[Nyata] Kiai Ini Dapat Salam dari Kanjeng Nabi
Cari Berita

Advertisement

[Nyata] Kiai Ini Dapat Salam dari Kanjeng Nabi

Duta Islam #02
Kamis, 14 September 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto ini adalah foto Mbah Ali Mas'ud Al Majdzub Pagerwojo (salah satu diantara alumni pondok wali Siwalan Panji Buduran).
Oleh Danny Ma'shoum

DutaIslam.Com - Salah seorang waliyulloh yang terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziaroh kemakam Rosululloh di Ar-Roudhoh, beliau berjumpa dengan Nabi SAW. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Nabi, hingga sebelum berpisah, Nabi mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ketanah air supaya menyampaikan salamnya Nabi kepada Khozin dari Buduran-Sidoarjo.

Begitulah, selepas kapal yang ditumpangi Kiai Kholil sandar di pelabuhan Kota Surabaya (sekarang Tanjung Perak), beliau tidak langsung menuju Bangkalan-Madura, akan tetapi langsung menuju Buduran-Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang disarankan Nabi SAW kepadanya.

Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin. Setiap jawaban yang beliau peroleh berfariasi, mulai Khozin tukang cukur rambut, tukang sepatu sampai profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yang beliau bayangkan. Hingga suatu saat kemudian di pagi hari beliau bertemu dengan bapak tua berpakaian kaos oblong, dengan memakai sarung yang agak dicincingnya sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan (bilik-bilik bambu para santri), Kiai Kholil lalu menghampiri bapak tersebut yang tengah sibuk dengan aktifitasnya tersebut. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya;

"Pak, dimanakah rumah Khozin ?"

"Kalau nama Khozin, banyak disini ". Jawab orang tersebut.

"Tapi kalau Kiai hendak mencari Khozin yang dimaksud Rosululloh sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau maksud ". Lanjut bapak tersebut.

Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah mendengar jawaban spontan tersebut. Serta merta beliau menjatuhkan koper perbekalan yang dibawanya dan mencium tangan bapak tersebut berulang kali.

Ya, itulah Kiai Khozin Khoiruddin pengasuh pondok Siwalan Panji Buduran sekaligus perintis tradisi khotaman Tafsir Jalalain, yang diera Kiai Ya'kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali. Hadrotussyaikh Kiai Hasyim Asy'ari adalah alumni ponpes ini, dimana beliau sempat diambil menantu oleh Kiai Ya'qub dengan mempersunting puterinya yang bernama Khodijah, dari perkawinan beliau lahir seorang putra bernama Abdulloh. Tapi sayang keduanya (Nyai Khodijah dan Abdulloh putranya) wafat di Makkah pada tahun 1930.

Di pondok ini gothaan Kiai Hasyim ketika masih nyantri sampai sekarang diabadikan, dan diantara alumni yang lain adalah seperti Mbah Hamid Abdulloh Pasuruan, Kyai As'ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan. Konon menurut penuturan cucunya kepada saya, disuatu musim kemarau waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur di sawah maupun rumah kering kerontang, ditengah kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani melayang-layang di udara sambil membawa timba-timba berisi air beserta pikulannya.

Ada juga wali kendil (kakak beradik yang meninggal ketika masih menjadi santri). Si adik ahli mutholaah kitab sedangkan si kakak ahli tirakat, hingga pada suatu hari kakaknya marah melihat adiknya menanak nasi karena tidak menghormati kakaknya yang sedang berpuasa. Ditendangnya kendil buat menanak nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu ditempelkannya lagi potongan serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala.

Hingga ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kiai Ya'kub makam santrinya itu diperingatkan agar cukup sampai disitu saja. Hingga sampai sekarang makam keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti pertama kali dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya. Dan Kiai Kholil Bangkalan sendiri termasuk alumni Siwalan Panji.

Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun 1787 oleh Kiai Hamdani. Menurut Gus Rokhim (alm) pemangku pondok Khamdaniyah yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah Siwalan Panji masih berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini diangkat kepermukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.

“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba-tiba terangkat dan menjadi daratan”. Tidak hanya itu, pada awal awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan terserak dan berpencar. Namun karena pertolongan Allah, kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju sungai di seberang kawasan pondok.

“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.

Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun alumni yang keluar beberapa di antaranya sudah mempunyai karomah-karomah luar biasa ketika masih menjadi santri.

Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan, dipondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem penddikin ala madrosah Diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti sekarang yang tersusun sistematis dan terencana.

Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti wanti agar santri beliau yang boyong agar tabarrukan dulu di pondok Panji yang diasuh Kiai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil kepada Kiai Khozin.

Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai sekarang pondok Panji, terutama pondok Al Khozini banyak dipenuhi santri dari Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan. Wallohu a'lamu bis showab. [dutaisalm.com/gg]

Source: Cerita Para Wali

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB