Oleh Zaidi
DutaIslam.Com - Ada satu cerita fakta yang terjadi di Mojoagung, Jombang, Jawa Timur, masih di periode saya aktif sebagai anggota barisan Ansor Serbaguna (Banser).
Suatu saat, ada permintaan pengamanan yang ingin melibatkan Banser. Sebutlah namanya mas Darjo (bukan nama sebenarnya). Sehari-hari ia bekerja sebagai kuli bangunan yang tentu hasilnya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan harian rumah tangganya.
Mas Drajo sudah hampir 18 tahun bergabung dan mengagbdi sebagai Banser. Beliau punya dua anak, rumahnya masih berdingding bambu (gedek). Meski begitu, ia setia menjalankan tugas saat ada yang membutuhkan dirinya.
Saat ada tugas nge-pam (menjaga) beliau selalu meminta ijin ke mandor untuk libur sementara karena panggilan hati. Mas Darjo ringan kaki untuk berangkat menjalankan tugas lengkap dengan pakaian seragam, dan tampak gagah.
Sambil ngontel sepeda tujuh linu (75) ia muluncur ke lokasi acara. Dum-duman (bagi-bagi) rokok satu batang sudah biasa. Makan sego buntelan, sudah tidak kaget di kalangan para pengawal kiai dan NU itu. Mas Darjo sudah biasa.
Selesai acara, Mas Darjo pun pulang dan disambut istri tercinta di rumah. Ia merogoh saku mengambil amplop lalu diserahkan kepada istri, padahal saya tahu, acara yang barusan dia hadiri bersama saya itu tidak ada anggaran ganti uang bensin.
Saya tanya, "kang amplop tadi dapat dari mana?"
"O, amplop tadi sudah saya siapkan dari rumah Pak Ketum, sengaja untuk persiapan, barangkali istriku tanya dapat sangu nggak mas," jawab Darjo ke saya.
Ya Allah, subhanallah, sampai segitunya. Untuk membuat istri tetap ikhlas suaminya di Banser, Darjo sudah menyisihkan uang belanja yang kemudian disebutnya sebagai uang ganti bensin berkah khidmah di NU. [dutaislam.com/ ab]
Sahabat Zaidi, Ketua PAC GP Ansor Mojoagung, Jombang
