Islam Bukan Agama Teror
Cari Berita

Advertisement

Islam Bukan Agama Teror

Minggu, 17 September 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh M Kholid Syeirazi

DutaIslam.Com - Islam adalah agama welas asih. Jika ada sejumlah ayat di dalam al-Qur’an yang bicara tentang perang dan kekerasan, itu sama sekali tidak membatalkan misi utama Islam sebagai agama rahmatan lil –âlamîn. Ayat-ayat ‘lembut’ di dalam al-Qur’an jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat ‘keras.’

Dan sependek pengetahuan saya, ayat-ayat keras itu bersifat historis dan kontekstual. Rasulullah diperintahkan memerangi orang-orang kafir yang memerangi Rasulullah dan Sahabat. Mereka memusuhi dan mengusir Rasulullah dari Tanah Airnya. Karena itu, ayat yang pertama kali turun tentang perang menggunakan redaksi pasif (مبني مجهول), bukan perintah aktif. Perhatikan QS. al-Hajj (22: 39-40) berikut ini:

اُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِير
                                                                  الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

“Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya, mereka telah dianiaya. Dan sungguh Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami hanyalah Allah.”

Ayat ini menyampaikan pesan bahwa umat Islam yang diusir dan diperangi diizinkan membela diri dan membalas kezaliman yang menimpa mereka dengan mengangkat senjata.
Perintah yang lebih tegas muncul belakangan di dalam QS. al-Anfâl (8: 39)


وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 

“Dan perangilah mereka supaya tidak ada lagi fitnah dan agar agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka perbuat.”

Perintah serupa dinyatakan dalam beberapa ayat, antara lain QS. al-Baqarah/2: 191 dan  QS. an-Nisâ’/4 ayat 89 dan 91. Dalam QS. al-Baqarah/2: 191 disebutkan:

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ 

“Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah).”

Perhatikan juga QS. an-Nisâ’ (4: 89 dan 91) berikut:

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا (٨٩)

“Maka jika mereka berpaling (dari jalan Allah), tawanlah dan bunuhlah mereka, di mana saja kamu menemuinya dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka sebagai pelindung dan juga penolong.”

فَإِنْ لَمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ (٩١)

“Maka jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka, di mana saja kamu menemui mereka..”

Jika ‘ayat keras’ ini dibaca tanpa konteks sejarah dan asbâbun nuzûl, Islam akan menjadi agama teror dan perang sebagaimana dipraktekkan ISIS, organisasi afiliasi, dan simpatisannya. Mereka menyeret dunia ke dalam situasi perang, bertolak dari sejumlah ayat yang dibaca sepenggal dan dilepaskan dari konteks sejarahnya. Perang digunakan sebagai alat memperjuangkan ideologi politik, bukan bagian dari respons wajar terhadap upaya membela diri sebagaimana asbâbun nuzûl-nya.

Padahal, ayat al-Qur’an yang memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik, termasuk kepada non-Muslim, serta mengusahakan perdamaian jauh lebih banyak. Al-Qur’an melarang merusak tempat ibadah agama lain dan mencaci maki sesembahan mereka, baik dalam kondisi perang maupun damai. Perhatikan QS. al-Hajj (22: 40) berikut ini:

وَلَوْ لا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا

“Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya akan dirobohkanlah biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah…”

Larangan mencaci maki teologi agama lain dan pemeluknya ditegaskan oleh QS. al-An’âm (6: 108) berikut:

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan janganlah kamu memaki mereka yang menyembah selain Allah, karena nanti mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan…”


Al-Qur’an memang melarang umat Islam bersekutu dengan kaum yang memusuhi dan mengusir umat Islam serta berkomplot mengusir mereka dari tanah airnya, tetapi Allah tidak melarang berlaku adil dan berbuat baik kepada mereka yang tidak memerangi dan mengusir umat Islam. Perhatikan QS al-Mumtahanah (60: 8) berikut:

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Islam juga bukan agama ‘haus darah’ yang agresif dan menjadikan perang sebagai tujuan. Jika musuh cenderung kepada perdamaian, Allah memerintahkan umat Islam untuk menerima dan mengusahakan perdamaian. Perhatikan QS al-Anfâl/8: 61 berikut ini:

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.”

Al-Qur’an juga menegaskan bahwa perdamaian itu lebih baik: وَالصُّلْحُ خَيْرٌ (QS. an-Nisa’/4: 128).
Dalam kondisi perang pun, Rasululullah selalu berusaha membatasi jatuhnya korban dan melarang keras membunuh wanita, anak-anak, dan orang tua serta melarang merusak lingkungan. Dalam sejarah ekspedisi Rasulullah, hanya sekali beliau menebang pohon. Itu merupakan bentuk pengecualian, dalam situasi darurat, yang diperkenankan Allah sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Hasyr (59: 5). 

Islam melarang keras membunuh orang tanpa alasan yang hak. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa membunuh satu orang tanpa alasan yang benar seumpama membunuh manusia semuanya. Sebaliknya, menjaga dan melindungi kehidupan satu orang seakan memberi kehidupan manusia seluruhnya. Perhatikan QS. al-Mâidah/05: 32 berikut ini:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا 

“…Barangsiapa membunuh seorang manusia, bukan karena ia (membunuh) orang lain atau berbuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa memelihara kehidupan satu orang, maka seakan-akan dia menjaga kehidupan manusia seluruhnya..”

Islam adalah agama cinta damai, agama kasih sayang yang diturunkan dari sifat Allah Rahmân-Rahîm. Jika Allah mempunyai sifat Jalâliyyah (dimensi Keagungan) seperti al-Jabbâr (Maha Perkasa), al-Qahhâr (Maha Memaksa), al-Muntaqim (Yang Maha Membalas), al-Mutakabbir (Yang Maha Memiliki Kebesaran), al-Muta’âli (Yang Maha Tinggi), dan al-Hasîb (Yang Maha Membuat Perhitungan), sifat Allah dalam dimensi Jamâliyyah-Nya  jauh lebih banyak seperti as-Salâm (Yang Maha Memberi Kedamaian), al-Mu’min (Yang Maha Memberi Keamanan), al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), al-‘Afuw (Yang Maha Pemaaf), al-Raûf (Yang Maha Pengasuh), al-Latîf (Yang Maha Lembut), al-Halîm (Yang Maha Penyantun), al-Hafîdz (Yang Maha Memelihara), al-Hakîm (Yang Maha Bijaksana), al-Wadûd (Yang Maha Mengasihi), al-Waly (Yang Maha Melindungi), dan as-Shabûr (Yang Maha Sabar).

Sifat Allah dalam dimensi Jamâliyyah mengalahkan sifat Allah dalam dimensi Jalâliyyah. Perhatikan QS. al-An’âm/6: 54 berikut ini:

كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ

“…Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang..”

Rahmat dan kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu sebagaimana dinyatakan QS. al-A’raf/7: 156 berikut:

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.”

Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh para imam hadis, dengan berbagai redaksi, menguatkan isi pesan utama ini:

لما خلق الله الخلق كتب في كتابه هو يكتب علي نفسه وهو وضع عنده علي العرش، ان رحمتي تغلب غضبي  (رواه البخاري)  و في رواية اخري: ان رحمتي غلبت غضبي

“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia tulis dalam kitab-Nya dan diletakkan di atas arasy: sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”

Dalam riwayat lain berbunyi: ان رحمتي سبقت غضبي (sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku). Dalam berbagai versi, yang isinya sama, hadis ini diriwayatkan juga oleh Muslim, Tirmidzi, dan Ibn Majah.

Ayat dan hadis qudsi di atas menunjukkan pesan utama Islam sebagai agama kasih sayang dan cinta damai melebihi aspek lain. Jika sekarang ini banyak kelompok Islam yang mengamalkan Islam dengan penuh murka, kembalilah kepada prinsip ajaran Islam sebagai agama welas asih: Islam rahmatan lil –âlamîn! [dutaislam.com/gg]

M Kholid Syeirazi, Sekretaris Jenderal PP ISNU

Source: NU Online

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB