Begini Cara Menyelesaikan Konflik Palestina-Israel Menurut Gus Dur
Cari Berita

Advertisement

Begini Cara Menyelesaikan Konflik Palestina-Israel Menurut Gus Dur

Duta Islam #02
Kamis, 27 Juli 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: tempo.co 
Oleh Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P

DutaIslam.Com - Kritik, kecaman dan nasihat merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari sosok almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai juru damai antara Israel dan Palestina. Sejarah mencatat bahwa almarhum Gus Dur senantiasa menyindir, mengkritik dan mengecam setiap tindakan yang mencerminkan ketidakadilan baik yang dilakukan oleh faksi-faksi perlawanan Palestina maupun olehkaum zionis Israel. Konsekuensinya adalah pembelaan Gus Dur yang tidak kenal lelah terhadap pihak-pihak yang mengalami ketidakadilan.

Ketika agresi militer dilancarkan oleh Israel terhadap Palestina, khususnya wilayah Jalur Gaza pada 2009, Gus Dur dengan tegas menyatakan bahwa agresi militer tersebut merupakan tindakan yang tidak didasari oleh rasa keadilan. Gus Dur juga berpendapat bahwa seharusnya Israel tidak menggunakan standar ganda dalam sikap-sikap politiknya di dunia internasional, sehingga Israel akan lebih bisa diterima oleh banyak pihak. “Beberapa waktu lalu saya katakan kepada ribuan warga Yahudi Amerika Serikat di Los Angeles, jika pemerintah Israel ingin diakui sebagai negara yang berdaulat, mestinya Israel juga harus mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka,” ujar Gus Dur (05/01/2009).

Meskipun Israel mampu menduduki tanah Palestina namun Israel tidak akan aman dari serangan gerilyawan Palestina. “Di sana banyak sekali faksi-faksi yang akan mempertahankan kehormatan tanah Palestina, apapun taruhannya. Meskipun Hamas mungkin hanya bagian kecil dari kekuatan Palestina, namun rakyat Palestina takkan tinggal diam dijajah bangsa Yahudi,” tambah Gus Dur.

Dengan demikian pemerintah Israel telah melakukan tindakan agresi militer yang sangat tidak adil terhadap Pemerintah dan Rakyat Palestina. Hal ini terlihat jelas dari tidak seimbangnya kekuatan militer antara Israel dengan faksi Hamas ketika bertempur di Jalur Gaza, Palestina, serta banyaknya jumlah korban sipil yang tewas akibat agresi militer Israel. Pemerintah Israel juga menerapkan standar ganda dalam pelaksanaan hubungan diplomatiknya dengan dunia internasional sehingga tidak dapat diterima oleh semua pihak.

Selain bertindak tidak adil terhadap pemerintah dan rakyat Palestina serta menerapkan standar ganda dalam pergaulan internasional, Pemerintah Israel juga tidak pernah mengakui kedaulatan Palestina baik secara de jure maupun de facto. Hal ini disebabkan oleh masih adanya konflik dan sengketa batas wilayah serta perebutan klaim terhadap kota suci Yerusalem sebagai ibukota negara. Konflik fisik maupun psikis diantara kedua negara serta invasi dan serangan militer Israel ke jalur Gaza membuktikan tidak diakuinya kedaulatan Palestina baik secara de facto maupun de jure oleh Israel.

Pemerintah Israel telah menjajah bangsa Palestina sejak puluhan tahun yang lalu hingga menyebabkan perlawanan terus-menerus (intifadah) dari seluruh pejuang Palestina yang dengan seluruh jiwa dan raga mempertahankan kehormatan dan kedaulatan wiayah Palestina. Para pejuang tidak akan membiarkan sejengkal pun tanah Palestina dikuasai bangsa Yahudi, itulah sebab mengapa serangan artileri dan rudal terus ditembakkan ke Israel dari jalur Gaza, khususnya oleh Faksi Hamas – Palestina.

Almarhum Gus Dur pun pernah menyindir penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina yang sangat berorentasi pada paham materialisme dan zionisme sertaberlidung dibalik persekutuan pragmatis antara Israel dengan negara-negara Barat.Seperti dikutip dalam artikel berjudul ‘Gus Dur dan Topi Yahudi’ (NU Online), almarhum Gus Dur pernah secara langsung menyindir dan melontarkan ide nyelenehnya kepada Presiden Israel, Shimon Peres, dalam bentuk guyonan.

“Pak Peres, negeri anda akan kaya raya jika mau mengimpor kutang dari perancis,” ujar Gus Dur. “Kenapa Pak Gus?” tanya Presiden Peres. “Imporlah kutang dari Prancis. Sesampai di Israel, kutang itu dipotong jadi dua,” jelas Gus Dur yang membuat Peres semakin penasaran.

“Nah, setelah dipotong jadi dua, baru dijual. Kutang yang aslinya hanya bisa dipakai satu orang, di Israel bisa dipakai dua orang, asal dipotong dulu. Dan itu artinya bisa mendatangkan untung lipat dua. Jangan lupa, tali-tali pengikatnya dibuang dulu,” jelas Gus Dur tambah panjang.

“Mana bisa kutang dipotong jadi dua dan mendatangkan untung berlipat???,” tanya Peres dengan rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi. “Ya kan kalau sudah jadi dua, namanya bukan kutang lagi. Kalian bisa memakai kutang sebagai topi untuk pergi ke tembok ratapan,” terang Gus Dur enteng.

“Hahahaha…hahahahaha….hahahaha…,” kali ini Presiden Peres paham dan langsung tertawa terpingkal-pingkal.

Persekutuan pragmatis antara Israel dengan negara-negara Barat telah menyebabkan diam dan tidak bereaksinya hampir seluruh negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat terhadap penjajahan biadab yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Almarhum Gus Dur pun dengan lantang mengkritik keras sikap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menghentikan krisis Gaza, Palestina, pada tahun 2009.

“Dewan Keamanan yang memiliki peran penting di PBB terlalu menurut pada Amerika Serikat. Sedangkan yang lain bisanya cuma ngomel-ngomel tapi tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Gus Dur (08/01/09). Beliau juga menyatakan bahwa Israel dan Palestina harus kembali ke meja perundingan untuk menghindari semakin bertambah banyaknya jumlah rakyat tak berdosa Palestina yang menjadi korban perang.

“Keduanya harus berunding dan bernegosiasi. Jika tidak, rakyat Palestina akan habis karena mesin perang Israel itu jauh di atas mesin perang Palestina. Saya ‘nge-blok’ rakyat Pslestina, karena itu saya tidak tega melihat mereka jadi korban perang. Kasihan mereka, Persoalan Palestina dan Israel itu politik, bukan agama,” lanjut Gus Dur.

Himbauan agar Palestina dan Israel berunding dan bernegosiasi kembali merupakan suatu pertimbangan yang logis dan rasional karena tidak seimbangnya mesin perang Palestina dengan mesin perang Israel.

Hal ini semata-mata bertujuan untuk mengindari semakin banyaknya rakyat Palestina yang menjadi korban perang, serta sebagai bentuk pembelaan dan kecintaan yang tulus kepada rakyat Palestina. Gus Dur pun menyimpulkan bahwa perang Palestina-Israel disebabkan oleh masalah politik atau perebutan wilayah, yakni ketika Palestina dan Israel sama-sama ingin menjadi negara sendiri.

Gus Dur juga menganalisis bahwa: “Kaum Konservatif” Israel berada di balik serangan mematikan yang telah menewaskan lebih dari 600 warga sipil dan melukai sekitar 2500 orang itu. “Segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum konservatif Israel ini tidak akan pernah bisa menyelesaikan konflik di sana (Palestina dan Israel),” ujar Gus Dur.

Kaum konservatif Israel yang sangat radikal dan zionis ini merupakan pencetus, perumus, dan pengusung ide serangan membabi-buta Israel kepada rakyat Palestina dengan cara-cara yang biadab dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) serta prinsip-prinsi perdamaian.

“Penyelesaian masalah melalui jalur kekerasan justru akan mengarahkan Palestina dan Israel pada kehancuran. Serangan itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip perdamaian yang tengah diusahakan di Timur-Tengah,” tegas Gus Dur.

Dengan demikian Perang antara Palestina dan Israel dicetuskan oleh kaum konservatif Israel yang sangat radikal dan mengusung ideologi zionisme, bukan oleh kaum moderat Israel yang menginginkan dua negara bertetangga yang dapat hidup berdampingan secara damai.

Serangan Israel kepada Palestina dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM dan prinsip-prinsip perdamaian global, sedangkan DK PBB hanya diam saja dan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan serangan biadab dan berdarah tersebut. Hal ini terjadi karena DK PBB tidak mampu dan tidak berani mengambil posisi yang bertentangan (via a vis) dengan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan sekutu abadi Israel.

Pendekatan logis dan rasional juga dikemukakan oleh almarhum Gus Dur terhadap konflik Palestina – Israel dengan solusi gencatan senjata dan penghentian konflik antara kedua negara melalui perundingan dan negosiasi.

Faktanya adalah persenjataan militer Israel jauh lebih hebat dan lebih modern daripada persenjataan militer Palestina sehingga perang menjadi tidak seimbang dan berat sebelah. Akibatnya gencatan senjata merupakan solusi yang sangat logis dan rasional untuk menghindari korban jiwa dari rakyat sipil Palestina.

Permasalahan utama yang memicu konflik antara Palestina dan Israel ialah perebutan wilayah negara, perebutankota suci Yerusalem sebagai ibukota negara, dan keinginan menjadi negara berdaulat dengan menegasikan negara lainnya. Hal ini merupakan masalah politik murni, bukan masalah perbedaan agama.

Dengan demikian masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan pengakuan kedaulatan oleh masing-masing negara, baik oleh Palestina maupun Israel, secara de jure dan de facto.

Penjajahan Israel terhadap Palestina telah menyebabkan perlawanan tanpa henti dan terus-menerus dari rakyat Palestina terhadap penjajah zionis Israel. Dengan dilandasi semangat intifadah, jihad fi sabilillah dan rasa patriotisme inilah seluruh rakyat terus-menerus berjuangmengorbankan jiwa dan raga untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatan tanah air Palestina hingga titik darah penghabisan. [dutaislam.com/gg].

Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P
Asisten Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB