Ternyata Dalam Tahlilan Terkandung Makna Pancasila
Cari Berita

Advertisement

Ternyata Dalam Tahlilan Terkandung Makna Pancasila

Duta Islam #03
Kamis, 05 Oktober 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: Istimewa
DutaIslam.Com - Dahulu Kyai Ahmad Sidiq, Kyai As’ad menjadi garda depan yang menyatakan bahwa Pancasila adalah azas tunggal Negara Kesatuan Republik Indonesia. Alasanya jelas, bahwa antara Pancasila dan Al Qur’an tidak bertentangan juga tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bukan harus memilih salah satu, melainkan bisa berjalan berdampingan.

Kiai Yasin Yusuf  Blitar, Mubaligh NU di Istana jaman Soekarno pernah menyampaikan bahwa cerminan Pancasila ada pada tradisi NU yang bernama Tahlilan.

1. Lafadz Tahlil “Laa ilaaha illallah” Qulhuwallahu Ahad itu adalah cerminan Hablum minallah. Dalam Pancasila terdapat pada sila ke-1 yaitu ”Ketuhanan yang Maha Esa”.

2. Sila Kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” (Hablum minannas). Coba diperhatikan dalam tahlilan. Yang datang mesti orang beradab. Tidak ada orang yang berangkat ke tahlila hanya mengenakan celana pendek atau bahkan celana dalam saja.

3. Sila ke-3, “Persatuan Indonesia (bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika). Tahlil juga demikian. tidak membedakan siapa yang diundang, yang swasta, yang pegawai, santri, kyai, bahkan Kristen pun kalau mau datang ya gak apa-apa.

4. Sila ke-4 “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam tahlil, imam tidak pakai voting. Meskipun muda, kalau memang sepakat, layak jadi Imam.

5. Sila ke-5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Di dalam Tahlilan juga demikian, yang bisa membaca, yang tidur, yang ikhlas, yang pejabat, rakyat, mendapatkan jatah yang sama. Tidak ada pembedaan.

Jadi, Pancasila sebagai Azas tunggal itu sudah final sejak Mbah Hasyim dulu, yang kemudian pada zaman pak Harto diwajibkan bagi semua organisasi massa atau organisasi partai politik di Indonesia, dan yang pertama kali menerima Pancasila sebagai Azas tunggal secara lahir bathin ya Nahdlatul Ulama’ yang dipaparkan oleh Kyai Ahmad Shiddiq.

Jadi kalau ada yang bilang bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah Thoghut dan Khilafah adalah yang Sah, bahkan bendera rosul bukan merah putih, tapi warna hitam dan bertuliskan “La ilaaha illallah Muhammadurrosulullah”. Iki kudu dijelaske siji-siji:

Pancasila dan UUD 1945 iku kesepakatan yang lahir dari bangsa Indonesia setelah menggali nilai-nilai luhur budaya dan adat istiadat serta nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sekarang saya tanya, HTI, PKS, Saudi Arabia sekali pun, dalam hal menata managemennya, apakah tidak menggunakan kesepakatan? Coba dibaca AD/ART HTI, PKS, bahkan aturan masuk bandara Saudi, apakah bukan kesepakatan? njur sing kesepakatan Indonesia lapo di thoghut-thoghutno?

Sekarang masalah bendera, ada yang usul merah putih ditambah kalimat tauhid. Bagi NU, kalimat tauhid sudah biasa diucap saat wiridan setelah sholat dan saat tahlilan, bahkan ditancapkan di hati, tidak perlu di kibar-kibarkan. Kalau ditanya-tanya, kan lebih bagus ditampakkan untuk syi’ar Islam”?  Ini yang disebut “Kalimatul haq urida biha al bathil”. Kalimatnya betul tapi tujuannya salah.

Yang perlu diingat bahwa Indonesia tidak hanya Jawa. Ada Bali yang mayoritas Hindu, Papua yang mayoritas Kristen. Seumpama Mbah Hasyim tidak menjelaskan kepada K.H Wachid Hasyim bahwa menghapuskan kalimat “Beserta Kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi Pemeluknya” adalah hakikat kemenangan umat Islam. Karena justru dengan menghapus kalimat tersebut, Islam bisa berkembang di Bali, Papua, dan Keutuhan Indonesia bagi Mbah Hasyim dan ulama’ Nusantara lebih penting dari pada mempertahankan argumen dan ego sectoral serta kepuasan sesaat.

Dan ini terbukti hari ini. Kalau tidak percaya silahkan coba berdakwah ke Timor Leste. Sulit. Karena sudah bukan bagian Indonesia. Justru dengan konsep Pancasila dan UUD 1945 di Papua hari ini ada Pondok alumni Lirboyo, pondok alumni Tebuireng, bahkan di Jayapura hari jadinya digelar Sholawatan dan yang ngaji Marzuki.

Kadang kita lupa punya masalah di kaki ada asam urat, di mata ada kadar gula yang tinggi, serta punya hipertensi, tapi gara-gara nuruti keinginan mulut nuruti nafsu mencoba sate kambing akhirnya kakinya harus diamputasi. Ini ibarat, andaikan kita mencoba penerapan Syari’ah Islam di Indonesia. Karena Indonesia terdiri dari suku bangsa dan bahasa yang heterogen yang disebut Bhineka Tunggal Ika.

Oleh karenanya jika ada yang bicara penegakan Syariat Islam, justru itu yang hendak menghancurkan Indonesia. Sama dengan Wahabi, “Memerangi Islam dengan nama Islam”. Coba lihat saja, ISIS yang katanya ingin mendirikan negara Islam, pernahkah membunuh tentara Israil? Tidak pernah. Mengapa? Karena mereka bersekutu. Kalau membunuh orang Islam? selalu dan pasti. Kabar dari TV Al Jazeerah demikian. [dutaislam.com/ed/pin]


*Disari dari ceramah KH.Marzuki Mustamar dalam Halaqoh Kebangsaan di Pondok Pesantren MIA Tulungagung.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB