Sadari Butuh Pengamatan atas Hitung Bulan, Muhamadiyah Lakukan Rukyat Hilal
Cari Berita

Advertisement

Sadari Butuh Pengamatan atas Hitung Bulan, Muhamadiyah Lakukan Rukyat Hilal

Minggu, 28 Mei 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Agus Mustofa

DutaIslam.Com - Tiga hari menjelang Ramadan 1438 H saya memperoleh tembusan surat edaran yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah. Isinya adalah ajakan kerjasama kepada tim Astrofotografi untuk melakukan observasi Astronomi menjelang Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah.

Sungguh ini sebuah langkah maju yang menggembirakan. Karena, selama ini dalam menentukan awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, Muhammadiyah selalu mendasarkan ketetapannya kepada hisab hakiki dengan metode Wujudul Hilal. Tapi tahun ini agak berbeda. 

Selain mengumumkan penetapan melalui metode hisab hakiki, Muhammadiyah juga melakukan rukyat. Ya, rukyat dengan menggunakan peralatan Astrofotografi yang saya perkenalkan ke publik Indonesia sejak tahun 2014.

Ini tentu sangat menarik. Sekaligus, menggembirakan umat Islam yang merindukan penyatuan metode hisab-rukyat dalam menetapkan awal bulan Hijriyah di Indonesia. Karena, ini bukan sekedar diskusi pinggiran atau obrolan informal. Melainkan, surat resmi yang ditandatangani oleh ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar MA.

Isi surat edaran itu adalah penugasan dan ajakan kerjasama kepada sejumlah tim pengamat hilal dengan menggunakan teknik Astronomi modern, memanfaatkan peralatan Astrofotografi. Ada delapan lokasi yang akan dijadikan tempat pengamatan, yaitu: Yogyakarta, Jakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Gresik, Purwokerto dan Medan.

Tentu saya amat gembira menyambut berita ini. Karena, ini sebuah langkah maju untuk menyelesaikan dualisme hisab-rukyat yang selama ini membebani umat Islam Indonesia. Dari delapan lokasi itu, lima diantaranya bekerjasama dengan tim Astrofotografi, lengkap dengan peralatan teleskop ala Thierry Legault.

Thierry Legault adalah pemegang rekor dunia yang berhasil memotret bulan sabit pada siang hari, saat terjadinya ijtimak alias konjungsi pada tahun 2013. Praktisi Astrofotografi Prancis itu dua kali saya undang ke Indonesia untuk menularkan ilmunya kepada sejumlah praktisi rukyat Indonesia dari berbagai ormas keagamaan dan lembaga Astronomi yang berminat mendalami teknik modern tersebut untuk kepentingan ru’yatul hilal.

Ada delapan peralatan yang saya beli darinya, dan kemudian saya hibahkan kepada sejumlah tim Astrofotografi hasil didikan Thierry. Selama tiga tahun terakhir, delapan tim ini terus mengasah kemampuan Astrofotografinya, dengan harapan suatu saat skill mereka dibutuhkan oleh pemerintah ataupun lembaga keagamaan dalam penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, yang seringkali terjadi perbedaan itu.

Keputusan Muhammadiyah untuk melakukan rukyat tahun ini, menurut saya adalah keputusan besar dan strategis. Kini tak ada lagi 'barrier' yang membatasi antara hisab dan rukyat, yang dulu terasa sangat 'rigid'. Walaupun, saya melihat masih ada beberapa masalah yang terkait dengan perbedaan metode. Tetapi, itu cuma masalah ‘teknis’ yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan masalah ‘psikologis’ yang selama ini menghadang. Dan tak jarang lantas merambah ranah politis yang semakin rumit.

Ungkapan dalam surat edaran tersebut, yang melatarbelakangi keputusan hisab-rukyat itu, pun terasa menyejukkan dan mendasar. Sehingga, gemanya akan jauh ke masa depan sebagai sebuah kebijakan yang bersifat jangka panjang dari Muhammadiyah. Diantaranya, saya kutipkan berikut ini.

“Dalam Astronomi modern, perhitungan dan pengamatan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Ini disebabkan formulasi ilmu hisab yang ada sekarang didapatkan dari hasil pengamatan dalam waktu yang panjang. Selain itu, Muhammadiyah melalui Perguruan Tinggi yang telah memiliki Pusat Kajian Astronomi perlu menggiatkan kegiatan observasi hilal guna melengkapi dan mendukung hisab yang selama ini dipedomani.”

Alhamdulillah, satu langkah besar untuk menyatukan hisab dan rukyat telah dilakukan. Berikutnya adalah upaya terus menerus untuk menyamakan metode penetapan awal bulan Hijriyah berdasar pada perpaduan hisab dan rukyat, dengan berbasis pada pengamatan-pengamatan Astrofotografi. Bukan hanya menunggu datangnya hilal pada saat matahari tenggelam, melainkan juga melakukan pemotretan-pemotretan hilal di siang hari.

Karena, salah satu keistimewaan peralatan Astrofotografi ini adalah kemampuannya untuk memotret bulan sabit tipis dia siang hari. Justru, dikarenakan hal itu Thierry Legault dinobatkan sebagai pemegang rekor dunia. Semoga Allah memberkati langkah penyatuan hisab-rukyat ini. Dan melimpahkan rahmat yang besar untuk umat Islam Indonesia, maupun di seluruh dunia. [dutaislam.com/ab]

Agus Mustofa, inisiator Astrofotografi Indonesia dan penulis 
buku “Mengintip Bulat Sabit Sebelum Maghrib”.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB