9 Hafidz Hadis Bicara Maulid Nabi
Cari Berita

Advertisement

9 Hafidz Hadis Bicara Maulid Nabi

Duta Islam #03
Senin, 27 November 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: Istimewa
DutaIslam - Dalam disiplin ilmu Hadits terdapat istilah al-Hafidz. Mereka adalah orang-orang yang telah menghafal setidaknya 100.000 hadis Nabi SAW beserta sanad dan perawinya. Bukan hanya itu, ia juga harus memahami matan hadits, dan dapat membedakan mana hadits yang shahih serta mengenal berbagai peristilahan yang digunakan dalam ilmu hadits. Ini adalah gelar langka. Sebagian ulama bahkan mengatakan gelar ini sudah “punah” di zaman ini.

Pokok pembahasan di sini, bagimana tanggapan para huffadz yang paling memahami dalil-dalil agama Islam mengenai maulid. Berikut ini komentar 9 Hafidz Hadis tentang maulid:

1. Al Hafidz Imam Syuyuthi (849-911 H)

Imam bermadzhab Syafii yang telah menghafal sedikitnya 200.000 Hadits dan menelurkan seitar 600 kitab di berbagai fan ilmu ini mengatakan:

«عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف».

Dalam pandanganku, dasar perayaan maulid yang berupa berkumpulnya manusia, membaca sebagian Al-Quran dan riwayat mengenai kabar tentang permulaan kenabian dan yang terjadi ketika kelahirannya berupa berbagai tanda-tanda kekuasan Allah kemudian disudahi dengan menyajikan hidangan untuk mereka makan lalu bubar, tanpa ada penambahan atas hal ini, ini adalah bidah yang baik. Pelakunya diberi pahala karenanya sebab di dalamnya terdapat bentuk pengagungan kepada kemuliaan Nabi, dan juga menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan atas kelahiran Nabi SAW yang mulia. (al Hawi lil Fatawi juz 1 hal 271-272)

2. Al Hafidz Ibnu Jauzi (w 597 H)

Imam dalam Madzhab Hanbali yang juga adalah keturunan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Seorang Al Hafidz yang telah diakui para ulama dan telah menelurkan sedikitnya 300 karya tulis dalam berbagai bidang ini mengatakan mengenai perayaan maulid Nabi SAW:

– «من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام».

Termasuk Kekhususan melakukan maulid adalah menjadi sebab keamanan sepanjang tahun. Melakukan maulid juga adalah bentuk kabar gembira yang disegerakan atas tercapainya apa yang diinginkan dan dicita-citakan. (Siroh Halabiyah juz 1 hal 83-84, Iantuth Tholibin juz 3 hal 414)

3. Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqolani (w 852 H)

Al Hafidz Ibnu Hajar adalah seorang ulama yang dikenal sebagai Amirul Mukminin (pemimpin umat Islam) dalam bidang hadits. Beliau telah menulisakan sekitar 270 karya Tulis yang teragung adalah Fathul Bari Syarah Shahih Bukhori. Imam Syuyuthi menuturkan:

«وقد سئل شيخ الإسلام حافظ العصر أبو الفضل ابن حجر عن عمل المولد فأجاب بما نصه: أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كانت بدعة حسنة، وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت، وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم، فقالوا: هو يوم أغرق الله فيه فرعون، ونجى موسى، فنحن نصومه شكرا لله، فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة، أو دفع نقمة… إلى أن قال: وأي نعمة أعظم من نعمة بروز هذا النبي… نبي الرحمة في ذلك اليوم، فهذا ما يتعلق بأصل عمله، وأما ما يعمل فيه: فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة».

Al Hafidz di masanya, Abul Fadhl Ibnu Hajar pernah ditanyakan mengenai hukum melakukan maulid. Maka beliau menjawab yang teks jawabanya adalah sebagai berkut ini:

Asal perayaan maulid adalah bidah (hal baru) yang tidak dinukilkan dari para salaf sholeh di tiga kurun pertama. Akan tetapi perayaan ini mengandung kebaikan dan juga kebalikannya. Maka siapa yang memilih melakukan yang baik-baik saja dalam merayakannya dan menghindari kebalikannya maka itu tergolong bidah hasanah.

Nampak bagiku pengambilan dalil perayaannya dari dalil yang shahih. Yaitu yang ditetapkan dalam Kitab Shahihain (Bukhari-Muslim) bahwa ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi melakukan Puasa Asyuro. Mereka mengatakan, “Ini adalah hari di mana Allah menenggelaman Firaun dan menyelamatkam Musa. Kami berpuasa di hari ini untuk bersyukur kepada Allah.”

Dari sini diambil kesimpulan mengenai kebolehan megungkapkan syukur kepada Allah atas pada hari tertentu atas anugrah yang diberikan oleh Allah di hari itu baik berupa pemberian nikmat atau tercegah dari suatu bencana.”Sampai pada ucapannya: “Maka nikmat apa yang lebih agung dari nikmat munculnya Nabi ini. Nabi yang penuh rahmat pada hari itu. Ini adalah mengenai dalil perbuatannya.

Adapun mengenai apa yang dilakukan di dalamnya, maka hendaknya yang dilakukan itu terbatas pada perbuatan yang mengungkapkan rasa syukur kepada Allah sebagaimana yang terdahulu disebutkan. Semisal pembacaan Al-Quran, memberi makan, bersedekah dan membawakan sebagian pujian kepada Nabi dan mengenai sifat Zuhud yang dapar menggerakan hati untuk berbuat baik dan beramal untuk akhirat. (al Hawi Lil Fatawi 1:188)

4. Al Hafidz As Sakhowi (w 902)

Al Hafidz Sakhowi adalah murid kesayangan Al Hafidz Ibnu Hajar al Astsqolani. Al Hafidz Sakhowi mengatakan mengenai maulid:

: «لم يفعله أحد من السلف في القرون الثلاثة، وإنما حدث بعدُ، ثم ما زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم».

Perbuatan ini tidak dilakukan seorangpun dari para salaf di tiga kurun pertama. Perbuatan ini muncul setelahnya, kemudian terus dilakukan oleh umat Islam di berbagai pelosok dan kota. Mereka merayakan maulid dan bersedekah di malam-malam maulid dengan berbagai macam sedekah. Mereka juga memberikan perhatian untuk membaca maulid Nabi SAW yang mulia. Dan nampak atas mereka keberkahannya dengan segala anugrah yang menyeluruh. (Siroh Halabiyah juz 1 hal 83-84, Ianatuth tholibin juz 1 hal 414)

5. Al Hafidz Zainuddin Abdurohim Al Iroqi (w 808)

Al Hafidz Abdurohim Al Iroqi penulis kitab Afiyah Iroqi yang membahas masalah hadits ini mengatakan:

«إن اتخاذ الوليمة وإطعام الطعام مستحب في كل وقت فكيف إذا انضم إلى ذلك الفرح والسرور بظهور نور رسول الله في هذا الشهر الشريف ولا يلزم من كونه بدعة كونه مكروها فكم من بدعة مستحبة قد تكون واجبة».

Sesungguhnya mengadaan acara walimah dan pemberian makan adalah sunah dilakukan kapan saja. Maka bagaimana jika itu dilakukan bersamaan dengan kegembiraan dan senang atas munculnya cahaya Rosulullah di Bulan mulia ini. Memang betul ini bidah, tapi tidak semua bidah itu dibenci. Banyak bidah yang sunah dan ada pula yang wajib. (Syarah Al-Mawahib al-Ladunniyyah : 1/148)

6.Al Hafidz Syamsuddin Ibnul Jazari (W 660 H)

Al Hafidz Syamsuddin Ibnul Jazari sebagaimana dinukilkan oleh Al Hafidz Imam Suyuthi mengatakan dalam kitabnya Arfut Ta`rif bil Maulidis Syarif:

قد رؤي أبو لهب بعد موته في النوم فقيل له: ما حالك؟ فقال: في النار إلا أنه يخفف عني كل ليلة اثنين، وأمص من بين أصبعي ماء بقدر هذا- وأشار لرأس أصبعه -، وأن ذلك باعتاقي لثويبة عندما بشرتني بولادة النبي وبإرضاعها له. فإذا كان أبو لهب الكافر الذي نزل القرآن بذمه جوزي في النار بفرحه ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم به فما حال المسلم الموحد من أمة النبي يسر بمولده ويبذل ما تصل إليه قدرته في محبته، لعمري إنما يكون جزاؤه من الله الكريم أن يدخله بفضله جنات النعيم.

Abu Lahab telah dilihat dalam mimpi setelah kematiannya. Ia ditanya “Bagaimana kabarmu?”

Ia pun menjawab, “Aku berada di neraka, tetapi adzabku diringankan setiap malam Senin. Aku dapat menghisap air seukuran ujung jari dari jariku. Ini karena sebab aku memerdekakan Budakku Tsuwaibah ketika memberikan kabar gembira kepadaku atas kelahiran Nabi, dan karena dia menyusuinya.”

Jika Abu Lahab yang kafir yang telah turun ayat Al-Quran tentang celaannya dibalas dengan kebaikan di neraka karena gembira di malam kelahiran Nabi SAW. Maka bagaimana keadaan seorang muslim yang bertauhid dari umat Nabi, yang berbahagia dengan kelahirannya dan memberikan apa yang ia mampu demi rasa cintanya. Demi Umurku, sungguh balasan yang layak dari Tuhan Yang Mahamula atasnya adalah DIA akan memasukannya ke dalam surga tempat kenikmatan karena anugrah-Nya.” (Arfut Ta`rif Bi Maulidis Syarif, Al Hawi lil Fatawi juz 1 hal 283)

7. Al Hafidz Abu Syamah (guru Imam Nawawi) (599-665 H)

Beliau adalah ulama yang sangat peduli kepada sunnah Nabi, beliau mengarang kitab yang isinya tentang bidah-bidah yang harus dihindari. Meskipun demikian, beliau mengatakan mengenai maulid:

: «ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يُفعل كل عام في اليوم الموافق لمولده صلى الله عليه وآله وسلم من الصدقات، والمعروف، وإظهار الزينة والسرور، فإن ذلك مشعرٌ بمحبته صلى الله عليه وآله وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكراً لله تعالى على ما منّ به من إيجاد رسوله الذي أرسله رحمة للعالمين».

Termasuk hal baru yang paling bagus di zaman kita adalah perbuatan yang dilakukan setiap tahun bertepatan dengan hari kelahiran Nabi SAW berupa sedekah, perbuatan baik, menampakkan hiasan serta kebahagiaan. Perbuatan demikian ini menyiratkan kecintaan kepada Nabi SAW dan pengagungan beliau di hati pelakunya sekaligus ungkapan rasa syukur atas anugrah yang diberikan Allah berupa penciptaan Rasul-Nya dan pengutusan Beliau sebagai rahmat bagi semesta alam. (Baits `ala Inkaril Bida` wal Hawadits hal 21)

8. Al Hafidz Syamsuddin Ibnu Nasirudin ad Dimasyqi (w 842 H)

Al Hafidz Syamsuddin Ibnu Nasiruddin adimasqi mengatakan dalam mkitabnya Mauridus Shodi fi Maulidul Hadi:

-«قد صح أن أبا لهب يخفف عنه عذاب النار في مثل يوم الاثنين لإعتاقه ثويبة سروراً بميلاد النبي»، ثم أنشد:

إذا كان هـذا كافراً جـاء ذمـه* وتبت يـداه في الجحـيم مخـلداً

أتى أنـه في يـوم الاثنين دائـماً* يخفف عنه للسـرور بأحــمدا

فما الظن بالعبدالذي طول عمر*بأحمد مسرورٌ ومات موحـــداً

Telah shahih bahwa Abu Lahab diringankan adzab di neraka setiap hari Senin karena memerdekakan budaknya Tsuwaibah karea bahagia dengan kelahiran Nabi.. kemudian beliau membawakan syair

Jika orang kafir ini yang telah datang celaan megenainya dan binasa dalam neraka selama-lamanya

Telah datang bahwa ia setiap Hari senin, diringankan adzabnya karena bahagia dengan Ahmad (kelahiran Nabi Muhammad)

Maka Bagaimana dengan hamba yang sepanjang umurnya bahagia denga Ahmad dan mati dalam keadaan bertauhid? (Al Hawi lil Fatawi juz 1 hal 283)

9. Al Hafidz Ahmad al-Qostholani ( W 923 H)

Salah satu ulama hadits yang menyarahkan Syarah Bukhori ini mengatakan:

“ولا زال أهل الإسلام يحتفلون بشهر مولده عليه السلام، ويعملون الولائم، ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات، ويظهرون السرور، ويزيدون في المبرات، ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم. ومما جُرِّب من خواصه أنه أمان في ذلك العام، وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام، فرحم الله امرءا اتخذ ليالي شهر مولده المبارك أعيادا

Umat Islam senantiasa merayakan Bulan Maulid Nabi SAW dan melakukan penjamuan, bersedekah di malam-malamnya dengan beragam jenis sedekah, menampakkan kebahagiaan dan menambahkan kebaikan, memberikan perhatian untuk membaca maulidnya yang mulia. Maka nampaklah atas mereka keberkahannya dengan berbagai anugrah yang menyeluruh. Termasuk yang mujarab dari kekhususannya adalah dapat menjadi sebab aman di tahun itu, dan kabar gembira yang disegerakan untuk mendapatkann harapan dan cita-cita. Semoga Allah merahmati seorang yang menjadikan malam-malam bulan Maulidnya yang mulia bagaikan hari raya. (Mawahib Laduninyah, juz 1 hal 78)

Kitab Maulid
Para Hafidz ini bukan hanya mengatakan mengenai kebolehan maulid. Banyak pula para Hafidz yang menuliskan kitab mengenai maulid Nabi SAW di antaranya adalah:

1. Al Hafidz Abdurohim Al-Iroqi (w 808) dengan kitabnya: al Mauridul Han fil Maulidis Sani

2. Al Hafidz Ibnu Katsir (w 774 H), kitab maulidnya telah dicetak dengan pentahkik Sholahuddin al Munjid

3. Al Hafidz Sakhowi (w 902 H) dengan kitabnya: Al Fakr Al ‘Alawi fil Maulidin Nabawi”

4. Al Hafidz Abul Khothob Umar bin Ali yang dikeal dengan Ibnu Dihyah al Kalbiy (w 633 H) dengan kitabnya: “at Tanwir fi Maulidis Basyirin Nadzir”

5. Al Hafidz Syamsuddin Ibnu Nashir Ad-Dimasyqi (w 842) dengan kitabnya: al Mauridus Shodi fi Maulidin Hadi”

6. Al Hafidz Mula Ali Qori (w 1014) dengan kitabnya: al Mauridur Rowiy fil Maulidin Nabawi”

7. Al Hafidz Syamsuddin Ibnul Jazari (w 660 H) dengan kitabnya: ‘Arfut Ta`rif Bil Maulidis Syarif”

8. Al Hafidz Ali Zainal Abidin As Samhudi (w 911 H) degan judul “al Mawaridil Haniah fi Maulidi Khoiril Bariyah.”

9. Al Hafidz Muhammad Asyaibani yang dikenal dengan Ibnud Dabi` (w 944 H)

Dan masih banyak yang tidak kami sebutkan di sini. Wal Hasil, para ulama Hafidz penjaga sunnah Nabi SAW yang menghafal dan memahami ratusan ribu Hadits Nabi SAW pastinya lebih mengerti bagaimana hukum syariah yang sebenarnya. Jika datang setelah mereka kaum yang bahkan tidak hafal satu persen dari hadits yang mereka hafal beserta sanadnya lantas mulai mensesat-sesatkan perayaan maulid, maka pastinya ada masalah pada pemahaman agama mereka itu. [dutaislam.com/pin]

Keterangan: 
Artikel ini dipost pertama kali di forsansalaf.com, diolah dan diedit ulang seperlunya oleh Radaksi Dutaislam.com

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB