Insya Allah atau Insha Allah? Uji Bahasa Dr. Zakir Naik
Cari Berita

Advertisement

Insya Allah atau Insha Allah? Uji Bahasa Dr. Zakir Naik

Sabtu, 08 April 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Betul nian jika para kurcaci wahabi di Indonesia dan dunia diciptakan dari tanah sengketa. Dari lahir mereka sudah diajari bagaimana cara membuat garis demarkasi bid'ah, sesat, khurafat dan juga mana musuh dan mana lawan. Hidupnya dimulai dari kualitas besar kecilnya pintar membenci. Sengketa.

Insyaallah yang dalam bahasa Arab sudah dikenal luas sebagai kata yang bermakna "jika Allah menghendaki" atau "atas kehendak Allah" saja harus dicarikan lawan tanding. Bahkan pencari lawan tanding itu adalah dedengkot wahabi dari India bernama Dr. Zakir Naik.

Menurut dokter bedah itu, kalimat yang benar untuk menulis ان شا ء الله  adalah dengan "In Shaa Allah", bukan "In Syaa Allah". Secara narsis Naik menyebut kalau transliterasi "Insyaallah" memiliki makna yang dianggap menyimpang, yakni "Menciptakan Allah" karena dia menyambung kalimat di atas jadi begini: انشاء الله.

Pertanyaannya, kenapa Naik membaca langsung menggunakan fathah, insya'a, bukan insya'u? Harusnya, kalau Naik paham Nahwu-Sharaf, jika kalimat Insya' yang dia maksud menunjuk pada arti menciptakan (thukul: Jawa), harusnya dibaca rafa', dhommah jadi انشاءُالله, karena terletak di awal kalimat.

Zakir Naik terlalu lebai. Kalimat In Sya'a Allah, ia maknai dengan thukule (munculnya) Gusti Allah, ya dia yang seneweng. Bacaan nasab (fathah) juga sudah mengindikasikan kalau kata Sya'a (شا ء) bukan dalam bentuk Masdar, tapi benar-benar Fi'il Madli, bermakna "jika berkehendak".

Kemungkinan besar, Naik yang disebut sebagai ulama kaum bumi datar itu, mengajak orang Indonesia untuk mengikuti transliterasi ala India yang termehek-mehek. Padahal ejaan baku kita dalam bahasa Indonesia kala mengetik huruf ش adalah Syiin, bukan Shiin. Ejaan "sh" (bukan "sy") adalah untuk transliterasi huruf Arab Shaad ص dalam bahasa kita, Indonesia. Itupun tidak selalu konsisten di beberapa kalimat.

Jika Anda mengikuti transliterasi Naik, kalimat In Sha Allah, dalam sistem bahasa Indonesia adalah ejaan dari kata انصا الله, lalu apa maknanya? Kan ngawur juga si Naik kalau dia paham Bahasa Indonesia dan transliterasi saduran bahasa asing.

Jika Anda memilih ejaan "sh" untuk transliterasi huruf Syiin, maka harus konsisten menulis Hasyim Asyari, bukan Hashim Ashari, Sya'ban pun harus ditulis dengan Sha'ban dan seterusnya. Anda juga harus menulis secara jujur dan konsisten tiap ada huruf "Syiin" Arab yang sudah disadur ke Indonesia, misalnya,

"Kita patut ber-shuukur karena tidak bisa lihat shaaiton. Para shuuhada gugur membela shaahadat, dan Inshaa Allah setelah Ishaa nanti dia mati shahid lalu bisa tamashaa ke surga. Shukron."

Kalau Naik ditanya orang Nusantara soal "yo kayuku yo kayumu," mungkin dia akan sebut pengucapan kalimat itu akan menyesatkan, bid'ah dan masuk neraka pelafalnya. Padahal, sejak dulu, orang Nusantara, -jawa pada umumnya,- mengucapkan kalimat itu karena keterbatasan lahjah (dialek) untuk mengucapkan kalimat aslinya, yakni Ya Hayyu ya Qayyum. Salam waras! [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB