Soekarno: Perayaan Maulid Nabi Termasuk Hari-Hari Allah
Cari Berita

Advertisement

Soekarno: Perayaan Maulid Nabi Termasuk Hari-Hari Allah

Selasa, 13 Desember 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
perayaan maulid nabi menurut bung karno

Oleh Busri Toha

DutaIslam.Com - Selama berkuasa, Presiden Soekarno tidak pernah lupa merayakan ulang tahun Nabi Muhammad. ”Muhammad adalah pemimpin hebat dan tidak ada yang lebih hebat dari Muhammad SAW”. Demikian pernyataan Bung Karno dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad di Gelora Bung Karno.

Bagi Soekarno, peringatan kelahiran Nabi SAW termasuk hari-hari Allah, sehingga memperingatinya berarti melaksanakan perintah Allah. Perkara yang demikian bukanlah bid'ah, tetapi merupakan sunnah hasanah (tradisi baik), sekalipun tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW.

Itulah salah satu amanat Presiden Soekarno pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, tanggal 6 Agustus 1963 (Penerbitan Sekretariat Negara No. 618/1963).

Muhammad Ibn Abdillah merupakan pemimpin hebat. Proklamator Islam. Agama Islam sebagai penyempurna agama-agama Tuhan sebelumnya. Nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah untuk kejahteraan umat manusia dunia dan akhirat. Soekarno banyak tahu tentang Muhammad SAW. sehingga ia tidak mau ketinggalan dengan perayaan Maulid Nabi.

Ketika memasuki bulan Maulid Nabi atau 12 Robiul Awal kalender hijriyah, umat Muslim mayoritas menggelar peringatan Maulid Nabi. Masjid-Masjid terdengar lantunan Shalawat Nabi. Seakan menyambut kehadiran Nabi Muhammad.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad tahun 2016 ini, bersamaan dengan 12 Desember 2016, berbarengan pula dengan hari Senin, 12 Robiul Awal 1438 H. Konon, tanggal dan hari yang tepat pada hari kelahiran Rasullah, hanya terjadi setiap 22 tahu sekali. Peristiwa ini akan kembali terjadi 2038 M mendatang.

Merayakan kelahiran Nabi Muhammad, memang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Namun, perbuatan baik sebagai wujud cinta kepada Muhammad menjadi keharusan. Dr. Said Ramadhan Al-Buthi mengatakan, perayaan Maulid Rasulullah adalah semangat sosial yang bernilai agamis, seperti muktamar dan seminar agama yang dilakukan di masa sekarang, dahulu tidak ada.

Karenanya tidak tepat jika perayaan maulid disebut bid’ah seperti seminar dan muktamar Islam tidak disebut bid’ah. Akan tetapi harus dihindarkan dari kemungkaran.

Baru-baru ini, dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad, seorang ulama menyampaikan bahwa ada salah satu umat muslim kesulitan ekonomi untuk menggelarnya. Padahal, setiap usaha pasti akan sulit. Namun jika dijalani dan dilakukan sebagai wujud cinta kepada Rasulullah, maka jalan akan selalu ada, Insya Allah. Lakukan sesuai dengan kemampuan.

Suatu kisah menarik, kata Bapak Kiai dalam ceramah Maulid Nabi, terdapat ulama besar menggelar Maulid Nabi. Ratusan masyarakat dan santri berkumpul di Musalla kiai itu. Masyarakat berkumpul untuk mengikuti peringatan maulid Nabi Muhammad. Setelah melaksanakan pembacaan shalawat Nabi, para undangan dan ribuan santri itu diberi hidangan seadanya oleh tuan rumah atau ulama besar yang mengundang itu.

Uniknya, hidangan dari ulama besar itu, hanya menyediakan, mentimun, labuh, apel dan buah-buahan yang tidak berdarah. Dalam kisah, para santri memprotes kepada sang ulama karena semua hidangan hanya buah-buahan dan tidak bernyawa.

Mendapatkan protes santri, sang ulama memberikan argumentasi bahwa Rasullah adalah suci. Tidak ada darah. Semua yang berdarah berbau najis dan tidak boleh diberikan sebagai hidangan dalam peringatan Nabi. Tidak boleh menyemblih sapi, kambing maupun ayam karena darahnya najis. Kala itu, jawaban kiai itu masuk akal. Para santri dan masyarakat pun bubar dan hanya bisa menikmati hidangan berupa mentimun dan buah-buahan lain.

Tahun berikutnya, ulama ini kembali menggelar Maulid Nabi. Dia telah menyiapkan segala kebutuhan jamuan tidak berdarah, seperti tahun sebelumnya. Namun, Allah berkehendak lain, sebelum hari H pelaksanakan Maulid Nabi, ulama ini wafat. Maulid Nabi dengan buah-buahan gagal.
Konon, setelah meninggal dunia, salah satu ulama lain menceritakan mimpi tentang ulama tersebut.

Dalam mimpi ulama ini, dipanggil Rasullah. Namun, sang ulama besar tidak memiliki kendaraan. Akhirnya, buah labu, nanas, dan mentimun itu datang kepada ulama dan bersedia menjadi kendaraan agar sampai kepada Rasullullah. Namun, ulama ini menolak karena tidak mungkin mentimun mampu membawa ulama kepada Rasullah. Akhirnya, datang kambing kurus yang siap membawa ulama itu.

Namun, ketika akan naik, kambing yang kurus itu, tidak mau. Sebab, kambing memiliki tugas kepada majikannya. Majikan kambing menyembelihnya ketika perayaan Maulid Nabi. Kini, majikannya pun dipanggil Rasulullah, sehingga tidak mau membawa ulama besar tersebut. Tapi harus patuh kepada majikan dan membawa majikan ke hadapan Rasulullah.

Itulah salah satu kisah, betapa pentingnya maulid Nabi. Saya tidak tahu apakah itu fakta sejarah atau tidak. Tetapi, pastinya, Maulid Nabi memang suatu keharusan sebagai wujud kegembiraan atas kehadiran Rasulullah yang membawa umat Muslim dari alam kejahilan menuju alam terang benderang.

Jika terdapat tokoh-tokoh wahabi melarang peringat maulid sang pembawa umat manusia dari kejahilan pada alam kecerdasan, sangat tidak logis. Meski, sekali lagi, tidak pernah dilaksanakan atau tidak disyariatkan Rasullah. Sesuatu yang tidak dikerjakan Rasullah dan tidak disyariatkan, termasuk perbuatan bid’ah.

Lucunya, mereka melarang atau menganggap bid’ah Maulid Nabi, justru disampaikan melalui mikrofon dan pengeras suara. Bahkan, melalui video youtobe dan media sosial lainnya. Padahal, masa Nabi tidak ada pengeras suara dan media sosial. Ketika mendatangi acara pengajian, menggunakan mobil di jalan beraspal, rumah mewah, punya apartemen dan lain-lain.

Lho, ini bukankah termasuk perbuatan bid’ah? Pada masa Rasullah tidak ada mobil mewah, rumah mentereng, tidak memiliki apartemen dan media sosial. Rasulullah pun tidak menumpuk kekayaan. Beliau pun berjalan di jalan tidak beraspal dengan kuda atau unta.

Mengapa tidak menggunakan unta saja dalam perjalanan?. Pada masa Rasullah, jelas tidak ada mobil mewah. Tidak ada alat komunikasi berupa hendphone, WA, BBM dan lain-lain. Kita hidup pada masa lingkaran bid’ah.

Adalah menjadi penting difahami bahwa bid’ah terdapat dua macam bagian. Bid’ah hasanah dan Bid’ah Sayyi'ah. Jika maulid Nabi Muhammad akan digolongkan sebagai perbuatan bid’ah, maka termasuk bid’ah hasanah. Bagi saya, Maulid Nabi adalah suatu kewajiban. Wajib dilaksanakan sebagai wujud cinta kepada Rasulullah.

Asy-Syekh Hafidz As-Suyuthi menerangkan, mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat Al-Quran dan diterangkan (diuraikan) sejarah kehidupan dan perjuangan nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan diadakan sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya dengan cara yang tidak berlebihan, merupakan perbuatan bid’ah hasanah dan akan mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya.

Membaca shalawat dengan diikuti gerakan seperti menari yang tidak menimbulkan syahwat, tidak ada larangan. Bahkan, Rasulullah tidak melarang orang-orang Habasyah ketika melakukan pujian diikuti tarian dihadapan Rasulullah, sebagaimana Hadist Riwayat Imam Ahmad.

”Dari Anas, bahwa orang-orang Habasyah (Etyophia) menari di depan Rasulullah dan mereka mengatakan: “Muhammad hamba yang saleh”. Nabi bertanya : ”Apa yang mereka katakan?” Mereka menjawab bahwa orang Habasyah mengatakan : ”Muhammad Hamba yang Shaleh”.  (HR Ahmad).

Dalam hadist lain disebutkan, "Barang siapa yang senang, gembira dan cinta kepada saya maka akan berkumpul bersama dengan saya masuk surga,". Peringatan maulid Nabi bukan semata-mata berlebih-lebihan dalam beragama. Berlebih-lebihan dalam agama, tidak diperbolehkan.

Selama peringatan Maulid Nabi Muhammad digelar sebagai wujud cinta, mengabdi dan ucapan terima kasih kepada baginda Rasullah, tidak ada persoalan. Mengingat kekasih adalah sesuatu yang wajar dan wajib kepada para pecinta Rasullah. Selamat Maulid Nabi Muhammad SAW. Allahumma Sholli ‘ala Muhammad. [dutaislam.com/ ab]

Busri Toha, Ketua ISNU Kecamatan Rubaru dan Ketua LTNNU Sumenep, Madura, Jawa Timur.


Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB