Kacau Jika Politisi Bicara Agama, Agamawan Bicara Politik
Cari Berita

Advertisement

Kacau Jika Politisi Bicara Agama, Agamawan Bicara Politik

Minggu, 06 November 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Kacau, ma huwal kacau? Wa ma adrokamal kacau? Pengamat anu mengatakan: “Pilkada Jakarta kali ini benar-benar berasa pilpres karena merupakan pertarungan pembuktian kekuatan Jokowi, Prabowo dan SBY”

Politisi anu mengatakan: “Hanya Allah lah yang berhak mentafsirkan surat al-Maidah; 51, Allah wa Rasuluhu a’lam bi murodih. Karena redaksi kalimat apapun itu hanya si pengucap yang tahu makna dan maksudnya”.

Agamawan anu pun mengatakan: “... Ini biadab saudara, kurang ajar! Sampai ada yang mengatakan bahwa ini perilaku anjing .. Presidennya Guoblok, menterinya sesat, dan istananya istana iblis!" (Aw kama qol).

Sejarah pun mengatakan: Ketika para penghafal Al-Quran (Qurro’) yang tidak faqih (faham benar) terhadap al-Quran itu mulai sentimen terhadap penguasa hingga menyebarkan propaganda politik bahwa Kholifah Ustman bin Affan telah melakukan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang bertentangan dengan Al-Quran, maka terjadilah demonstrasi besar di Madinah yang dikenal dengan sebutan al-fitnatul kubra.

Hingga beliau pun harus terbunuh dan darah beliau harus melumuri Al-Quran yang tengah beliau baca. Naifnya, beliau justru meninggal di atas Al-Quran karena tusukan pedang dari tangan salah seorang qurro’ (penghafal al-Quran) yang mengaku sebagai pecinta Al-Quran. (Baca kisahnya: Ustman Dibunuh)

Begitu juga ketika orang-orang yang mengaku pecinta Al-Quran dari kaum Khawarij yang berada di barisan Sayidina Ali bin Abi Tholib itu mulai tidak setuju dengan keputusan beliau untuk ishlah (gencatan senjata) dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, mereka pun mulai membuat fitnah politik bahwa Sayidina Ali telah melanggar Al-Quran, melecehkan ajaran Al-Quran dan menistakan Al-Quran.

Dan dengan ikhtiar politik, mereka pun menganggap Sayidina Ali telah kafir hingga menghalalkan darah beliau hanya karena kedangkalan pemahaman mereka terhadap ayat: “Barangsiapa yang tidak mau menghukumi sesuai dengan hukum Allah maka mereka adalah orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah; 44). Sayidina Ali pun meninggal di tangan mereka.

Inilah contoh-contoh tentang kekacauan, ketumpang-tindihan, kerancuan dan kecampur-adukan antara agama dan politik yang berakibat fatal pada terjadinya chaos sosial dan hilangnya perdamaian yang dijunjung tinggi oleh Islam.

Agama sebagai alat
Maka saya hanya bisa mengatakan, ketika para politisi akhirnya berbicara tentang agama, dan ketika para agamawan pun berbicara tentang politik, hingga para pemirsa medsos (netizen) yang tidak begitu mengerti politik maupun agama pun akhirnya berkomentar dengan ketidak-tahuan dan ketidak-mengertian mereka, maka itulah kerancuan ilmu dan kekacauan sosial yang sesungguhnya akibat kaburnya kebenaran yang sesungguhnya.

Ketika para politisi yang penuh kepentingan terhadap kekuasaan itu telah menjadikan agama dan para agamawan sebagai alat politik yang menguntungkan mereka dan para agamawan yang tak mampu menutupi kebencian mereka terhadap para penguasa itu akhirnya berkepentingan untuk mencegah bahkan -bila perlu- melengserkan kekuasaan para penguasa yang tengah berkuasa, maka rakyat dan umat Islam pun terpaksa terperalat oleh keadaan akibat keluguan mereka akan politik dan agama. Maka itulah kerancuan politik dan kekacauan agama yang sebenarnya.

Maka benar Rasulullah yang mengatakan: “Jangan sekali-sekali diantara kalian menghardikkan senjata (ancaman, tekanan, cacian dan provokasi) kepada saudara kalian, karena kamu tidak akan tahu bilakah setan akan datang untuk melepaskan (hardikan) tanganmu itu (untuk mengadu domba kamu) hingga akhirnya kamu masuk kubangan neraka” (HR. Abu Hurairah; Muttafaq Alaih)

Syair Gus Dur pun mengatakan: Akeh kang apal Qur’an Haditse/ Seneng ngafirke marang liyane/ Kafire dewe dak digatekke/ Yen isih kotor ati akale. 

Benar pula ulama panutan saya itu mengatakan: “Orang yang menistakan al-Quranmu tidak akan pernah bisa mengurangi kemuliaan Al-Quranmu dan membuat nista agamamu. Tapi perilakumu yang anarkhis dan tidak bermoral itu justru akan membuat nista agamamu”.

Wa akhiron, Simbah saya pun mengatakan: “Ngunu yo ngunu mung ojo ngunu. Tinimbang dadi ngunu luwih becik ora ngunu. Sing ati ati wae Le, sebab setan saiki akeh sing endas ireng". Hidup NKRI yang damai. Wallahu a’lam bisshowab. [dutaislam.com/ ab]

Ditulis oleh Gus Yazid, menantu KH. Idris Hamid, Pasuruan.
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB