Aku Memanggilnya Umi
Cari Berita

Advertisement

Aku Memanggilnya Umi

Selasa, 09 Agustus 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

: Catatan 40 Wafatnya Ibu Nyai Fatimah, Istri Gus Mus

Oleh M. Shidqon Hamzah

“Umi”. Begitu aku memanggilnya. Perempuan sekaligus Ibu keduaku yang sangat kuhormati dan kagumi. Ibu Nyai Siti Fatmah, isteri Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri Rembang. Bagiku, Umi yang satu ini, Umi yang kukenal ini, lain dari umi-umi yang lain. 

Piyantun teduh ini, bagiku, adalah sosok 'bidadari' dari Leteh. Seorang isteri yang setia mendampingi suami, seorang ibu yang menyayangi keluarganya, dan juga seorang ibu nyai yang mengasihi semua orang di sekelilingnya. 

Aku mengenal Umi sekitar tahun 2010. Sejak saat itu, aku dan keluargaku di As-Shodiqiyyah Semarang sudah menganganggap seperti keluarga sendiri. Aku pun menganggap Umi sudah seperti ibu kandung sendiri. Saat aku menempuh tahap ujian S3, juga saat hendak dan sepulang umroh atau menunaikan ibadah haji, Umi tak segan dan tak jaim membalas setiap SMS-ku. "Sugeng rawuh Gus!". Itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagiku. Bahagia karena diperhatikan Umi. 

Umi pun selalu menanyakan dan memperhatikan kesehatan ibu kandungku, padahal Umi sendiri pun dalam keadaan sakit. Jika aku, dan adikku Zamzam sowan Umi, selalu saja disambut dengan kehangatan dan keakraban yang luar biasa. Tentunya oleh-oleh yang selalu Umi selipkan saat aku pamit, sekaligus sebagai teman perjalananku kembali ke Semarang. 

Menurutku, Umi itu orang yang;
1. Lembut dan penuh kasih sayang,
Pada beberapa tahun yang lalu, di bandara A. Yani Semarang, aku melihat Umi tengah dikerumuni banyak orang. Aku kira Umi merasa kesal, mungkin karena kondisi tubuh yang mulai lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Ternyata tidak. Justru Umi melayani mereka dengan penuh kasih. Menyalami, mencium satu per satu dengan kelembutan. Subhanallah. 

2. Ikhlas dalam setiap keadaan,

3. Sederhana,
Umi berdomisili di kota Rembang. Sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Umi tinggal bersama Yai Mus dan kedua puterinya. Rumah yang ditempati pun sangat sederhana bagi seorang Umi, isteri kiai besar Kiai Ahmad Mustofa Bisri.

Bukan rumah gedong, ataupun mewah dengan perabotannya. Tapi rumah sederhana, atau bisa dibilang bangunan tua. Rumah yang penuh dengan ketenteraman dan kehangatan, yang di setiap sudutnya tampak bersih, tentunya oleh tangan Umi sendiri yang membersihkannya. Mengajarkan kemandirian kepada putera-puteri dan juga santrinya. 

Tentunya masih banyak sekali pelajaran dan makna yang tersirat dan tersurat pada sosok Umi, Ibu Nyai Hajah Siti Fatmah yang tak bisa aku tuliskan lagi di sini.
Terakhir, kepergian Umi menghantarkanku pada sebuah muhasabah. Bekal apakah yang telah dipersiapkan untuk menghadap Yang Maha Agung? Apakah kita sudah mempersiapkan bekal di akhirat kelak? Apakah saya bisa meneladani Umi sehingga ketika berpulang kelak, senyuman indah bisa menghiasi wajahku dan ribuan orang mendoakanku seperti Umi?

Umi, aku, kami semua, keluarga As-Shodiqiyyah Semarang, kangen dateng Panjenengan. Alfaatihah. [dutaislam.com/ ab

Source: KBAswaja
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB