Berapa Juta Mayat Tidak Disalatkan Hanya Karena Dia Menista Agama dengan Caranya?
Cari Berita

Advertisement

Berapa Juta Mayat Tidak Disalatkan Hanya Karena Dia Menista Agama dengan Caranya?

Sabtu, 25 Februari 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Oleh Sumanto Al Qutuby

DutaIslam.Com - Belakangan beredar luas di dumay berbagai sepanduk, plang, atau selebaran di Jakarta dan sekitarnya tentang larangan memandikan dan menyolati mayat atau jenazah para penista agama atau pendukung penista agama, penista Al-Qur'an atau pendukung penista Al-Qur'an.

Buat si mayat sih gak masalah: mau disalati kek, mau dimandikan kek, mau dispa kek, mau dikremasi kek, mau diformalin kek, mau dibuntel kek, mau dibuang kek. Meskipun tidak disalati, mereka tidak akan menuntut dan melakukan "demo massal" berjilid-jilid. Yang menjadi masalah itu justru tulisan dan penulisnya. Ada bau atau aroma politik dan "fulitik" yang menyengat disini.

Coba perhatikan: apa definisi "menistakan" itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "menistakan" itu berarti "menjadikan (menganggap) nista, menghinakan, merendahkan (derajat dan sebagainya)". Sedangkan kata "nista" dalam KBBI berarti "hina, rendah, aib, cela, noda, dan tidak enak dingar". Kata "penista" berarti orang yang melakukan tindakan "nista".

Lalu, siapakah gerangan orang-orang yang masuk atau termasuk dalam kategori "penista agama" atau "penista Al-Qur'an" itu? Apa kategori atau kriteria "menistakan" agama itu? Perbuatan, tindakan, dan perkataan yang bagaimana yang bisa dikategorikan sebagai bentuk "penistaan agama"? Kemudian, apakah kata "agama" ini yang dimaksud hanya Islam saja atau agama-agama dan sistem kepercayaan lain juga masuk dalam bingkai, wadah, atau kategori "agama" ini?

Pertanyaan yang tidak kalah pentingnya adalah: "siapa yang merasa dinistakan"? Pertanyaan ini penting karena kata "penistaan" itu bersifat subyektif-partikular. Anda mungkin menganggap perbuatan dan perkataan orang lain sebagai bentuk "penistaan" tetapi tidak bagi orang lain karena masing-masing individu memiliki standar penilaian dan pemahaman yang berbeda dalam mendefinisikan makhluk yang bernama "penistaan" dan "penista" itu.

Contohnya gampang: apakah kata-kata Ahok yang ngehits: "Jangan mau ditipu pakai surat/ayat Al-Maidah" itu sebagai bentuk "penistaan" (terhadap agama dan Al-Qur'an)?

Tentu saja ada yang menganggap perkataan Ahok itu sebagai bentuk penistaan, tetapi ada pula yang menganggapnya tidak karena setiap tulisan, perkataan, dan perbuatan itu selalu multi-tafsir. Latar belakang (pendidikan, kepentingan politik-agama, sosial-ekonomi, dlsb) orang yang bebeda, akan cenderung mempengaruhi pemahaman dan tafsir yang berbeda pula.

Jika Ahok yang hanya mengatakan "Jangan mau ditipu pakai surat/ayat Al-Maidah" saja dianggap sebagai penistaan, bagaimana dengan berbagai kelompok keislaman lain yang hobi melakukan tindakan kekerasan (baik verbal maupun fisik) dan intoleransi terhadap orang, kelompok, dan umat lain? Bagaimana dengan mereka yang gemar menistakan kitab, ajaran, doktrin, dan umat agama non-Muslim? Bagaimana dengan mereka yang hobi menghina Syiah, Ahmadiyah, dan sekte-sekte agama lain? Bukankah ini jelas-jelas merupakan tindakan "penistaan agama"?

Maka, jika benar-benar mau konsekwen menjalanan "mandat" dalam spanduk, plang, atau selebaran tentang larangan mengsalati para penista agama dan pendukung penista agama itu, maka akan sangat banyak sekali mayat yang tidak disalatkan karena banyak sekali di antara kita yang tanpa sadar atau tidak telah melakukan berbagai tindakan "penistaan agama" (baik dengan perkataan maupun perbuatan), termasuk tentu saja "paguyuban pentol korek" dan "jamaah bumi datar" yang rajin dan istiqamah "mengkopar-kapirkan" dan menistakan orang/kelompok lain yang berbeda dengan mereka (baik umat Islam maupun bukan).

Memang, nafsu politik yang berlebihan dan "syahwat" beragama yang overdosis sering kali membuat sejumlah manusia menjadi "teler" dan hilang akal-sehatnya sehingga melakukan berbagai perkataan dan perbuatan yang "aneh-aneh" seperti para pembuat spanduk, plang, dan selebaran tadi. "Ngaceng" politik dan agama boleh saja, tapi harus tetap "tertongkol" eh "terkontrol" mas bro dan mbak sis he he. [dutaislam.com/ ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB