Khilaf atau Khilafah?
Cari Berita

Advertisement

Khilaf atau Khilafah?

Rabu, 02 Desember 2015
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Imron Rosyadi

DutaIslam.Com - Khilaf atau khilafah? Begitulah kira-kira pertanyaan yang masih belum sempat saya ekspos di Facebook dan Twitter. Kedua terma itu, bagi saya sendiri masih sangat ambigu, baik pada sisi istilah atau pada pengertiannya dalam konteks ke-tatanegara-an.

Tetapi bagi sebagian kelompok yang cenderung gegabah dalam memandang sistem ke-tatanegara-an dewasa ini. Model khilafah ibarat sebuah barang dagangan yang dianggap laku untuk diperjualbelikan. Keyakinan mereka atas Konsep Khilafah sebagai sebuah sistem alternatif dari kerapuhan sistem pemerintahan ibarat sebuah firman Tuhan yang tidak boleh diganggu-gugat.

Intinya, bagi mereka adalah "Khilafah solusinya", tanpa memandang sisi teoritis dan relevansinya dengan budaya masyarakat yang belum tentu homogen dan menerima dengan tangan terbuka. Fenomena tersebut menurut Evan-Pritchard dalam Theory of Primitive Religion dianggap sebagai normalitas pemikiran primitif dimana pola pikir yang irasional terhadap suatu keyakinan dipegang teguh, walau pada hakikatnya sangat absurd dan tidak relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan masyarakat modern yang dalam hal pemikiran telah mencapai taraf multi-ideologis.

Meminjam istilah teman saya- Faruk Hamdi- dalam sebuah makalah tentang korelasi Pancasila dan Syariat Islam, bahwa kelompok pengusung ideologi khilafah lupa, atau mungkin sengaja melupakan diri bahwasanya jauh sebelum konsep khilafah ini lahir, Rasulullah s.a.w. pernah membuat undang-undang yang tertuang pada tinta emas dalam perjanjian suci dan sakral.

Undang-undang yang diilhami dari nilai-nilai al-Qur’an tersebut kelak di kemudian hari menjadi pijakan dari suatu konsep kenegaraan dalam arti yang luas. Itulah Piagam Madinah yang di dalamnya memuat empat puluh tujuh pasal.

Dari keempat puluh tujuh pasal terebut para pakar kemudian menguraikannya ke dalam sub-sub pokok pembahasan, di antaranya adalah sub tentang hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, dan hak toleransi dalam beragama antara kaum Muhajirin, Anshar, Yahudi dan Nashrani.

Berangkat dari Piagam Madinah inilah para pakar politik modern kemudian menyebutnya sebagai manifesto politik pertama dalam Islam, dan menjadi embrio dari lahirnya demokrasi, terlebih demokrasi Pancasila.


Patut kita renungi bersama, dari sekian butir Pancasila yang menjadi falsafah negara Indonesia, kita jumpai kesemuanya sangat relevan dengan prinsip syariat Islam dalam konteks ke-Indonesia-an yang multikultural. 

Itulah sebabnya Bhineka Tunggal Ika yang dipopulerkan oleh Empu Tantular menjadi pasangan setia Pancasila dan diadopsi sebagai motto negara yang mempunyai suku, bahasa, dan kebudayaan semisal Indonesia. Jadi, Ide-ide konyol yang digembar-gemborkan oleh kelompok minoritas tersebut, pada hakikatnya telah membuat ke-Khilaf-an atas khilafah yang tidak mereka pahami. [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB