[Ajaib] Pohon Sukun Bercabang Lima Tempat Bung Karno Merenungkan Pancasila Sudah Mati, Anakan Sukun Tumbuh Bercabang Lima Lagi
Cari Berita

Advertisement

[Ajaib] Pohon Sukun Bercabang Lima Tempat Bung Karno Merenungkan Pancasila Sudah Mati, Anakan Sukun Tumbuh Bercabang Lima Lagi

Duta Islam #03
Senin, 02 Oktober 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: NU Online
DutaIslam.Com - Pohon sukun tempat kontemplasi Bung Karno hingga melahirkan ide tentang Pancasila terus dikunjungi masyarakat. Pohon bercabang lima itu tampak subur dan rindang di antara sejumlah pohon lainnya di samping Lapangan Pancasila, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Di tembok yang mengelilingi pohon sukun ini terdapat prasasti yang mengabadikan kata-kata Bung Karno, “Di kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila.”

Di samping pohon sukun tersebut terdapat patung Sang Proklamator sedang duduk tepekur. NU Online yang memantau ke lokasi Sabtu (30/9) petang, lapangan tersebut dipadati masyarakat jelang pergantian bulan dari September ke Oktober. Upacara peringatan digelar malam harinya mulai pukul 19.00 WITA.

Menurut Florensius Daniel Pendo (33 tahun), salah seorang warga setempat, patung Bung Karno dibuat dan ditempatkan di dekat pohon sukun untuk mengenang saat-saat Sang Proklamator itu duduk sembari merenungkan falsafah negara yang kelak melahirkan butir-butir Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hingga hari ini.

“Herannya, pohon sukun yang asli kan sudah nggak ada. Sudah mati. Nah, bibitnya ini tumbuhnya sama, yaitu sama-sama bercabang lima,” tutur Lorens, sapaan akrabnya, sambil menunjuk pohon tersebut.

Menurut dia, bukan tanpa alasan jika pemerintah daerah Ende kemudian menyebut tempat tersebut ‘Taman Perenungan Bung Karno’ dan menjadikan lokasi itu sebagai situs sejarah.

“Ende merupakan tempat bersejarah bagi lahirnya Pancasila. Di bawah pohon sukun yang rindang bercabang lima itulah Bung Karno memperoleh ilham tentang Pancasila,” tutur bapak dua anak ini.

Dalam buku Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara, disebutkan selama empat tahun lamanya, mulai tahun 1934 hingga 1938, Bung Karno hidup dalam pengasingan di Ende yang jauh dari aktivitas politik. Oleh karena itu, Sang Bapak Bangsa lebih banyak meluangkan waktu bercengkerama dengan masyarakat setempat.

Bersama kaum terpelajar, Bung Karno kemudian menggelar diskusi keagamaan. Selain itu, agar lebih cepat diterima masyarakat ia kerap menyelenggarakan pertunjukan tonil atau sandiwara bersama rakyat biasa yang mayoritas masih buta huruf.

Aktivitas keseharian di Ende membuat Bung Karno memiliki banyak waktu untuk merenungkan masa depan bangsa dan negara Indonesia. Bung Karno disebutkan menyarikan pikirannya bahwa bangsa yang kuat harus dibangun dengan pondasi ideologi yang kuat, layaknya pula pohon sukun.

Ketika menjadi Presiden RI pertama, Bung Karno kembali mengunjungi Ende pada tahun 1950. Proklamator ini tidak lupa pada pohon sukun favoritnya itu. Di sanalah Bung Karno bercerita proses pencetusan Pancasila yang kini ditetapkan sebagai dasar negara.

Sejak tahun 1980-an, pohon sukun itu kemudian dikenal menjadi Pohon Pancasila. Namun, pohon aslinya sudah mati pada tahun 1970-an. Pemerintah setempat menggantinya dengan anakan pohon sukun dan ditanam di lokasi yang sama. [dutaislam.com/Musthofa Asrori/Alhafiz K/pin]

Source: NU Online

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB