Ketentuan Zakat Fitrah Menurut Madzhab Imam Syafii
Cari Berita

Advertisement

Ketentuan Zakat Fitrah Menurut Madzhab Imam Syafii

Kamis, 30 Juni 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Zakat fitrah adalah mengeluarkan bahan makanan pokok dengan ukuran tertentu setelah terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan (malam 1 Syawwal) dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan. Zakat fitrah diwajibkan ditahun kedua Hijriyah.

Dasar wajib zakat fitrah antara lain adalah hadits riwayat Ibnu Umar:

عن ابن عمر أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كلّ حرّ أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين ( رواه مسلم )

"Diriwayatkan dari Sayyidina Abdullah bin Umar, Sesungguhnya Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum atas setiap orang muslim, merdeka atau budak, laki-laki maupun perempuan"

Zakat fitrah wajib bagi setiap orang Islam yang mampu dan hidup di sebagian bulan Ramadhan serta sebagian bulan Syawwal. Artinya, orang yang meninggal setelah masuk waktu Maghrib malam lebaran (malam 1 Syawwal) wajib baginya zakat fitrah (dikeluarkan dari harta peninggalannya). 

Begitu juga bayi yang dilahirkan sesaat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan dan terus hidup sampai setelah terbenamnya matahari malam 1 Syawwal. Tapi sebaliknya, orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan atau bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di malam 1 Syawwal, tidak wajib baginya zakat fitrah.]

Yang dimaksud mampu zakat yaitu memiliki harta lebih dari: 
  1. Kebutuhan makan dan pakaian untuk dirinya dan orang yang wajib dinafkahi pada siang hari raya beserta malam harinya (1 Syawwal dan malam 2 Syawwal) .
  2. Hutang, meskipun belum jatuh tempo (saat membayar).
  3. Rumah yang layak baginya dan orang yang wajib dinafkahi.
  4. Biaya pembantu untuk istri jika dibutuhkan.
Orang yang wajib dinafkahi adalah:
  1. Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta.
  2. Anak yang sudah baligh namun secara fisik tidak mampu bekerja seperti lumpuh, idiot, dan sebagainya serta tidak memiliki harta.
  3. Orang tua yang tidak mampu (mu’sir).
  4. Istri yang sah.
  5. Istri yang sudah ditalak roj’i (istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau dua) dalam masa iddah.
  6. Istri yang ditalak ba’in (talak 3) apabila dalam keadaan hamil.
Zakat fitrah berupa makanan pokok mayoritas penduduk daerah setempat. Ukuran zakat fitrah 1 sho’ beras = 2,75 – 3 kg (bukan 2,5 kg). 

Orang yang memiliki kelebihan harta seperti di atas tetapi tidak mencukupi untuk fitrah seluruh keluarganya, maka dikeluarkan sesuai urutan berikut:
  1. Dirinya sendiri.
  2. Istri.
  3. Pembantu istri sukarela (tanpa bayaran).
  4. Anak yang belum baligh.
  5. Ayah yang tidak mampu.
  6. Ibu yang tidak mampu.
  7. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu (secara fisik dan materi).
Jika kelebihan harta tersebut kurang dari 1 sho’, maka tetap wajib dikeluarkan.

Waktu mengeluarkan zakat fitrah:
  1. Waktu wajib, yaitu ketika mendapati sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari bulan Syawwal.
  2. Waktu jawaz (boleh), yaitu mulai awal Ramadhan. Dengan catatan orang yang telah menerima fitrah darinya tetap dalam keadaan mustahiq (berhak menerima zakat) dan mukim saat waktu wajib. Jika saat wajib orang yang menerima fitrah dalam keadaan kaya atau musafir maka wajib mengeluarkan kembali.
  3. Waktu fadhilah (utama), yaitu setelah terbitnya fajar hari raya (1 Syawwal) sebelum pelaksanaan shalat ied.
  4. Waktu makruh, yaitu setelah pelaksaan shalat ied hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal, kecuali karena menunggu kerabat atau tetangga yang berhak menerimanya.
  5. Waktu haram, yaitu mengakhirkan hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali karena udzur seperti tidak didapatkan orang yang berhak di daerah itu. Namun wajib mengqodho’i.
Niat zakat fitrah wajib dalam hati. Sunnah melafadzkannya dalam madzhab Syafi’i.
Niat untuk fitrah diri sendiri adalah;

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنْ نَفْسِي لِلَّهِ تَعَالىَ

(Saya niat mengeluarkan zakat fitrah saya karena Allah Ta’ala)

Niat untuk zakat fitrah orang lain:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنْ فُلاَنٍ أَوْ فُلاَنَةْ لِلَّهِ تَعَالىَ

(Saya niat mengeluarkan zakat fitrah fulan atau fulanah karena Allah Ta’ala)

Anak yang sudah baligh, mampu secara fisik, tidak wajib bagi orang tua mengeluarkan zakat fitrahnya. Oleh karena itu, apabila orang tua hendak mengeluarkan zakat fitrah anak tersebut, maka caranya adalah men-tamlik makanan pokok kepadanya (memberikan makanan pokok untuk fitrahnya agar diniati anak tersebut). Atau mengeluarkannya dengan seizin anak.

Cara Niat Zakat Fitrah
Jika dikeluarkan sendiri, maka diniatkan ketika menyerahkannya kepada yang berhak atau setelah memisahkan beras sebagai fitrahnya. Apabila sudah diniatkan ketika dipisah, maka tidak perlu diniatkan kembali ketika diserahkan kepada yang berhak. Jika diwakilkan, diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil atau memasrahkan niat kepada wakil. Apabila sudah diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil, maka tidak wajib bagi wakil untuk niat kembali ketika memberikan kepada yang berhak, namun lebih afdhol tetap meniatkan kembali, tetapi jika memasrahkan niat kepada wakil maka wajib bagi wakil meniatkannya.

Zakat fitrah diserahkan kepada yang berhak, yaitu ada 8 golongan yang sudah maklum diketahui dalam fiqih. Adapun hal–hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
  1. Tidak sah memberikan zakat fitrah untuk masjid.
  2. Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, LSM, dll (bukan BAZ) bukan termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah.
  3. Fitrah yang dikeluarkan harus layak makan, tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang terjelek.
  4. Istri yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya untuk orang yang wajib dizakati, hukumnya tidak sah.
  5. Orang tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan izin anak secara jelas.
  6. Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh hukumnya tidak sah (qobd-nya), karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh.
  7. Zakat fitrah lebih baik dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya matahari malam 1 Syawal. Apabila orang yang wajib dizakati berada di tempat yang berbeda, sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk niat dan membagi fitrahnya.
  8. Bagi penyalur atau panitia zakat fitrah, hendaknya berhati-hati dalam pembagian fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib dinafkahi, dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada blok lain.
  9. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) tetap wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan jika dikategorikan mampu.
  10. Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji hukumnya tidak sah jika bukan termasuk dari 8 golongan mustahiq.
  11. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu (secara materi) sebab belajar ilmu wajib (fardlu ‘ain atau kifayah) adalah termasuk yang wajib dinafkahi, sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat fitrah. Oleh karena itu, caranya harus di-tamlikkan atau dengan seizinnya sebagaimana di atas.
  12. Ayah boleh meniatkan fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus. Namun banyak terjadi kesalahan, fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga yang wajib dinafkahi. Yang demikian itu tidak sah untuk fitrah anak yang sudah baligh. Oleh karena itu, ayah harus memisah fitrah mereka untuk di-tamlikkan atau seizin mereka sebagaimana keterangan di atas.
  13. Zakat Fitrah dengan uang tidak sah menurut madzhab Syafi’i. [dutaislam.com/ ab]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB