Menyesal Dulu Tidak Sekalian "Doorr" HRS di Palu
Cari Berita

Advertisement

Menyesal Dulu Tidak Sekalian "Doorr" HRS di Palu

Kamis, 27 April 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Sepak terjang Habib Rizieq Shihab (HRS) yang akhir-akhir ini bikin kacau kehidupan berbangsa dan bernegara, membuat salah seorang pensiunan jenderal di Jakarta menyesal dulu tidak menembaknya. Padahal, kesempatan dan peluang sangat mungkin bisa dilakukan.

"Demi Allah kemarin saya arisan, ketemu paman saya yang polisi. Pas kejadian Palu, pistol paman saya sudah ke arah HRS, tapi beliau dicegah atasannya," ujar Bowo (Rabu, 26/04/2017), keponakan jenderal (bintangnya rahasia) yang sekarang mukim di Jakarta.

Itu terjadi ketika ada konflik di Palu tahun 1999-2000. Bowo menyatakan kalau yang menyelamatkan atau yang mencegah niat menembak itu adalah bosnya yang juga keturunan Arab. "Posisi Arab dan Chinese menurutku sama, ada yang sangat nasionalis dan ada yang kurang," ujarnya kepada Dutaislam.com, via saluran WhatsApp.

Dan penyesalan terbesar sang jenderal itu, imbuhnya, mengapa HRS tidak pernah kena tembak sejak dulu di wilayah konflik. Kini, diakui atau tidak, sebagian dari aparat, baik tentara maupun polisi, sudah ada yang terinfiltrasi paham Islam ekstrim yang suatu kali bukan tidak mungkin justru akan bisa dimanfaatkan kelompok radikal untuk pengembangan pengaruh politisnya.

Setidaknya, itulah yang dirasakan Agus, warga Bogor. Dia bukan hanya cerita, tapi sudah berhadap-hadapan dengan tetangga komplek nya, dimana para anggota Islam radikal wahabi justru dari pasukan khusus TNI Angkatan Laut (Pasukan Katak).

"Rata-rata anggota TNI (tetangga, red) yang masuk wahabi kenanya di Lebanon sewaktu tugas sebagai pasukan perdamaian PBB. Di sana proses perekutan beberapa anggota TNI sebagai wahabi," ujar Agus, Rabu (27/04/2017). Untuk menghadapi mereka, Agus membuat pengajian rutin padang bulan.

Banyak yang Tidak Paham
Menanggapi fenomena tersebut, Faiz Sahly, santri dari Pontianak menganggap hal itu adalah kewajaran yang ironis. Menurutnya, baik personel TNI maupun Polri, apapun kesatuannya, sama juga dengan masyarakat. Banyak yang awam tentang Islam, apalagi hingga ke soal gerakan/ organisasinya. Banyak dari personel mereka, lanjut Faiz, yang setelah bertugas baru merasa terpangggil untuk memperdalam keagamaannya.

"Namun seringkali mereka terbentur oleh waktu dan tugas, sehingga media sosial lah yang jadi jalan pintas untuk mendapatkan pengetahuan keislaman. Akibatnya, pemahaman yang diperoleh adalah tematik dan satu arah. Secara tak sadar telah terjadi indoktrinasi dalam pemikiran mereka," tuturnya kepada Dutaislam.com.

Adanya polisi dan TNI yang terjangkiti virus wahabi dan HTI memang sudah menggejala dimana-mana. "Di tempat kami TNI dan polisai ada yang sudah kena virus wahabi dan HTI. Kami juga ikut identifikasi, saya pernah komunikasi dengan sahabat intel, tak paham apa itu wahabi dan HTI, jamaah islamiah dan lainnya. Kayaknya para intel juga perlu dibreafing itu," terang Deni, salah satu Netizen NU yang bicara kepada redaksi.

Deni mengaku pernah berkomunikasi dengan Kabaghumas Polres soal infiltrasi Islam garis keras di lingkungan aparat, "beliau tertarik dengan apa yang saya bicarakan. Jadi, kita harus sering berkoordinasi dengan pihak Polri dan TNI jika ingin tidak kecolongan," jelasnya.

Harusnya, aparat negara, TNI khususnya, tidak boleh kerasukan ideologi HTI, apalagi kena pengaruh isu politik SARA. Ketahuilah, ideologi Indonesia juga sudah tepat di non blok, tidak ke Barat dan tidak pula ke Timur, mirip dengan NU Aswaja.

Ibaratnya, TNI itu yang menjaga NKRI dari Blok Barat Timur, Ansor-nya menjaga NU dari Kanan dan Kiri. Jadi, Ansor atau TNI harusnya netral dari paham Kanan dan Kiri-Barat dan Timur. Kalau tidak, penyesalan sang jenderal saat ketemu HRS bisa kembali diingat. Waspadalah! [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB