Tabayun dari Ansor Soal Gagal Paham Hasil Bahtsul Masail Kiai Muda
Cari Berita

Advertisement

Tabayun dari Ansor Soal Gagal Paham Hasil Bahtsul Masail Kiai Muda

Kamis, 16 Maret 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Muhammad Imaduddin

DutaIslam.Com - Rupanya banyak yang gagal paham dengan keputusan "Bahtsul Masail" GP Ansor kemarin tentang kepemimpinan non muslim, terutama dikalangan wartawan. Ada yang mengatakan GP Ansor telah menyalahi keputusan Bahtsul Masaail Muktamar NU tahun 1999 di Lirboyo.

Ada lagi yang menyatakan Bahtsul Masail bukan kewenangan GP Ansor. Lembaga yang otoritatif untuk mengeluarkan keputusan agama di NU adalah Lembaga Bahtsul Masail NU. Bahkan ada yang menuduh keputusan GP Ansor itu adalah pesanan cagub tertentu.

Begini. Saya adalah salah satu peserta Bahtsul Masail tersebut. Jika mau mencermati secara utuh hasil keputusan Bahtsul Masai GP Ansor, maka tidak ada satu kalimat pun yang menyatakan bahwa GP Ansor membolehkan kepemimpinan non muslim. Kalimat yang ada seperti ini:

"Sebagai warga negara yang beragama (dalam ranah pribadi) boleh memilih atau tidak memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan. Karena kami melihat, hal ini sebagai persoalan yang masih dalam tataran khilafiyah (debatable), sehingga masing-masing pandangan yang menyatakan wajib memilih Muslim maupun boleh memilih non- Muslim sebagai kepala pemerintahan memiliki landasan dalam hukum Islam."

Forum Kiai Muda GP Ansor menyatakan bahwa soal kepemimpinan non muslim secara fiqh adalah masuk dalam ranah khilafiah (debatable), bukan qoth'iyah. Karena itu, masing masing pihak harus saling menghormati perbedaan pendapat ini. Alhasil tidak berhak menuduh munafik apalagi kafir dalam persoalan yang masih diperdebatkan.

Munculnya keputusan GP Ansor tersebut berdasarkan keprihatinan dengan kondisi politik DKI Jakarta yang memanas, misal munculnya tuduhan munafik dan kafir kepada pendukung Ahok dan penolakan mengurus jenazah. Ini sungguh keterlaluan.

Menyeret agama dalam soal dukung mendukung calon dalam pilgub ini tidak bijak, kalau tidak dikatakan keliru. Mengapa? Karena berpotensi menimbulkan gesekan di tengah masyarakat. Apalagi hingga memasang spanduk dan banner di masjid-masjid menolak mengurusi jenazah pendukung calon non muslim karena dianggap munafik. Pengurusan jenazah secara fiqh hukumnya adalah fardhu kifayah, lepas apapun pilihan politiknya.

Sembarangan menuduh seseorang munafik, secara agama dan sosial ini sudah keliru besar. Munafik atau tidaknya seseorang sepeninggal Rasulullah Saw tidak ada yang bisa mendeteksi. Menuduh seorang muslim sebagai munafik pun tidak main-main.

Munafik itu artinya menyembunyikan kekafiran. Bukan kah ini sama saja dengan menuduh kafir. Maka itu Imam Syafii mengatakan, "nahnu nahkumu bizzhowahir wallahu yatawalla as-saroo-ir, kami hanya menghukumi lahiriah, sedang persoalan batin adalah mutlak kekuasaan Allah".

Persoalan kepemimpinan non muslim adalah khilafiah-ijtihadiyah. Adalah tidak benar bila persoalan khilafiah-ijtihadiyah ini membuat kita memvonis orang lain munafik.

Ingat, pembunuh Sayidina Ali bin Abi Thalib, namanya Abdurrahman bin Muljam profilnya digambarkan oleh Al Imam Jalaludin As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa sebagai "hafizhul qur'an (hafal Al Quran), Shoimun nahar (senantiasa berpuasa), qoimul lail (senantiasa tahajjud).

Dia ahli ilmu dan ibadah. Tapi mengapa dia menjadi begitu sadis dan mudah menuduh kafir? Tak lain karena di dalam dadanya penuh dengan kebencian dan fanatisme (merasa paling benar, tidak mau menerima pendapat orang lain). [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB