan saur dengan segelas nasi. Kadang berpuasa sambil lalu tidak bicara. Begitu minta makan untuk buka puasa dilakukan dengan menyetor tulisan.

Kebiasaan melakukan tirakat berlanjut sampai Mustandji keluar dari pesantren bahkan hingga kondisinya sudah sepuh dan sudah dipercaya mengasuh Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah. K Mustandji masih sering menyepi di makam Wali Buju' Moncek Tengah.

Selain itu, K. Musntandji pernah juga menyepi di Goa Koning Kepulauan Kangean Sumenep selama sekitar 7 bulan. (Namun ada juga yang menyebut selama 7 tujuh tahun. Waktu tujuh bulan berdasarkan cerita masyarakat Errabu. Sedangkan waktu 7 tahun berdasarkan cerita yang beredar di Kangean. (Mengenai kebenarannya perlu penyelidikan lebih lanjut. Boleh jadi termasuk salah satu bagian dari keistimewaan K Mustandji yang akan diulas di bagian akhir tulisan ini).

Tak berhenti di situ, laku pencarian jati diri (tirakat) K. Mustandji dilakukan di berbagai tempat. Seperti melakukan jalan kaki ke Asta Tinggi (makam raja-raja Sumenep), jalan kaki dari Errabu ke makam wali di Kecamatan Parenduan dan sejumlah makam di Kabupaten Sumenep, termasuk Makam Sayyid Yusuf di Pulau Poteran Kecamatan Talango.

Salah satu sumber yang pernah menemani beliau, K. Mustandji pernah mengunjungi hampir  seluruh makan di Desa Errabu untuk mengirim doa. Berangkat setelah adzan isya' dan baru pulang ketika Adzan Subuh.

Punya Ilmu Rogosukmo
Berkat laku penyepian yang dilakukan hampir selama hidupnya K. Mustandji memiliki banyak keistimewaan yang sulit dinalar oleh akal. Satu diantaranya ketika pembangunan Mushalla Pesantren Mashalahatul Hidayah antara Tahun 60-an hingga 80-an. Waktu itu Mushalla sudah hampir rusak.

K. Mustandji tiba-tiba meminta agar mushalla dibongkar. Orang-orang terutama para perempuan yang biasa membantu urusan dapur merasan heran bahkan sudah mau marah-marah (dalam arti ribut sendiri satu sama lain). Pasalnya, saat itu pesantren memang tidak ada uang sama sekali. Namun, K. Mustandji malah memintanya untuk dibongkar.

Tak ada yang berani menolak, akhirnya Mushalla dibongkar sesuai perintah. Dan tak disangka-sangka, keesokan harinya ada orang yang mengirim uang untuk pembangunan Mushalla.

Anehnya, orang itu tiba-tiba berbicara seolah sebelumnya sudah bertemu langsung dengan K Mustandji. "Ini seperti yang dikatakan engkau tempo hari, kiai" demikian salah satu percakapan tamu itu kepada kiai Mustandji yang didengar olek saksi sejarah, diceritakan kepada Dutaislam.com, Awal Maret 2018 lalu.

Padahal selama itu K. Mustandji tidak kemana-kemana.  Ada dugaan kuat bahwa Kiai Mustandji punya ilmu bisa berkomunikasi jarak jauh atau bisa lebih dari satu dalam satu waktu (rogosukmo)

Salah satu saksi sejarat sempat bertanya mengenai kejadian itu. Namun, K. Mustandji tidak memberikan jawaban dan meminta agar tidak perlu tahu mengenai jawabannya.

Cerita lain, K Mustandji pernah dipercaya mengobati orang sakit karena diganggu makhluk Ghaib. Beliau lantas meminta kepada seseorang untuk mengantar beberapa jenis makanan ke satu tempat di Desa Errabu sebagai salah satu syarat agar sembuh. Salah satunya rokok.

Ternyata, orang yang diminta meletakkan makanan itu, tidak mengikuti semua perintahnya. Rokok yang seharusnya ikut diletakkan di satu tempat khusus ternyata di-rokok sendiri. Si sakit akhirnya tidak sembuh.

Selang beberapa waktu K. Mustandji lantas memanggil seseorang yang diminta meletakkan makanan tadi. Kemudian secara tiba-tiba bilang bahwa ada barang yang tidak diletakkan. Yang disuruh lantas mengaku kalau rokok yang seharusnya diletakkan bersamaan dengan makananan lainnya dikomsumsi sendiri.

K. Mustandji akhirnya meminta mengantar ulang. Setelah itu, ataz izin Allah si sakit langsung sembuh.

Masih banyak cerita keistimewaan K Mustandji yang beredar di Masyarakat Errabu. Semua atas ijin Allah melaui hasil tirakat K Mustandji selama hidupnya.

Gratiskan Kitab Kepada Seluruh Santri
K. Mustandji juga dikenal ringan tangan, disamping memiliki keistimewaan di luar akal. Yang pernah nyantri kepada beliau dipastikan tidak akan kerepotan dan mengeluarkan untuk membeli kitab. Kitab-kitab untuk santri ditanggung oleh K Mustandji. Para santri dibelikan kitab dan diberikannya secara gratis.

Kebiasaan membelikan kitab untuk santri dilakukkannya sejak awal-awal mulai mengasuh Pesantren dan tak pernah berubah hingga menjelang wafatnya. Diantara kitab yang diberikan kepada santri, Kitab Tafsir Jalalain, Bidayatul Hidayah, Sullam, Safina, Matnus Zubad dan kitab-kitab lain yang diampu langsung di pesantren.

Alasan menggratiskan kitab yang pernah diungkapkannya langsung kepada santri, K Mustandji tidak ingi santri-santrinya merasa kesulitan punya kitab seperti beliau ketika masih nyantri.

"Dulu saya kesulitan membeli kitab karena tidak punya uang. Saya tidak ingin itu terjadi pada santri saya. Agar santri tinggal ngaji," tutur K. Mustandji menurut pengakuan salah satu santri yang pernah ngaji kepada beliau. [dutaislam.com/pin]

Keterangan:
Profil dan Cerita K Mustandji diolah dari hasil wawanaca Redaksi Dutaislam.com kepada beberapa pelaku sejarah yang sezaman dan pernah menemani beliau selama masih hidup.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB