Ini Corak Tafsir yang Dipakai Mbah Sholeh Darat
Cari Berita

Advertisement

Ini Corak Tafsir yang Dipakai Mbah Sholeh Darat

Senin, 18 April 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Dari kanan: Imam Taufiq, In'amuzzahidin dan Ichwan (Foto/Zulfa)
Semarang - Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat (Kopisoda) mengawali ngaji kitab tafsir dan fikih Majmu’at Asy-Syari’at al-Kafiyah lil Awam di Masjid Kauman Semarang (14/04/2016). Hadir sebagai pengisi kegiatan KH. In’amuzzahidin (Kordinator Kopisoda) dan KH. Imam Taufiq (Wakil Katib PWNU Jateng. Mereka mendikusikan corak tafsir tafsir yang dipakai oleh KH. Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani. 

Mbah Sholeh yang hidup pada masa penjajahan mengalami berbagai tantangan dalam menyebarkan Islam. Padahal, waktu itu umat pada waktu itu membutuhkan pengetahuan agama yang memadai. Belanda membatasi penyebaran Islam dengan melarang penerjemahan Al-Qur’an.

“Desakan RA Kartini atas penerbitan tafsir lokal pada mbah Sholeh terjadi dalam pengajian di rumah bupati Demak Ario Hadiningrat,” terang Imam Taufiq. (Baca Duta Islam: Kajian Rutin Kitab Hidayatur Rohman di Masjid KH Sholeh Darat)

Menurut Imam, kitab Faidhur Rahman masuk kategori tarjamah tafsir. Hal ini sangat berguna untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat awam karena penguasaan Bahasa Arab yang terbatas. Selain itu, Mbah Sholeh Darat menggunakan tulisan Arab Pegon untuk mengelabui penjajah atas penerbitan kitab tersebut.

“Tidak menutup kemungkinan kalau masih ada lanjutan dari Faidh al-Rahman yang hanya enam juz ini karena banyak naskah-naskah kita yang dibawa ke Belanda,” terang Imam yang juga pengasuh pesantren mahasiswa Darul Falah Besongo itu.

Kitab Hidayaturrahman, kata Imam, merupakan intisari dari kitab Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan. Selain itu, terdapat al-Mursyid al-Wajiz sebagai bagian dari Ulum al-Qur’an yang masih harus terus dikaji.

Mbah Sholeh menggunakan tafsir untuk memberikan respon pada zamannya. Dengan corak penafsiran isyari Mbah Sholeh mampu memberikan sentuhan isyarat-isyarat yang kuat untuk mengkritik penjajah. Misalnya, dalam al-Baqarah: 173 Mbah Sholeh menerangkan bahwa bangkai itu bermakna harta, babi berarti hawa nafsu, darah bermakna syahwat. Tafsir seperti inilah yang dikembangkan oleh mbah Sholeh untuk memberikan pengertian pada masyarakat. (Baca Duta Islam: Cara Mbah Sholeh Darat Mendidik Orang Awam)

“Bila kita kontekstualisasikan al-Baqarah: 173 dalam membangun masyarakat yang santun dan damai dengan penafsiran isyari yang menjadi analisa Mbah Sholeh, ayat tersebut mengajak umat Islam menjadi insan yang unggul dengan mampu menjaga hati, mengelola nafsu, shahwat dan menjaga diri dari konsumsi makanan yang tak halal dan tak bersih,” tutur Imam.

Tampak hadir dzurriyyah dari Mbah Saleh, H. Anashom (ketua NU Semarang), M. Rikza Chamami (MUI kota Semarang) dan puluhan pecinta kajian Mbah Sholeh Darat lainnya. [dutaislam.com/zulfa]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB