Ceramah dari Negeri yang Terluka: Syekh Taufiq bin Ramadhan Al-Buthi Tentang Menghadapi Kedengkian
Cari Berita

Advertisement

Ceramah dari Negeri yang Terluka: Syekh Taufiq bin Ramadhan Al-Buthi Tentang Menghadapi Kedengkian

Senin, 01 Januari 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Syekh Taufiq bin Ramadhan Al Buthi saat bersama Mbah Maimun Zubar. (Foto: Istimewa)
Oleh Mohammad Arief Rizqillah

DutaIslam.Com - Selepas sholat berjamaah ashar, Pondok Pesantren Darul Halim, Cihanjuang, Bandung mendapat barokah dengan kedatangan Tamu Agung, seseorang yang mulia yang menjadi pemimpin dari Persatuan Ulama Syam. Lalu jamaah yang hadir di Majelis itu pun larut dengan pancaran ilmu yang dibarengi dengan ketawadluan dari Tamu yang Mulia tersebut, seseorang yang bernama Syekh Taufiq bin Ramadhan Al-Buthi.

Setelah disambut dengan pembacaan nadzom aqidatul awam oleh Ceng Ghaza Abdullah Gymnastiar serta lantunan “Tholaal Badru Alaina  . . . “, Sang Syekh mengenalkan dirinya bahwa beliau datang dari sebuah “Negeri yang terluka” dan beliau sangat senang bisa hadir di negeri kita yang aman dan damai ini.

Dengan diterjemahkan oleh KH. Abdul Wahab, Lc yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darul Halim, Syekh Taufiq membuka ceramahnya dengan raut wajah duka, beliau berkali-kali mengulang bahwasanya kondisi Syuriah yang sudah didera perang selama kurang lebih 5 tahun adalah murni fitnah yang berasal dari luar, sama sekali konflik dan perang yang berkepanjangan ini bukan datang dari warga negeri Syuriah sendiri seperti banyak diberitakan media-media yang dengan entengnya menghembuskan dan/atau menyebarkan fitnah-fitnah keji.

Beliau mengisahkan bahwa sebelum terjadi konflik, sangat banyak mahad di sana, pengajian-pengajian begitu ramai bahkan diikuti oleh pelajar dari berbagai negara, namun semua itu berkurang drastis setelah perang, sampai-sampai pelajar Indonesia yang dulu sangat banyak di sana, kini tersisa hanya 24 orang saja. Lantas siapa yang senang dengan kondisi seperti itu kalau bukan pihak dari luar Suriah? Di suriah tidak ada jihad memerangi kafir, yang ada malah memerangi islam itu sendiri, sekali lagi itu bukan dari islam, tetapi dari luar. “Mereka memerangi islam dengan nama islam” ujar Syekh Taufiq.

Lalu bagaimana mengatasi dan mencegah kasus serupa terulang? Syekh Taufiq menghimbau agar kita semua tekun dan sabar dalam menuntut ilmu agama. Beliau kemudian memaparkan urutan tahapan belajar agama yang tepat sehingga diharapkan tidak ada lagi kesalahfahaman sehingga muncul faham-faham yang bertindak kekerasan tapi atas nama islam.

Yang paling pertama, beliau menghimbau untuk mempelajari Al Quran dengan baik termasuk tajwid, tilawah, tahsin, dan tentunya kandungannya. Kemudian belajar siroh nabawiyah, bertahaplah dari mulai Kitab Khulashotu Nurul Yaqin, lalu baru beranjak ke sirah-sirah yang lain, salah satunya adalah sirah nabawiyah karangan ayahandanya. “Mempelajari Sirah Nabawiyah ditujukan agar kita tahu islam yang benar dari seorang uswatun hasanah, Nabi Muhammad SAW” Ujar Syekh Taufiq.

Setelah sirah Nabawiyah, mulailah mempelajari aqidah, bertahaplah dari kitab Aqidatul Awwam, kemudian beranjak ke syarahnya yang digubah oleh Syeh Muhammad Alwi Al Maliki yang tak lain merupakan sahabat karib dari Syekh Taufiq. Kitab-kitab tersebut merujuk pada aqidah yang dicetuskan Abul Hasan Al Asyari, seorang imam yang menjadi rujukan utama dalam bidang aqidah ahlusnnah wal jamaah. Lalu ada lagi kitab Tauhid yang merupakan karangan Syekh Ramadhan Al Buthi yang menjelaskan aqidah sambil dikontekstualisasikan dengan permasalahan-permasalahan kekinian.

Setelah mempelajari Al Quran dan Aqidah, kita seyogyanya mempelajari fiqih, tahsinul fiqih ujar Syekh Taufiq. Kemudian belajar hadits, karena hadist menjelaskan Al Quran, Syekh Taufiq memotivasi dengan belajarlah dari kitab Arbain Nawawi, lalu beranjak ke Kitab Riyadhus Sholihin sampai ke Kutubut tisah yaitu 9 “kitab induk” hadits yang terdiri dari: (1) Shahih Bukhari, (2) Shahih Muslim, (3) Sunan Abu Daud, (4) Sunan Tirmidzi, (5) Sunan Nasa'i, (6) Sunan Ibnu Majah, (7) Musnad Imam Ahmad, (8) Al Muwatto Imam Malik, dan (9) Sunan Ad-darimi.

Setidaknya ilmu-ilmu di atas yang begitu penting untuk kita pelajari sebagai bekal kita. Syekh Taufiq kemudian menambahkan untuk memperhatikan juga bahasa arab yang merupakan bahasa al quran, bahasa yang membuat kita mengetahui ilmu-ilmu di atas dan hukum-hukum islam, serta bahasa yang mengantarkan kita menuju surganya Allah. Sambil berkelakar, Syekh Taufiq menyampaikan semoga beliau bisa kembali berkunjung ke Pondok Pesantren Darul Halim dan mustaminya menyimak ceramah beliau tanpa penerjemah lagi.

Lalu apa yang kita lakukan setelah kita memiliki ilmu-ilmu tadi, beliau mengatakan bahwa ilmu-ilmu tadi kita pergunakan untuk menghadapi orang-orang awam dengan. Beliau menambahkan hadapi kedengkian dengan kedamaian, dengan kemurahan hati dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berilmu karena kalau kita menghadapi mereka dengan ketidakbaikan, lalu apa bedanya kita dengan mereka? Tanya beliau.

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab, dan Sang Syekh tampaknya masih sangat antusias untuk membagi ilmunya dengan seluruh hadirin, namun sayang seseorang pendampingnya memberi isyarat bahwa beliau harus segera kembali berangkat menuju Cipanas, Cianjur.

Sebelum meninggalkan majlis, beliau kembali menegaskan bahwa “Apakah mungkin muslim membunuh muslim lain? ISIS atau DAISH (dalam bahasa Arab) adalah murni buatan pihak luar bukan para pejuang yang berjihad  fi sabilillah. Beliau juga mewanti-wanti agar mencari kabar tentang Suriah kepada orang-orang yang benar-benar faham seperti para pelajar Indonesia di Suriah ataupun para alumninya yang sudah kembali ke Indonesia karena media sangat mungkin salah, sedangkan mereka para pelajar, para alumni benar-benar sedang atau pernah mengalami dan mengenal Suriah.

Mohon maaf jika Headline tulisan ini mungkin sedikit kurang etis karena ini tentang seseorang yang teramat mulia dengan ilmu dan kedekatannya dengan Sang Kholiq, dan penulis yang turut hadir di majlis di Darul Halim mengamini betul tentang betapa mulianya beliau. Oleh karena itu, demi menghindari kesalahfahaman yang naudzubillah berujung pada perdebatan yang tidak perlu, penulis ingin menekankan bahwa predikat terluka itu untuk Negeri Syuriahnya tidak untuk sang Syekh.

Negeri yang terluka pun berasal dari ndawuh sang syekh dan ini sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan Syekh Taufiq baik secara eksplisit maupun implisit, pada majlis yang insya Allah penuh barokah. Bahwasanya negeri kita memang tidak sedang dalam kondisi yang sehat betul merupakan sebuah kenyataan, ada beberapa penyakit yang tengah menghinggapi, namun kita juga perlu bersyukur bahwa negeri kita tidak terluka, atau mungkin tidak terluka separah seperti Negeri Suriah sekarang, Negeri yang pernah jadi pusat peradaban islam selama ratusan tahun namun kini tengah terluka karena fitnah yang mendera selama beberapa tahun terakhir.

Sekali lagi kita perlu bersyukur, tidak hanya bersyukur billisan atau bilqolbi tetapi juga bil hal. Kita perlu bersyukur dengan terus mendukung saudara-saudara kita di Syuriah dan tidak malah memperparah luka mereka dengan fitnah-fitnah yang begitu mudah kita percayai serta kita harus berlepas dari sekelompok orang yang sekilas mungkin memiliki semangat baik namun sebenarnya mereka memperparah luka Suriah dengan turut menyebarkan fitnah-fitnah keji.

Kita juga perlu bersyukur dengan menjaga negeri ini, negeri yang Syekh Taufiq saja mafhum bahwa Islam di sini disebarkan lewat jalur damai, tanpa kekerasan, dan tanpa kebencian, jangan sampai kita malah jadi orang yang mengoyak sedikit demi sedikit nikmat yang diterima Negeri ini. [dutaislam.com/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB