Pantaskah FDS? Berikut Ini Refleksi Atas Pendidikan di Indonesia
Cari Berita

Advertisement

Pantaskah FDS? Berikut Ini Refleksi Atas Pendidikan di Indonesia

Duta Islam #02
Sabtu, 12 Agustus 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: fajaronline.com 
Oleh KH. Azka Hammam Syaerozi. Lc 

DutaIslam.Com - Dewasa ini Pendidikan Formal dipandang oleh masyarakat sebagai pendidikan yang sesungguhnya. Dengan beranggapan bahwa hanya dengan pendidikan Formal lah seseorang bisa dianggap berpendidikan. Hal ini tentu berakibat fatal bagi pendidikan yang berada diluar pendidikan Formal atau yang biasa disebut sebagai pendidikan Informal (baca: Pesantren). Ada beberapa faktor yang menjadikan pola pikir masyarakat kita seperti itu.

Pertama, pendidikan formal adalah program pendidikan yang digalakan langsung oleh pemerintah Indonesia, hal ini menjadikan ukuran pendidikan di Negara kita ini condong dengan apa yang dianjurkan oleh pemerintah. Karena diadakan oleh pemerintah, maka banyak program-program dan fasilitas yang diberikan pemerintah bagi pendidikan ini. Sangat berbeda dengan pendidikan Informal yang sepertinya dianggap anak tiri oleh pemerintah, meski beberapa dianggap keberadaannya, namun pendidikan Informal tetap dipandang sebelah mata dan tetap tidak dijadikan ukuran seseorang dianggap berpendidikan.

Kedua, dalam pendidikan Formal, tenaga pengajar mendapatkan upah yang pasti dan terjamin langsung oleh pemerintah. Berbeda dengan pendidikan Pesantren yang tidak memberikan jaminan secara pasti bagi setiap pengajarnya. Hal ini menjadikan pendidikan Formal lebih di percaya dan dianggap lebih prospektif dibandingkan dengan pendidikan pesantren.

Ketiga, pendidikan Formal memberikan Ijazah yang secara de jure di anggap dan legal di kancah nasional maupun internasional. Berlawanan dengan pendidikan pesantren yang ijazah nya tidak diakui, atau bahkan tidak memiliki ijazah sama sekali.

Apa hubungan antara kedunya?
Sebenarnya, hubungan antara ilmu agama yang diadakan pesantren dengan pendidikan umum yang diadakan sekolah formal itu sangat erat sekali. Ilmu pesantren adalah sebuah ‘asal’ yang menjadi tetap dan kokohnya sesuatu, sedangkan ilmu umum adalah ‘cabang’ yang membentang luas dalam segala bidang kehidupan. Jika diibaratkan, pendidikan pesantren adalah nasi, dan pendidikan formal adalah lauk pauknya. Maka tidaklah dinamakan makan jika seseorang hanya menyantap lauk pauk saja, dan jika hanya nasi saja maka tidak tercukupi nutrisi yang dibutuhkan tubuh.

Mana yang mesti didahulukan?
Jika secara kurikulum, pendidikan pesantren (baca: agama) harus didahulukan karena pendidikan agama menanamkan tauhid, hukum dan akhlaq. Manusia hidup di dunia itu tentu harus bermodalkan tauhid yang benar dan kuat, mengetahui hukum-hukum agar tidak sembarang berprilaku dan juga harus bisa menerapkan akhlaqul karimah sebagai penerapan atas agama sebagai kasih sayang bagi seluruh alam. Dan tentunya pendidikan seperti ini bisa diperoleh melalui pendidikan pesantren. Walaupun sebenarnya pendidikan formal juga memberikan pengenalan pendidikan seperti itu, namun tidak mencukupi jika hanya sebatas pengenalan.

Sedangkan dalam prakteknya, dalam melaksanakan pendidikan pesantren dan formal tidaklah harus meninggalkan salah satunya, melainkan secara bersama-sama berjalan beriringan. Dengan berjalan beriringan seperti itu maka akan terbentuklah pribadi yang berpendidikan secara kaafah
Diantara yang menekuni salah satu dari keduanya, siapakah yang lebih berkompeten?

Pribadi yang benar benar berkompeten adalah yang benar-benar belajar, paham akan ilmu yang dipelajarinya lalu mengamalkannya kepada masyarakat. Sebab jika tidak diamalkan, keduanya sama sekali tidak memberikan manfaat apa-apa bagi masyarakat. Dan jika salah satu dari keduanya memandang sebelah mata itu karena mereka tidak memaklumi nilai min dan plus yang ada pada keduanya.

Bagaimana kita menerapkan ilmu formal dan ilmu salaf di tengah masyarakat?
Kita bisa menerapkan keduanya dengan selalu berupaya berkarya semampunya الحركة بركة dengan didasari tauhid yang benar, hukum dan akhlaq. Dan sebagai komunitas pesantren yang hidup diantara dua dimensi tersebut tidak perlu ikut memandang sebelah mata pada yang lain. Kita cukup menjaga hal-hal lama yang baik dan masih layak dan menyempurnakannya dengan mengadopsi hal-hal baru yang lebih baik dan layak.

Bagaimana sebaiknya sikap pemerintah menyikapi hal ini?
Pemerintah sebaiknya memandang kedua sistem ini sebagai unsur yang saling menguatkan dalam membangun sumber daya manusia pada yang lebih baik untuk kehidupan berbangasa dan bernegara. [dutaislam.com/gg]

KH. Azka Hammam Syaerozi. Lc, 
Rois Syuriah PWNU Jawa Barat, Pengasuh Pondok Pesantren Putra Putri Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon.

Sumber: Majalah Salafuna Edisi 32 Tahun 2013

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB