Jawaban Logis Perkara Tak Logis dalam Wudhu
Cari Berita

Advertisement

Jawaban Logis Perkara Tak Logis dalam Wudhu

Duta Islam #03
Rabu, 01 November 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: Istimewa
DutaIslam.Com - Wudhu merupakan ibadah pengantar sebelum melakukan ibadah yang lain. Tanpa wudhu maka ibadah lain dihukumi tidak sah. Contohnya ibadah sholat, baik shalat fardu maupun shalat sunnah.

Islam agama yang suci dan menuntut pemeluknya untuk selalu mensucikan dirinya baik secara lahir maupun batin. Mensusikan diri secara batin yaitu dengan menjaga keimanan kita jangan sampai kita menyekutakan allah swt. Sementara mensucikan diri secara lahir ialah menjaga kondisi badan selalu dalam keadaan suci. Lawan dari keadaan suci adalah keadaan hadast.

Dalam pandangan Islam mensucikan anggota badan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mandi, wudhu dan tayamum. Wudhu adalah tujaun awal dari bersuci, karena kebanyakan ibadah dan penyucian anggota dhohir paling sering menggunakan wudhu.

Secara etimologi, wudhu (الوضوء) berasal masdar dari lafal(وضئ)  atau isim masdar dari lafal  (توضّأ) mempunyai dua pengertian: Apabila wawunya berharokat dhommah mempunyai arti nama sebuah pekerjaan dan apabila wawunya berharokat fathah mengandung pengertian air yang digunakan untuk berwudhu.

Para ilmuan Islam memandang wudhu sebagai ibadah yang Ma’qulil Ma’na. Yakni, ibadah yang dipahami alasan dan hikmahnya. Seperti pendapatnya Syech Mahfud At-Termasi (Hasyiah Termusi, 434/1), wudhu membersihkan anggota dhohir dari kotoran, dan membersihkan anggota batin dari beberapa dosa. Hal ini untuk menolak mereka yang mengatakan bahwa wudhu adalah suatu  ibadah yang  Ta’abudi yaitu ibadah yang tidak diketahui alasan dan hikmahnya.

Mereka berpendapat bahwa dalam wudhu ada yang cara membersihkan anggota dhohir dengan cara mengusap. Padahal mengusap tidak mampu membersihkan. Kemudian dijawab oleh beliau, bahwa membersihkan kepala cukup dengan diusap. Sebab, kebanyakan kepada ditutupi maka dari itu cukup dengan yang paling ringan yaitu mengusap. Karena kepala adalah anggota yang mulia maka membersihkanya cukup dengan diusap.

Syech Nawawi Al-Bantani (Kasyifatus Saja, 71/1) juga berpendapat bahwa wudhu adalah ibadah yang Ma’qulil Ma’na dengan alasan sholat adalah ibadah untuk bermunajat kepada Allah. Oleh karena itu dituntut untuk membersihkan diri yaitu dengan berwudhu. Seperti halnya kalau kita mau berjumpa dengan presiden pastilah kita dalam keadaan bersih.

Wudhu secara terminology yaitu suatu ibadah membersihkan diri dengan menggunakan air di tempat anggota badan yang sudah ditentukan diawali niat. Keempat anggota badan yang wajib dibasuk ketika berwudu adalah wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki.

Kenapa hanya empat anggota badan, Syeck Bajuri menceritakan,  bahwa dahulu Nabi Adam ketika di surga dan melihat pohon khuldi kemudian ia memandangnya dengan wajahnya, kemudian memetiknya dengan tanggan, kemudian meletakan tanganya pada kepala (menurut sebagain pendapat karena daun dari pohon khuldi mengenai kepalanya nabi adam a.s). Nabi  Adam juga melangkahkan kakinya menuju pohon khuldi. Dari kejadian diperintahkan mensucikan keempat anggota badan tersebut.

Sedangkan menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani, empat anggota badan wajib dibasuh karena karena termasuk anggota badan yang sering melakukan kesalahan dan dosa. Karena itu wajib disucikan.

Pendapat ulama’ yang masyhur, diwajibkanya wudhu bersamaan dengan diwajibkan sholat maktubah. Yakni ketika malam isro mi’roj Nabi Muhammad pada malam tanggal 27 bulan rojab atau sepuluh tahun lebih tiga bulan sejak diutusnya nabi Muhammad sebagai rosul. Wudhu disyariatkan sebelum peristiwa isro’ mi’roj karena pada awal diutusnya nabi datanglah malaikat jibril untuk mengajarinya cara berwudhu. Kemudian nabi melakukan sholat dua rokaat dengan wudhu tersebut.

Perlu dipahami, wudhu tidak hanya menjadi syariat umatnya Nabi Muhammad. Para nabi terdahulu juga disyariatkan. Bedanya, antara wudhunya umatnya nabi Muhammad dan umatnya para nabi terdahulu, dalam tata cara dan ghuyyah (bersinar wajahnya) dan tahjil (putih kakinya). Maksudnya, pada hari Kiamat umat nabi Muhammad datang dengan wajar bersinar karena banyak berwudhu. Seperti keterangan dalam hadist yang diriwayatkan bukhori “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti umatku akan dipanggil dalam keadaan putih cemerlang dari bekas wudhu. Barangsiapa yang mampu untuk memperlebar putihnya, maka kerjakanlah hal itu”.

Dalam kitab fiqih, salah satu hal yang membatalkan wudhu keluarnya sesuatu dari dua jalan. Kemudian muncul pertanyaan dari orang yang gemar logika, mengapa kalau kentut dan kencing cara mensucikanya tidak bagian yang mengeluarkan tersebut?

Sebenarnya, ketika kencing kita wajib membersihkan kencing yang tersisa pada qubul. Hal ini bertujuan agar kita bersih dari najis. Air kencing adalah sesuatu yang najis. Setelah kita bersih dari najis maka kita disuruh untuk berwudhu yaitu mensucikan tubuh kita dari hadast kecil.
Perntanyaan lain, mengapa kalau keluar air mani cara bersucinya wajib dengan mandi sedangkan selain air mani cara bersucinya cukup dengan wudhu?

Ulama Nusantara abad ke 18 KH Sholih Darat menerangkan dalam bukunya Latoifut Toharoh Wa Asrorus Sholat. Beliau menerangkan berdasarkan hadist nabi. Suatu hari sahabat Ali mengetahui sepuluh orang yahudi datang menemui Rosulullah. Mereka bertanya, ”Ya Muhammad kenapa Allah memerintahkan untuk mandi jinabat dan kenapa juga allah tidak memerintahkan mandi sebab kencing dan buang air besar padahal air seni dan air besar tesebut adalah hal yang najis dan air mani adalah hal yang suci?”

Rasulullah menjawab: ”Sesungguhnya ketika nabi adam telah memakan buah khuldi maka buah tersebut merasuk kedalam otot-otot dan rambutnya nabi adam. Ketika manusia melakukan jima’ maka turun buah khuldi dengan sangat menancap dan pucuknya setiap rambutnya. Karena itu Allah mewajibkanku dan umatku untuk mandi jinabat. Tujuannya untuk menyucikan, kifarot dan syukur atas nikmatnya jima’.

Dalam buku Shonai’ Fi Ahkami Syariah diterangkan alasan diwajibkannya wudhu ketika keluar air kencing dan keluar mani. Pertama, alasan bahwa munculnya syahwat dengan keluarnya air mani istimta’ dengan ni’mat yang secara nyata. Pengaruhnya ada di seluruh badan. Maksudnya istimta’ dengan anggota dhohir.

Maka dari itu diwajibkan mandi untuk membersihkan seluruh badan sebagai wujud syukur atas nikmat yang diberikan. Sedang air kencing tidak memberikan pengaruh yang demikian.
Kedua, sesungguhnya jima’ memberikan pengaruh keseluruh anggota badan baik dhohir maupun batin. Jima’ menggerakan kekuatan seluruh badan hingga menjadi lemah. Maka dari itu diwajibkan mandi jinabat untuk menghidupkan kekuatan badan lagi.

Keluarnya air kencing tidak demikian karena dari anggota badan yang sudah maklum yaitu qubul dan dubur. Begitu juga masuknya dari anggota yang maklum yaiku dari makan dan minum.
Ketiga, mandi atau bersuci pada anggota wudhu itu wajib karena menjadi wasilah untuk shalat. Shalat adalah berkhidmahnya seorang hamba kepada sank kholiq dan berdiri dihadapanya maka wajib suci seluruh badahnya atau setengah badan hal itu bertujuan untuk penghormatan. [dutaislam.com/Ibnu badri/pin]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB